'Apa - apaan ini?'
Aira Tanisa terkejut saat melihat lelaki yang baru saja menikahinya.
Lelaki itu adalah salah satu juniornya di kampus! Disaat Aira sudah menginjak semester 7, lelaki itu baru menjadi maba di kampus mereka!
Brian Santoso.
Lelaki yang dulu adalah mahasiswa dengan sikap dinginnya.
Dan sekarang Lelaki dingin itu telah resmi menikahinya!
Aira sangat lemas memikirkan semua ini. Bagaimana ia menghabiskan setiap harinya dengan lelaki berondong yang dingin itu?
Terlebih saat mereka menikah karena dijodohkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
"Apa yang diinginkan oleh Bos kita Aira?"
Aira yang baru saja keluar dari dalam lift yang telah mendarat di lantai tempatnya bekerja, tersentak saat mendapati general manajernya memanggil ia ke dalam ruangan.
Saat ini ia sedang berdiri di hadapan Arsen, sebagai General Manager di perusahaan Santoso.
" Pak Brian hanya meminta beberapa laporan beberapa tahun ini pak."
Mencoba menjawab dengan profesional, Aira berusaha terlihat tenang dan tidak gugup sedikitpun. Meski dalam hatinya, ia benar-benar merasa gugup dan takut dicurigai oleh arsen.
Akan sangat merepotkan bagi Aira, Jika ada yang mencurigai hubungan antara ia dan juga Brian.
" Baiklah kalau begitu." Arsen mengangguk.
"Kalau begitu saya akan kembali ke ruangan saya dan bekerja." Sekali lagi Aira bersuara, mencoba keluar dari ruangan Arsen lebih cepat.
"Silakan. Tapi besok pagi kita harus rapat Aira. Karena beberapa produk sudah siap untuk diluncurkan. Dan sebagai manajer bagian marketing, kami ingin tahu rencana apa yang akan kalian lakukan untuk memasarkan barang-barang yang penting." Arsen menatap Aira dengan tegas.
Ada beberapa produk yang sudah berhasil diproduksi oleh perusahaan Santoso. Arsen sebagai general manager, perlu mengadakan rapat bersama dengan manajer bagian produksi dan manajer bagian marketing.
Ia juga perlu berdiskusi dengan manajer bagian keuangan untuk mendiskusikan semua hal yang berkaitan dengan promosi produk ini.
" Baik Pak. Saya akan siap besok pagi untuk melakukan rapat ini."
Sekali lagi Aira menjawab dengan cepat.
" Baiklah kalau begitu. Silakan kembali ke ruangan."
Ucapan Arsen yang mempersilahkan Aira keluar, tentu saja dengan cepat dilaksanakan oleh Aira. Ia tidak ingin berada terlalu lama di ruangan Arsen, dan membuat lelaki itu bertanya lebih banyak lagi.
Arsen adalah atasannya, yang cukup peka akan sesuatu yang mencurigakan. Aira tidak ingin jika Arsen mencurigainya menyembunyikan sesuatu.
Sepanjang hari itu, Aira menghabiskan pekerjaannya seperti biasa. Sibuk dengan beberapa produk yang sudah siap untuk dipasarkan. Bahkan ia tidak sadar jika jam pulang kantor telah tiba.
" Aira, kita pulang bersama."
Sebuah kepala menyembul masuk di ruangan Aira. Ia melihat keberadaan Riana yang tersenyum dan berdiri di pintu masuk ruangannya.
Di perusahaan ini, Aira memang memiliki ruangan tersendiri sebagai manajer. Sehingga memberikan ia privasi untuk bekerja dengan fokus.
"Pekerjaanmu sudah selesai?"
Sedikit menengadahkan wajahnya dari komputer yang sedang ada di hadapannya, Aira memperhatikan Riana yang telah siap dengan tas kecil yang tersampir di bahunya.
"Sudah. Bahkan aku sudah menunggumu hampir 15 menit di luar."
Ucapan Riana membuat Aira sedikit tersenyum merasa bersalah. Ia melirik jam yang ada di atas mejanya, dan tersentak ketika melihat jam pulang kerja telah berlalu dari setengah jam yang lalu.
Aira dengan cepat merapikan mejanya serta memasukkan ponsel ke dalam tasnya. Usai mematikan laptopnya, Aira berdiri dan melangkah mendekati Riana.
"Kita pulang sama-sama?" Menoleh kepada Riana, Aira melangkah di sisi wanita itu. Menuju lift yang akan membawa mereka ke lobi perusahaan.
" Untuk apa kamu membawa mobil sendiri ke perusahaan ini Aira?"
Menghela nafas secara perlahan, Riana benar-benar tidak paham dengan pola pikir Aira.
"Suamimu adalah CEO di perusahaan ini. Akan sangat membanggakan. Jika kamu pulang bersama dengannya, dan menunjukkan pada karyawan yang ada di perusahaan. Bahwa kamu adalah istri seorang CEO."
