Irene Larasati seorang polisi wanita yang ditugaskan menyamar sebagai karyawan di perusahaan ekspor impor guna mengumpulkan informasi dan bukti sindikat penyeludupan barang-barang mewah seperti emas, berlian dan barang lainnya yang bernilai miliaran. Namun, bukannya menangkap sindikat tersebut, ia malah jatuh cinta kepada pria bernama Alex William, mafia yang biasa menyeludupkan barang-barang mewah dari luar negri dan menyebabkan kerugian negara. Alex memiliki perusahaan ekspor impor bernama PT Mandiri Global Trade (MGT) yang ia gunakan sebagai kedok guna menutupi bisnis ilegalnya juga mengelabui petugas kepolisian.
Antara tugas dan perasaan, Irene terjerat cinta sang Mafia yang mematikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Alex seketika mengusap wajahnya kasar dengan perasaan kesal. Ia menyesalkan mengapa sang Dokter mengatakan hal seperti itu di depan anak kecil? Sekarang ia dibuat bingung dengan pertanyaan Willona. Pria itu hanya bergeming, kembali memandang wajah sang Dokter dengan tajam.
"Kenapa Ayah diam aja? Kenapa Ibuku bisa ada pelurunya?" tanya Willona dengan penasaran.
Dokter yang menyadari kesalahannya seketika berjongkok tepat di depan Willona. "Eu ... Om Dokter mohon maaf karena salah bicara tadi. Om jamin, Ibu kamu pasti akan bangun dan sehat lagi seperti sedia kala," ucapnya dengan ramah dan sopan.
Willona balas menatap wajah sang Dokter. "Peluru yang Om Dokter bilang tadi?"
"Peluru yang Om Dokter maksud itu adalah penyakit yang di Ibu kamu udah Om angkat, Anak Manis," jawab Dokter.
Willona menghela napas panjang lalu menghembuskan secara perlahan. "Oh begitu, aku pikir peluru yang kayak di film-film itu."
Dokter kembali berdiri tegak seraya mengusap rambut panjang Willona dengan perasaan lega karena berhasil meyakinkan gadis kecil itu. Ia pun kembali memandang wajah Alex dengan penuh penyesalan.
"Mohon maaf karena saya telah salah bicara, Pak. Eu ... karena keterbatasan alat medis yang kami miliki, kami sarankan pasien dipindahkan ke Rumah Sakit yang lebih besar."
"Baik, Dok. Saya akan segera mengurus kepindahan Ibunya anak-anak," jawab Alex dengan dingin. "Lain kali, tolong jangan terlalu jujur di depan anak kecil."
Dokter membungkukkan tubuhnya sebagai permohonan maaf. "Sekali lagi saya mohon maaf, Pak. Saya akan mengingat pesan Anda. Permisi," pamitnya lalu berbalik dan kembali memasuki ruang operasi.
***
Alex segera mengurus kepindahan Irene ke Rumah Sakit yang berada di kota Jakarta. Ia bahkan membawa wanita itu berikut si kembar ke kota hari itu juga. William dan Willona bahkan masih mengenakan pakaian merah putih karena Alex tidak sempat singgah dulu ke rumah lama mereka. Hanya membutuhkan waktu selama kurang lebih tiga jam, mereka pun tiba di Rumah Sakit terbesar di kota Jakarta dan Irene Larasati segera mendapatkan perawatan yang seharusnya. Namun, karena kondisi Irene masih belum siuman pasca mendapatkan operasi, wanita itu harus menghuni ruangan ICU. Sementara si kembar segera dibawah ke rumah Alex William, rumah mewah tiga lantai yang memiliki luas 100 kali lipat dari rumah mereka di kampung.
"Mulai sekarang, kalian akan tinggal di sini sama Ayah," ucap Alex. "Tapi maaf banget, karena Ayah harus nemenin Ibu di Rumah Sakit, kalian Ayah tinggal, gak apa-apa?"
Si kembar nampak kebingungan, menatap rumah bak istana dengan perabotan mewah. Mereka memang sudah menduga bahwa sang ayah adalah orang berada, tapi baik Willona maupun William sama sekali tidak menyangka jika Alex William akan sekaya itu.
William membuka mulutnya lebar-lebar, memutar badan, menatap setiap jengkal ruang tamu di mana mereka berdiri saat ini. "Ini rumah Ayah?" tanyanya dengan wajah datar.
"Ini rumah apa istana, Yah? Aku takut tinggal di rumah segede ini," decak Willona, melakukan hal yang seperti sang adik. "Eu ... kalau Ayah ke Rumah Sakit nemenin Ibu, terus kita ditinggal berdua aja di rumah segede ini, begitu?"
