NovelToon NovelToon
Dinikahi Untuk Dibenci

Dinikahi Untuk Dibenci

Status: tamat
Genre:Tamat / Balas Dendam / Playboy / Konflik etika / Angst / Romansa / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:29.3k
Nilai: 5
Nama Author: 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒

“Pastikan kau sembuh. Aku tidak menikahimu untuk jadi patung di rumah ini. Mulailah terapi. Atau…” Edward menunduk, berbisik di telinganya, “...aku pastikan kau tetap di kamar ini. Terikat. Tanpa busana. Menontonku bercinta dengan wanita lain di tempat tidur kita.”

Laras gemetar, tapi matanya tak lagi takut. “Kau memang sejak awal… tak lebih dari monster.”

Edward menyeringai. “Dan kau adalah istri dari monster itu.”

Laras tahu, Edward tidak pernah mencintainya. Tapi ia juga tahu, pria itu menyimpan rahasia yang lebih gelap dari amarahnya. Ia dinikahi bukan untuk dicintai, tapi untuk dihancurkan perlahan.

Dan yang lebih menyakitkan? Cinta sejatinya, Bayu, mungkin adalah korban dari semua ini.

Konflik, luka batin, dan rahasia yang akan terbuka satu per satu.
Siap masuk ke kisah pernikahan penuh luka, cinta, dan akhir yang tak terduga?

Yuk, baca sekarang: "Dinikahi Untuk Dibenci"!
(Happy ending. Dijamin!)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

33. Taktik

Ronald berhenti di ujung lorong.

Sebuah ide muncul.

Bahaya.

Tapi bisa jadi satu-satunya jalan keluar.

Ronald menyentuh saku jasnya. Di sana... sebuah flashdisk kecil berisi salinan data yang seharusnya sudah ia hapus.

Ia menutup matanya sejenak.

"Mungkin... sudah waktunya aku menyiapkan pelarian."

Tapi ia tahu satu hal: begitu langkah pertama diambil, tak akan ada jalan kembali.

---

Malam itu hujan turun pelan, mengalun seperti bisikan rahasia yang enggan terbuka.

Ronald berdiri kaku di depan pintu kayu besar berlapis baja. Kedua tangannya menggenggam map hitam dengan erat, seolah isinya adalah satu-satunya pelindung dari kematian yang mengintainya.

Pintu terbuka. Sosok tinggi dengan mata setajam elang menyambutnya dari dalam.

Arka.

Di belakangnya, Laras menatap Ronald dengan sorot curiga bercampur lelah. Gaun kasualnya tampak kontras dengan aura bahaya yang melingkupi ruangan.

“Ronald?” Laras menyipitkan mata. “Kau sekretaris Edward, bukan? Kenapa datang ke sini?”

Ronald membuka mulut, tapi tak ada suara keluar. Baru setelah Arka mengangguk kecil, ia maju dan meletakkan map hitam itu di atas meja.

“Aku... aku tahu ini tiba-tiba,” katanya pelan. “Tapi aku tidak punya waktu lagi. Dia akan sadar aku menghilang dari sistemnya, dan saat itu terjadi... aku akan jadi target.”

Arka tetap berdiri tegak, seperti patung prajurit. “Katakan maksudmu.”

Ronald membuka map, memperlihatkan puluhan dokumen, rekaman, foto, hingga flashdisk yang ia keluarkan dari saku dalam jas.

“Ini semua... cukup untuk menjatuhkan Edward. Atau Edwin. Siapa pun dia sekarang.”

Laras menyentuh satu berkas. Matanya melebar saat melihat tanda tangan Edward pada surat perintah penghapusan identitas lama. Surat-surat izin ekspor barang ilegal, laporan keuangan palsu, daftar nama pejabat yang disuap.

“Dari mana kau dapat semua ini?” tanya Laras.

“Dari sistemnya sendiri. Aku yang diberi akses. Aku tahu semuanya. Aku tahu siapa saja yang sudah dia singkirkan. Termasuk... orang-orang yang kalian cari.”

Arka menatap Ronald tajam, lalu berkata, “Apa yang kau inginkan?”

Hening sejenak. Lalu Ronald menarik napas dalam-dalam.