Ucapan Riana yang terkesan menggebu-gebu dan dengan sedikit lamunan membuat Aira terkekeh kecil.
"Kamu hanya membayangkan bagian yang indah Ria." Aira gepeng kepala.
"Akan sulit menghadapi para karyawan yang tidak menyukai kita di perusahaan ini. Apalagi jika mereka tahu aku sudah menjadi istri Brian. Mereka akan semakin menganggap aku tidak bisa bekerja dengan maksimal. Tapi berada di posisi ini hanya karena aku memiliki orang penting sebagai pendukung." Aira menjelaskan.
"Kamu memang benar sih." Riana merespon mendengar alasan Aira.
Bukan tidak mungkin, jika orang yang tidak menyukai Aira akan semakin meragukan setiap hasil pekerjaan Aira.
"Bukankah besok pagi kita harus rapat bersama dengan Pak Arsen?" Kembali terdengar suara Riana, ketika Aira membuka pintu mobil dan memasuki mobilnya tersebut.
Riana yang juga berencana ikut pulang bersama dengan Aira, segera memasuki mobil dan duduk tepat di sebelah Aira. Menoleh kepada sahabatnya itu, ia melihat Aira menghela nafas.
"Aku tahu dan aku sedikit cemas berada terlalu dekat dengan Pak Arsen."
Jawaban yang dilontarkan oleh Aira tentu saja membuat Riana sedikit tidak mengerti.
"Apa yang membuatmu begitu khawatir?" Riana tidak dapat menahan rasa penasarannya dan bertanya kepada Aira.
"Bukankah kamu tahu jika Pak Arsen adalah orang yang sensitif, dan cukup peka terhadap seseorang yang menyembunyikan rahasia darinya."
Setelah menoleh sebentar kepada Riana, Aira yang menyalakan mobil segera keluar dari perusahaan Santoso. Ia berencana mengantar Riana terlebih dahulu ke apartemen wanita itu. Sebelum pulang ke kediaman mertua dan suaminya.
" Aku hanya takut jika Pak Arsen mencurigai berita yang aku tutupi ini, dan mencoba mengulik informasi soal ini lebih jauh."
Helaan nafas yang berat dari Aira, tentu saja membuat Riana merasa maklum.
"Kamu memang benar." Ia mengangguk kecil dan menyandarkan tubuhnya di kursi mobil.
"Apalagi Pak Arsen sangat menyukaimu. Tentu saja ia akan memperhatikan setiap detik kegiatanmu. Mungkin ia juga akan memperhatikan setiap gerak-gerikmu."
Jawaban Riana tentu saja membuat Aira berdecak kesal.
"Pak Arsen tidak menyukaiku Ria." Aira membantah pemikiran Riana.
"Kamu tidak melihat Itu karena kamu bukan orang yang peka. Selama ini aku sudah mengenalmu Aira." Riana menegakkan tubuhnya dan menatap Aira cukup tajam.
"Sejak kita bersahabat dari masa SMA, kamu adalah orang yang cukup abai dengan sekitarmu. Bahkan kamu terkesan sangat cuek dan tidak mempedulikan hal lainnya. Sedangkan orang-orang di sekitarmu selalu memperhatikan apa saja yang kamu lakukan." Riana menjelaskan sikap Aira selama ini.
"Aku bisa melihat bagaimana tatapan Arsen yang memandangimu. Dengan binar ketertarikan di matanya yang tidak bisa ia sembunyikan." Riana berbicara dengan tajam.
Aira sontak tersentak mendengar ucapan Riana.
" Benarkah seperti itu?" Ia kembali bergumam, masih merasa ragu dengan ucapan Riana.
"Tentu saja. Bahkan aku curiga jika Pak Brian sebenarnya sudah tertarik padamu saat kita masih kuliah dulu."
Dan ucapan Riana yang sangat tidak masuk akal bagi Aira membuatnya sangat terkejut. Ia bahkan menghentikan laji mobilnya dan mengerem secara mendadak.
'Ckit!'
"Aira!"
Riana berseru dan melilit Aira dengan kesal. Untung saja Ia memakai seatbelt. Jika tidak, Riana yakin kepalanya akan menyentuh dashboard mobil.
"Kenapa kamu bisa berkata seperti itu?"
Pertanyaan yang dilontarkan dengan nada tajam itu membuat Riana sedikit tersentak. Sepertinya apa yang ia ucapkan memang benar adanya. Jika Aira tidak memperdulikan emosi seseorang yang tertarik padanya.
"Meskipun Pak Brian terkenal dingin sejak ia masih maba saat itu. Tapi ia banyak berbicara saat bersama denganmu." Riana menjawab dengan nada suara perlahan.
"Bahkan aku kerap mendapati Brian melirikmu setiap kali kita berpapasan di kantin. Atau di manapun." Kembali Riana menjelaskan.
Aira sukses melotot saat ucapan Riana membuatnya terkejut.
.............................