Alex tersenyum lebar, mengusap kepala si kembar secara bersamaan. "Ya nggak dong. Ada pelayan yang akan melayani semua kebutuhan kalian di sini," jawabnya, lalu menepuk telapak tangan dua kali.
Beberapa saat kemudian, enam orang pelayan pun memasuki ruang tamu, keenamnya memakai pakaian yang sama yaitu, seragam hitam putih, rambut mereka pun digulung rapi di ujung kepala, membuat si kembar kebingungan karena mereka semua terlihat sama.
"Semua pelayan ini akan melayani kalian di rumah, kalau kalian butuh apa-apa, panggil saja mereka, oke?"
William menggaruk kepala seraya menatap keenam pelayan yang berdiri di hadapannya. "Mereka semua kembar, Yah? Eu ... aku bingung, mereka keliatan sama aja."
Alex seketika tertawa nyaring. "Hah? Hahahaha ... mereka gak kembar, Sayang. Mereka terlihat sama karena pake baju yang sama," jawab Alex. "Ayah kenalin satu-persatu, ya."
Si kembar menganggukkan kepala, sementara Alex memperkenalkan satu-persatu pelayan yang bekerja di kediamannya. Dua pelayan bertugas mengasuh William dan Willona, menyediakan kebutuhan mereka berdua, masing-masing bernama Linda dan Yanti. Sementara yang lainnya mengurus rumah mewah itu sebagai mana biasanya.
William kembali mengangguk tanda mengerti, sementara Willona hanya terdiam dengan wajah datar. Anak itu mendongakkan kepala, memandang wajah sang ayah dengan tatapan sayu.
"Tapi, aku pengen ikut nemenin Ibu di Rumah Sakit," rengeknya dengan manja.
Alex menghela napas panjang. "Ibu kamu masih di ruangan ICU, anak kecil gak boleh masuk ke sana, Sayang," jawab Alex, seraya berjongkok tepat di depan Willona. "Nanti, kalau Ibu udah dipindahin ke ruang rawat inap, baru kalian berdua boleh ikut nemenin di sana."
"Tapi, Ibu pasti akan sembuh, 'kan? Ko Ibu masih belum bangun juga sih?"
"Ibu pasti bakalan sembuh lagi dong, pasti itu. Kamu tunggu aja, ya."
Willona mengangguk, sementara Alex kembali berdiri tegak seraya menatap pelayan yang bertugas menjaga si kembar. "Bawa si kembar ke kamarnya, Bi. Mandiin sekalian," titahnya.
"Baik, Tuan," jawab Linda dan Yanti secara bersamaan.
"O iya saya lupa, kalian gak bawa baju ganti, ya?" Alex kembali menatap si kembar.
"Nggak, Yah. 'Kan kita langsung ke sini," jawab William dengan kepala mendongak, menatap wajah sang ayah.
"Ya udah gampang, nanti Ayah minta Nickole beliin baju buat kalian. Kalian istirahat aja dulu sama Bibi, oke?"
Si kembar menganggukkan kepala dengan wajah datar, berjalan memasuki area dalam kediaman sang ayah dengan dituntun oleh pengasuh masing-masing. Sepeninggal mereka, Nickole yang sedari tadi hanya berdiri di depan pintu, melangkah menghampiri Alex lalu berdiri tepat di hadapannya. Pria itu nampak membungkuk memberi hormat.
Alex menatap wajah Nickole dengan serius. "Gimana, udah kamu urus mayatnya si David?"
"Sudah, Pak Bos. TKP juga sudah saya bersihkan, tidak ada setetes pun darah yang tersisa dan sidik jari pun aman, Pak Bos," jawab Nickole melaporkan secara terperinci lalu menyerahkan kunci rumah kepada Alex. "Ini kunci rumahnya, Pak Bos."
Alex menerima apa yang diberikan oleh Nickole lalu menggenggamnya. "Kamu liat apa yang terjadi sama si David? Siapa yang mengkhianati saya, tak akan pernah saya ampuni. Gak peduli seberapapun saya percayanya sama dia, saya tetap menghabisi dia karena udah berani mengkhianati saya."
"Saya gak akan berani mengkhianati Anda, Pak Bos. Saya akan selalu setia sama Anda."
Alex tersenyum tipis. "Bagus, memang udah seharusnya kamu seperti itu karena saya udah menggaji kamu besar."
Nickole mengangguk patuh.
"O iya, kamu siap-siap, Nick. Kita akan melakukan misi penting."
"Misi penting apa, Pak Bos?"
"Kamu batalkan semua pengiriman barang kita dari luar negeri. Mulai sekarang, kita akan melakukan pengiriman secara legal, bukan ilegal, paham?"
Bersambung ....
mampus kau david,habis ni kau akan liat kemurkaan dan kemarahan bang alex 🤭😅😅