“Perlindungan,” katanya lirih. “Untukku. Untuk istriku. Untuk anak-anakku. Aku sudah hidup dalam bayangan pria itu terlalu lama. Sekarang aku ingin keluar. Tapi aku tahu... begitu aku keluar, aku tak punya tempat aman. Dia akan mencariku. Memburuku.”

Suaranya pecah di akhir kalimat. Matanya mulai berkaca-kaca.

“Aku bukan orang baik... aku tahu. Tapi aku ingin berhenti. Aku ingin bebas.”

Arka menatap Ronald tanpa berkata apa-apa. Tatapannya berat, seperti sedang menimbang antara menyelamatkan atau menghabisi.

Laras menoleh ke Arka. “Dia bisa jadi saksi kunci. Dan bukti ini... ini bisa jadi titik balik.”

Ronald memohon, suaranya gemetar, “Kumohon... aku sudah terlalu lama pura-pura buta. Kumohon, Komandan.”

Akhirnya Arka melangkah maju dan mengambil flashdisk dari meja. “Mulai malam ini, kau di bawah pengawasan kami.”

Ia menoleh pada salah satu anak buahnya yang muncul di ambang pintu. “Amankan dia. Lindungi keluarganya. Pastikan tak ada satu pun jejak yang tertinggal.”

Ronald hampir terjatuh karena lega yang luar biasa. “Terima kasih... terima kasih…”

Arka menatapnya tajam untuk terakhir kalinya. “Kalau ini jebakan, aku sendiri yang akan datang memburumu.”

Ronald mengangguk cepat. “Ini bukan jebakan. Ini... penebusan.”

Dan malam itu, hujan menjadi saksi peralihan seorang pria dari bayangan ke cahaya—dengan ancaman kematian yang terus membuntuti di belakangnya.

Ruangan itu sunyi setelah Ronald dibawa pergi.

Map hitam dan seluruh isinya terbuka di meja kayu besar. Lampu gantung di atas berayun perlahan, menciptakan bayangan bergerak di wajah Arka dan Laras yang sama-sama menunduk meneliti berkas-berkas yang tak pernah Laras sangka akan melihatnya dengan mata kepala sendiri.

Arka bersandar ke dinding, tangan terlipat di dada. Matanya gelap, wajahnya keras. Tapi Laras tahu, di balik tatapan dingin itu, ada badai yang siap meledak.

Laras membuka satu dokumen—bukti manipulasi dokumen pernikahan, foto hasil pemalsuan tanda tangan, dan surat ancaman terhadap keluarganya yang pernah ia terima, kini punya asal usul.

“Selama ini aku kira aku cuma jadi trofi... atau boneka. Pelampiasan dendam,” bisik Laras. “Ternyata aku dijadikan alat... untuk menghapus masa lalunya. Untuk menutupi kejahatannya.”

Arka berjalan mendekat, mengambil satu berkas yang menampilkan daftar nama-nama saksi yang "menghilang" secara misterius. Sebagian besar berakhir di luar negeri, beberapa... tak pernah ditemukan jasadnya.

“Edward menikahimu bukan karena cinta. Tapi karena ego, dendam, dan kesempatan untuk cuci nama,” ucap Arka, suaranya datar tapi menghantam seperti palu godam. “Kau adalah jalannya keluar dari masa lalu yang kotor. Tiketnya untuk jadi pria terhormat—di mata dunia.”

Laras menatap kosong ke depan, lalu mengangguk pelan. “Dan aku... nyaris tak mengenali diriku sendiri setelah semua ini.”

Arka menyandarkan punggung ke kursi, menahan emosi yang mengaduk di dadanya. “Tapi kau tak tenggelam, Laras. Kau tetap muncul ke permukaan. Luka itu tidak membunuhmu.”

Laras tersenyum samar, rapuh tapi nyata. “Karena ada orang-orang yang menarikku kembali. Kau. Kak Ira. Malam itu... kalau kau tak datang, mungkin aku hanya akan jadi nama yang hilang, dikubur tanpa cerita. Dan aku tak akan berdiri setegak ini tanpa Kak Ira.”

Arka melirik map di meja, jari telunjuknya menyentuhnya seolah itu bahan peledak.

“Semua yang kita punya di sini... bisa menghabisi Edward. Tapi sekaligus bisa menyeret banyak pihak lain. Termasuk yang tak bersalah.”

