Setelah pernikahan yang penuh kekerasan, Violet meninggalkan segala yang lama dan memulai hidup baru sebagai Irish, seorang desainer berbakat yang membesarkan putrinya, Lumi Seraphina, sendirian. Namun, ketika Ethan, mantan suaminya, kembali mengancam hidup mereka, Irish terpaksa menyembunyikan Lumi darinya. Ia takut jika Ethan mengetahui keberadaan Lumi, pria itu akan merebut anaknya dan menghancurkan hidup mereka yang telah ia bangun. Dalam ketakutan akan kehilangan putrinya, Irish harus menghadapi kenyataan pahit dari masa lalunya yang kembali menghantui.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 33
Setelah mendengar ucapan Erick semua segera pergi. Mereka takut jika tetap di sana, mereka mungkin saja akan di pecat.
Begitu ruangan hampir kosong, Erick melangkah mendekati Irish dan bertanya pelan, "Irish, kamu baik-baik saja?"
"Apa yang bisa aku lakukan?" jawab Irish dengan senyum tipis. "Pak Erick, kamu tadi tidak lihat ekspresi mereka? Semua orang menatapmu seolah-olah kamu adalah pahlawan."
Erick tersenyum kecil, nyaris tanpa daya. "Pahlawan? Aku memang menjabat sebagai presiden di sini, tapi tetap saja harus tunduk pada ayahku. Dia pemilik perusahaan ini, dan meski baru sembuh dari sakit, langsung kembali ke kantor. Aku hanya membantunya sementara. Semua keputusan tetap di tangannya. Kalau tidak, mana mungkin aku sampai harus memanggil Kirana ke sini."
Irish mendengar nada getir dalam tawa Erick, lalu tersenyum juga. "Keputusan Pak Erick sudah tepat. Kalau melihat situasinya tadi, sepertinya bakal canggung sekali kalau kamu bertemu Kirana setelah ini."
Erick mengangkat bahu, lalu melirik kertas-kertas di tangan Irish. "Mau ke mana kamu?"
“Mengantar contoh desain ke departemen perencanaan.” Irish menunjukkan dokumen-dokumen di tangannya.
“Aku juga mau ke sana, ke manajer perencanaannya. Ayo bareng.”
Irish tampak ragu. Kejadian tadi membuat banyak orang berbisik. Jika mereka sekarang pergi bersama, mungkin akan menimbulkan asumsi yang keliru.
Memikirkan hal itu, Irish berkata pelan, “Pak Erick, kamu duluan saja. Aku masih ada yang perlu diurus.”
"Ah?" Erick mengerutkan kening, memandangi Irish dengan tajam. “Irish, aku ini menakutkan ya? Sampai kamu sengaja menghindariku?”
“Tidak, bukan begitu!” Irish buru-buru menunduk dan melambaikan tangan. Tapi hatinya ikut bergetar. Bagaimana mungkin apa yang dia pikirkan bisa terbaca oleh Erick?
“Kalau begitu, ayo jalan bareng,” kata Erick sambil tersenyum ringan.
Irish tertawa kecil, lalu menghela napas dalam hati: Lupakan saja. Ini cuma pergi ke departemen perencanaan. Lagipula, Erick tidak mengatakan apa-apa, kenapa dia harus berpikir macam-macam?
Akhirnya Irish mengangguk dan berjalan berdampingan dengan Erick.
“Mukamu murung sekali, kamu nggak suka jalan bareng aku?” tanya Erick, sambil melirik ke arah Irish.
“Bukan itu.” Irish menggeleng tanpa daya. Dia hanya khawatir. Setelah kejadian beberapa hari ini, akan muncul gosip-gosip di perusahaan. Erick adalah pewaris Apparel mode. Dia sendiri tidak ingin menciptakan masalah baru.
Erick, yang salah paham dan mengira Irish terpengaruh oleh Kirana, kembali bertanya, “Kalau aku tidak muncul tadi, sikap apa yang akan kamu ambil?”
“Entahlah. Mungkin, jika aku tidak bisa menahan diri, aku mungkin akan menjambak rambutnya.” Irish mengangkat bahu, sambil tertawa kecil.
Erick tertawa lepas. Tawanya jernih dan tulus, membuat wajahnya tampak luar biasa memikat. “Irish, kamu ini penuh ide dan tak terduga. Sepertinya kamu cocok dipindah ke departemen perencanaan.”
“Jangan! Aku bisa pusing tujuh keliling!” Irish terkekeh, buru-buru menyimpan ponselnya, cemas kalau Erick serius.
Melihat itu, keinginan Erick untuk melindunginya pun semakin kuat. Ia pernah melihat Irish dalam kesedihan, pernah juga melihat wajahnya bersinar karena keberhasilan kecil. Tapi hari ini, ia menyaksikan sisi lain, ketabahan dan kecerdasan dalam menghadapi tekanan.
Erick jadi bertanya-tanya, kalau suatu hari Irish benar-benar tertawa lepas di hadapannya, seperti apa rasanya?
“Oh iya,” katanya tiba-tiba, menoleh pada Irish. “Ingat waktu aku antar kamu pulang malam itu? Aku sempat bilang mau ajak makan malam. Kamu ada waktu malam ini?”
“Ah.” Irish tertegun. Dia kira Erick hanya basa-basi waktu itu. Tak menyangka Erick akan benar-benar mengajaknya makan malam.
“Aku harus lembur hari ini, jadi...” Irish tersenyum sopan, menolak secara halus.
Lagipula, posisi mereka sangat berbeda. Dan mereka bekerja di tempat yang sama.
“Oh...” Erick kelihatan kecewa. Tapi tetap bertanya, “Kalau begitu, besok malam?”
“Tidak.” Irish menggeleng.
“Besok lusa?”
“Pak Erick...” Irish tersenyum canggung. Ia sudah menolaknya berkali-kali. Bukankah itu cukup jelas?
“Bagaimanapun, aku tetap akan mengajakmu makan malam. Kamu boleh pilih sendiri harinya.” Senyum Erick tetap hangat, tapi sorot matanya tegas.
Irish diam-diam bertanya-tanya dalam hati. Apa benar... Pak Erick menyukaiku?
Bersambung........
hmm se makin menegangkan