Semua wanita pasti menginginkan suami yang bisa menjadi imam dalam rumah tangganya, dan sebaik-baiknya imam, adalah lelaki yang sholeh dan bertanggung jawab, namun apa jadinya? Jika lelaki yang menjadi takdir kita bukanlah imam yang kita harapkan.
Seperti Syahla adzkia, yang terpaksa menikah dengan Aditya gala askara, karena sebuah kesalahpahaman yang terjadi di Mesjid.
Akankah syahla bisa menerima gala sebagai imamnya? ataukah ia memilih berpisah, setelah tahu siapa sebenarnya gala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syahga 33.
Di apartemen, arhan dan ari mulai sibuk membereskan rumah itu dibantu beberapa anak buah pekerjaan mudah cepat dan selesai. Arhan beberapa kali mendapatkan ari melihat ponselnya membuat kecurigaannya menjadi.
Disaat semua pekerjaan selesai, tangan arhan tak tahan lagi untuk menghajar adik se‐pantinya tersebut, ia mendekati ari dan langsung melayangkan pukulan diwajah adiknya.
Tentu saja ari yang tak tahu apapun, kaget. Tiba-tiba saja dihajar kakaknya secara mendadak, sedang ia tak merasa salah apapun.
"Bang, kenapa?" tanya Ari mengerutkan keningnya.
Ia melirik abangnya yang sedang dikelilingi oleh amarah, pertanyaan itu berkerumun dikepalanya. Selama ini, baru kali ini dirinya dihajar tanpa ada salah.
"Brengsek, lo! Elo kan yang merencanakan hal ini? Elo sengaja kan bersekutu dengan rian, HAH." Arhan mengepalkan tangannya lagi hendak menghajarnya namun dihalangi beberapa anak buah ari.
"Sumpah, Bang. Bukan gue yang lakuin," elak Ari sembari menahan sakit diwajahnya yang memar.
"Terus kenapa, ada foto syahla diponsel elo?" tanya Arhan semakin geram.
Ari terdiam, "Abang buka ponsel milikku, itu privasi bang. Abang gak berhak menuduhku tanpa bukti," ujar Ari membela diri.
Arhan berseringai licik, "Buktinya elo dari tadi menghubungi seseorang, siapa? Rian, iya ari. Bagaimana bisa elo jadi pengkhianat sekarang?"
Arhan men-sugar rambutnya, menetralkan nafasnya yang kian tak pasti karena amarah.
"Kalau bukan karena Gala dan keluarganya, hidup kita sudah jadi gelandangan. Mamah naura dan om jen adalah orang baik, beruntung sekarang kita tidak hidup miskin. Berkat siapa? Berkat gala," tutur Arhan mengingatkan apa yang sudah terjadi dimasa lalu.
Tak lupa ia menatapnya dengan tajam, adik sepantinya itu harus punya pikiran yang sehat agar bisa kembali ke pemikiran awal, bahwa kita adalah saudara sehingga harus tolong-menolong bukan malah meributkan sesuatu apalagi didasari pengkhianatan.
"Apartemen ini baru dibeli gala tiga bulan yang lalu, hanya elo, gue dan gandi yang tahu tentang apartemen ini. Tak mungkin rian mengetahui tempat ini secepat itu tanpa pencarian dahulu, dia bukan preman dia orang asing yang datang untuk balas dendam ke negara ini," jelas Arhan yang gusar menceritakan kejanggalannya.
"Abang salah, mba jena juga tahu tentang apartemen ini," ujar Ari meralat pernyataan abangnya.
"Apa! Jena," Arhan semakin bingung, kepalanya terasa mudeng menyatukan tiap puzzle yang masih berantakan itu. "Ia tahu darimana?"
"Pasti gandi-lah, anak itu kan ember," ujar Ari dengan kesal menjawabnya.
Mereka tahu betul seperti apa jena kalau mencari gala, wanita itu akan melakukan segala cara untuk menemukan bos mereka saat ia menginginkannya, anehnya wanita itu selalu tahu apa yang gala lakukan.