Laras mengalihkan pandang, lalu menatap Arka. Matanya tenang. Tapi penuh api.

“Bom pun kadang perlu diledakkan, Kak Arka. Lebih baik ledakan terarah... daripada bom waktu yang terus berdetak dalam diam.”

Arka diam sejenak. Pandangannya menyelami keyakinan Laras.

Akhirnya ia mengangguk sekali. Tegas.

“Kalau kita ledakkan... kita yang jaga agar serpihannya tak mengenai orang yang tak seharusnya terluka.”

Ia berjalan ke arah jendela, memandang keluar ke pekat malam. “Mulai sekarang, kita tidak bisa kembali.”

Laras berdiri di belakangnya. “Aku memang gak ingin kembali.”

Dan di balik malam yang seolah diam, Laras yang terluka menatap ke satu arah—menuju perang yang akhirnya ia pilih hadapi, bukan lagi sebagai korban, tapi sebagai pihak yang siap melawan.

***

Markas Operasi Khusus, Ruang Taktik

Lampu di ruangan itu temaram, tapi layar besar di dinding menyala terang, menampilkan struktur organisasi perusahaan Edward dan catatan lalu lintas transaksi keuangan ilegal.

Arka berdiri tegap di depan layar, bersilang tangan. Di sisi lain meja, Ronald duduk dengan wajah tegang, beberapa dokumen berserakan di hadapannya.

"Jadi ini semua akses masuk ke jaringan dia?" tanya Arka, matanya menyapu setiap informasi dengan kecepatan khas militer.

Ronald mengangguk. “Ya. Dari identitas palsu, pencucian uang, penyelundupan, hingga penggelapan data. Semua ada di sini. Aku backup ke tiga tempat berbeda. Kalau aku menghilang, file itu akan otomatis terkirim ke pihak berwajib.”

“Bagus,” sahut Arka singkat. Ia membalikkan badan, menunjuk bagian tertentu di layar. “Kita lumpuhkan dari sini dulu. Jaringan keuangan. Sekali dana utamanya dibekukan, dia akan bergerak panik.”

Ronald menatap Arka, ragu. “Dan... kalau dia balik menyerangku atau keluargaku?”

“Sudah kuperintahkan pengamanan. Rumahmu sekarang dijaga tim kami. Mereka tidak akan terlihat. Tapi mereka ada,” jawab Arka, datar, profesional. “Selama kau tetap kerja sama, kau aman.”

Ronald menelan ludah. “Aku hanya... ingin semua ini berakhir.”

Arka menatapnya tajam. “Kau ingin menebus apa yang kau bantu bangun. Aku hargai itu. Tapi jangan berharap pengampunan dari hukum. Tugas kami hanya menghentikan ancaman. Sisanya, proses hukum yang tentukan.”

Ronald mengangguk pelan. “Aku siap.”

Arka berbalik, mengambil folder tambahan dari petugas yang baru masuk. “Kita mulai dari pemilik rekening bayangan ini. Dia penyambung ke jaringan internasional Edward.”

“Dan Laras?” tanya Ronald pelan.

“Dia sudah cukup menderita. Perlindungan tetap berjalan. Tapi fokus kita bukan membalas dendam pribadi,” jawab Arka tanpa ragu. “Ini soal keadilan.”

Ronald mengangguk. Arka pun menatap layar kembali.

“Edward berpikir dia di atas hukum. Sudah waktunya dia tahu... negara ini bukan miliknya.”

***

Edward menatap layar monitornya yang kosong. Biasanya ada laporan berkala. Biasanya Ronald akan masuk, membawa berita, membacakan pergerakan uang, dan memperingatkan siapa pun yang berani menyentuh ranah kekuasaan Edward. Tapi hari ini? Sunyi. Sudah tiga belas jam sejak Ronald menghilang tanpa jejak.

Edward berdiri, melangkah cepat menuju lemari besi di ruang rahasianya. Ia buka dengan sidik jari, retina, dan kata sandi. Kosong. Beberapa dokumen penting, salinan paspor, flash disk hitam—semua raib.

"Ronald..." bisiknya. Tapi bukan panggilan. Itu kutukan yang belum sempat dilepaskan.

Ponselnya berdering. Satu-satunya kontak tersisa. Pengacaranya.