Seperti sudah terobsesi, jena tak ingin melepaskan gala begitu saja, ia akan mencari cara agar bisa mendapatkannya. Keluarga gala yang lengkap dan bahagia itu membuat jena ingin menjadi salah satu keluarganya dengan menikahi Gala.
"Ikut gue, sekarang!" ajak Arhan melangkahkan kakinya keluar dari apartemen milik Gala yang disusul ari dibelakangnya.
Ruang keamanan yang mereka datangi sekarang, dimana pasti ada CCTV yang memperlihatkan jena datang ke apartemen tersebut. Seorang security tengah menunjukan rekaman nyata itu pada mereka, menit demi menit pun bergulir menontonkan lokasi yang membuat dua lelaki itu tercengang.
Mereka saling tatap pada satu pemikiran yang sama.
"Kita harus beritahukan bang gala," ujar Ari.
Arhan mengangguk paham, bosnya harus tahu sebelum sesuatu terjadi dan wanita itu harus mendapatkan hukuman yang setimpal sebelum benar-benar menjadi jahat.
Mungkin mulai sekarang syahla harus dijaga ketat demi keamanan istri dari bosnya tersebut, dan mereka akan menyiapkan beberapa anggota untuk pengawalannya.
"Sekarang jelaskan sama gue, kenapa elo punya foto syahla? Banyak pula," tanya Arhan.
"Sudah kubilang itu private, bang," jawab Ari menghela nafasnya.
"Abang tahu, perawat yang nolong gue saat kecelakaan di Garut, dia orangnya," ujar Ari memberitahukan pada akhirnya.
"Weh! Jangan bilang dia cewek yang elo taksir itu," tebak Arhan segera, tentu ia juga kaget bukan main.
"Sebelum menikah dengan bang Gala, gue yang mengejarnya lebih dulu. Tapi ia tahu gue mafia, jadi ia selalu takut deket sama gue," papar Ari dengan ujung ceritanya yang memilukan itu.
Bisa dibilang, sebelum dekat sudah ditolak.
Arhan terkekeh pelan, ia menyadari kesalah pahamannya, ia tepuk pelan pundak adiknya untuk memberikan ketenangan dan kekuatan untuk bersabar dan mengikhlaskan syahla.
Arhan tak menyangka jika ternyata ari tengah patah hati, lantaran cewek yang di taksirnya sudah jadi kakak iparnya, sudah seharusnya ia berhenti mengejar wanita yang sudah menikah itu.
"Ntar malam ke club, gimana?" ajak Arhan.
"Ok!" jawab Ari sambil mengangguk.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Selamat siang, Nona. Saya adalah evan, apa ada sesuatu yang anda butuhkan nona?" ujar lelaki yang berambut panjang sebahu dengan model layer yang sama seperti suaminya, ia terkesan formal dengan pakaian serba hitam.
"Kamu siapa? aku ada dimana?" tanya Syahla celingukan.
Pintu kembali terbuka, menampakkan seorang wanita yang berusia paruh baya namun garis kecantikannya masih terlihat. Wanita itu tersenyum padanya, menatapnya lembut dan juga tampak tulus tapi syahla tak ingin dibohongi, ia harus pergi dari tempat asing itu.
"Anda ada di rumah tuan, mari saya temani anda untuk makan siang!" wanita berpakaian serba hitam dengan kemeja putih tertutup blazer itu, menjawabnya sembari menundukkan kepalanya dengan hormat.
Mereka sangat formal seperti pekerja kantoran, itu yang ada dalam pikiran syahla namun itu juga yang membuatnya ketakutan, karena berpikir mereka adalah penjahat yang sudah menculiknya.
"Tuan, tuan yang mana? Aku bukan majikan kalian, keluarkan aku dari sini sekarang," bantah Syahla dengan kasar.
Syahla kembali berlari kearah pintu kaca, mendorongnya dengan paksa namun tetap saja tak bisa. Ia mendobraknya berusaha agar bisa membuka pintu tersebut, siapa yang tahu itu adalah jalan keluarnya namun semuanya sia-sia saja pintu itu tak bisa dibuka.
Pria dan wanita itu saling tatap, ada kelucuan yang bercampur dengan ketegangan dari wanita yang dibawa pulang majikannya dan saat tadi tuannya mengatakan "Ia istriku, layani dia seperti kalian melayaniku. Jangan membuatnya terluka apalagi menyentuhnya, kalian akan terima akibatnya nanti," peringatan yang sangat mengancam pekerjaan dan nyawa mereka.
"Bukankah suami anda adalah tuan gala, Nona. Beliau adalah majikan kami," kata wanita itu lagi menjelaskan.
Syahla menghentikan tindakannya, ia membalikkan badannya, pikirannya berputar dipenuhi banyak pertanyaan tentang kebenaran. "Apa benar yang dikatakannya?" tanyanya.
"Lalu, dimana suamiku?" Syahla berjalan ragu mendekati dua manusia berseragam formal itu.
"Mari ikuti saya, Nona!" ajak wanita itu.
"Tuan sedang meeting diruang kerjanya, Nona. Mari ikut kami!" timpal pria tersebut.
"Baiklah," jawab Syahla setuju. Tidak, lebih tepatnya ia akan mencari jalan keluar untuk kabur, ia harus tahu dimana keberadaannya kini.
Wanita itu berjalan lebih dulu dan syahla mengekorinya, sedangkan pria yang bernama evan itu berada dibelakangnya.
Mereka berjalan menyusuri koridor yang dihiasi beberapa koleksi barang antik, ada lukisan yang ia perkirakan mungkin mahal karena terlihat nama pelukisnya adalah orang terkenal yang pernah syahla dengar.
Ada juga pot dan guci yang entah antik atau bukan karena syahla tak tahu, yang ia lihat adalah ornamen dinding yang diwarnai sedemikian rupa, sehingga tampak klasik dan memancarkan kemewahan yang tergambar jelas dalam setiap ukiran tersebut.
Syahla takjub dengan rumah mewah itu, ia merasa seperti sedang dalam negri dongeng dengan kisah cinderella yang menikahi pangerannya. Ini bukan rumah tapi istana dan pangerannya adalah suaminya sendiri, Gala.
"Apa itu mungkin?" tanya syahla dalam hati.
Ia menundukkan kepalanya, ia tak tahu seberapa kaya suaminya sebagai penerus Askara group, bahkan dalam artikel yang dibacanya-pun ia tak paham soal bisnis properti karena ia hanya tahu ilmu medik.
Mereka masuk lift—ruangan yang bisa membawa manusia naik dan turun kelantai yang dituju—ia diam dan manut saja kemana mereka membawanya, karena ia sendiripun tak tahu jalan keluar dari istana itu.
Lantai 1, kesanalah mereka membawanya, syahla menghentikan langkahnya kala melihat ruangan luas nan mewah dengan barang atau furniture yang begitu tertata rapi di tempatnya.
Kursi yang memiliki pahatan sempurna seakan memiliki nilai estetik yang tinggi, sofa yang besar dan empuk juga lainnya sangat jauh dari yang pernah ia perkirakan. Aroma pewangi ruangan yang menguar menusuk hidungnya dan membuatnya tenang sekaligus lupa diri.
Saat hendak melangkah lagi, ia berpapasan dengan gala dan dua rekannya yang keluar dari sebuah kamar yang tak jauh darinya.
"Mas gala," panggil Syahla lembut.
Gala menoleh ke arah suara yang ia hapal pemiliknya, lelaki itu tersenyum lalu melangkah maju mendekati syahla. Mereka berpelukan erat, tak peduli ada orang yang melihatnya yang terpenting adalah perasaan lega yang mendalam, melihat orang yang menjadi pasangan kita dalam keadaan baik-baik saja.
"Sudah bangun?" tanya Gala yang diangguki syahla dalam dekapan hangat.
Ari meluruhkan pundaknya, melihat mereka rasanya seperti tertusuk satu duri tapi rasanya beribu-ribu duri.
"Kita ada dimana?" tanya Syahla, ragu tapi pada akhirnya ia bertanya juga.