"Pak Edward, mohon maaf... pengadilan sudah menjatuhkan keputusan. Permohonan banding Anda ditolak. Segala aset yang berada atas nama alias Edward maupun Edwin akan dibekukan. Anda diminta hadir secara paksa jika menolak panggilan berikutnya."

...🍁💦🍁...

.

To be continued

1
Fadillah Ahmad
Gampang Jawabannya Desi, Tanya Saja Kepada Penulis Sekenaro Takdirnya Laras. Hedeh Kau ini...
Fadillah Ahmad
Lebih Kaya Mana Kak Keluarga Selendra dengan Keluarga Nugroho Kak Nana?
syisya
terima kasih thor, nanti mampir..
pantesan dicari sampe lubang semut gk ketemu ternyata ganti identitas🤔
Fadillah Ahmad
Ini Juga Kak Nana, Tanda Kutip Pembukanya Juga Nggk ada Kak. Mohon di Revisi lagi ya kak. Terimakasih. 🙏🙏🙏
𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒: Makasih,Kak. 🤗🙏🙏🙏
Fadillah Ahmad: Sama-Sama Kak, Tetap Semangat Kak,aku Selalu Menunggu Ide-ide Baru Dari Kakak,Semangat Kak... 🙏🙏🙏
total 4 replies
Fadillah Ahmad
Kak,ini Tanda Kutipnya nggk ada kak, mohon di Revisi Ya Kak. Terimakasih. 🙏🙏🙏
𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒: Siap, Kak. 🤗🙏🙏🙏
total 1 replies
abimasta
trimakasih thor
Siti Jumiati
sudah tamat kak... buat cerita Ayla bahagia dengan mantan nya,kenapa seritanya Ayla selalu menderita kasihan ayla kak, memang cinta tak harus memiliki tapi buat cerita Bayu dan Ayla bahagia dan orang tua Bayu sadar mau menerima Ayla karena kekuatan cinta Bayu untuk ayla terlalu kuat
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
karya luar biasa. wajib dibaca!
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸: sama-sama Kak. 😊😊😊👍👍👍
𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒: Terima kasih KK 🤗🤗🙏🙏🙏🙏🙏
total 2 replies
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
selesai disini berlanjut disana? oke
Siti Jumiati
Syailendra kalau kamu ingin hidup bahagia,turuti kemauan anakmu Bayu sebelumnya kami menyesal dikemudian hari, karena berdamai itu indah...
selidiki dulu siapa Laras sebenarnya jangan kamu membenci tanpa mengenalnya,Laras itu baik sudah rela berkorban demi anakmu waktu koma, seharusnya kamu membalas semua kebaikannya bukan malah membencinya
Siti Jumiati: typo sebelum Kamu menyesal dikemudian hari
total 1 replies
syisya
semoga suatu saat laras bertemu bayu pada saat sudah sukses & shailendra merestui
merry
ko aku merasa si monter itu bklnn cari laras buat bila dendam ya klo ngk klurga arka jdi incrnn dendam yaa si moster ituu,, kecuali Lars bergabung dgn nafi'a mmgkin ed gk bs ngehankau laras lgg ,,
abimasta
apakah bayu dan laras akan bersatu? semoga
mbok Darmi
udah lebih baik syailendra dibikin bangkrut juga aja sama arka pasti beres biar tau orang arogan sok kaya giliran dibikin miskin dan dikuliti kebusukan nya baru minta maaf
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
diamankan dari Edward, dibayangi ancaman Syailendra. hiduplah dengan bahagia laras.
mbok Darmi
akhirnya karma buat keluarga laras sudah diterima meskipun belum sepenuhnya aku ingin mereka ancur lebur tak bersisa biar selalu ingat kejahatan dan keserakahan yg telah mereka perbuat terhadap laras
abimasta
karma itu nyata darma menyesalpun tiada guna
Siti Jumiati
setelah semuanya terjadi dan kehilangan semua hartanya, mereka baru menyadari kesalahannya karena telah menyakiti, menyiksa dan menelantarkan Laras yg anak yatim.
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
walaupun itu pembalasan setimpal, tetap saja nyesek bacanya. 🥲😔😢
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
semoga kali ini Edward benar-benar tak bisa lepas dari jerat hukum lagi.
Sherin, darma & istrinya semoga dapat ganjaran setimpal.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!