"Di rumah gue, apartemen sudah tidak aman. Jadi kita tinggal disini mulai sekarang, gak apa-apa kan?" jawab Gala dan Syahla berdehem menjawabnya.
"Asal sama mas aja," ujar Syahla.
"Pasti." Gala mengusap punggung Syahla pelan.
"Sekarang, ayo kita makan siang!" ajak Gala melepaskan pelukannya.
Syahla kembali mengangguk untuk setuju.
Ari dan arhan berpamitan untuk melanjutkan pekerjaan mereka di kantor, sehingga hanya ada mereka berdua dimeja makan panjang yang sudah disediakan nasi beserta lauk pauknya.
Syahla tertegun melihat aneka masakan yang terlihat menggugah selera, ia baru tahu selama ini mungkin seperti ini suaminya setiap makan.
Jangan tanyakan apa saja yang ada diatas meja itu, karena selera orang kaya beda dengan orang miskin—tumis kangkung, karedok leunca dan ikan asin juga sambal terasi—karena yang tersedia disana adalah menu favorit gala semuanya termasuk salmon panggang.
Mereka makan dengan tenang ditemani para asisten dibelakangnya, untuk melayani jika mereka ingin menambahkan atau mencari makanan sesuai selera masing-masing.
Gala menambahkan ikan salmon kedalam piring syahla, "Makanlah, ini baik untuk memulihkan tenaga elo," ujarnya dengan lembut dan senyum penuh makna.
"Malam ini, mungkin bisa dicoba lagi," batin Gala.
Lelaki itu, makan sembari menatap syahla dengan pikiran yang dipenuhi rencana malam indah bergairah.
...
...
Sore menjelang malam, syahla membereskan pakaiannya kedalam lemari pakaian yang masih kosong, semua barang di apartemen miliknya sudah dikemas rapi dan dibawa ke hunian yang sekarang.
Jangan salah paham! Bukan ari atau arhan yang melakukan pengemasan pakaian wanita tersebut, mereka menyuruh salah satu pelayan wanita untuk datang ke apartemen, hanya untuk mengemas pakaian dan barang-barang milik wanita, karena mereka tak tahu apa saja barang milik syahla yang mungkin masih terpakai.
Syahla melihat gala yang tadinya tengah memainkan tabletnya melangkah ke arah pintu kaca, lelaki itu menggeser pintu yang hanya tertutup oleh kaca tebal dengan campuran kaca yang bermotif bunga dan buram.
Wanita itu menelan salivanya yang terasa pahit, ternyata cara membuka pintu itu adalah digeser bukan ditarik atau didorong.
Lalu apalah artinya ia mendobrak pintu, saat mencari celah untuk keluar dari istana yang ia kira tempat penculikan.
"Lelah aku membuka pintu itu tadi, nyatanya cara membukanya salah," gerutu Syahla menggigit bibir bawahnya.
Wanita itu menyusul gala yang berada di balkon, ia melihat halaman yang indah dengan taman bunga berwarna-warni, disana juga terlihat ada kolam ikan dengan ai mengalir yang dihiasi batu-batu yang tampak seperti karang.
Ada pohon cemara dan pohon lainnya yang membuat halaman itu tampak teduh, ada pula tempat bermain basket yang ada disebelah kiri rumah itu. Jika selengkap ini dirinya tak perlu keluar untuk sekedar jalan-jalan atau pun piknik, karena halaman rumahnya sudah terbilang cukup untuk menikmati hari santai tersebut.
"Indahnya," puji syahla dengan kagum.
"Iya, apalagi jika pagi hari. Elo bisa lihat matahari terbit dari sini," ucap Gala.
"Beneran, aku pengen lihat besok pagi," kagum Syahla tersenyum riang.
"Ponsel buat elo udah gue beliin besok baru nyampe, mulai sekarang pake itu. Jangan kemana-kemana tanpa seijin gue, ingat!" tutur Gala.
"Juga ... Ponsel itu tidak gratis." Gala menggantungkan ucapannya, sengaja biar penasaran.
Tapi syahla tak sebodoh itu, ia adalah gadis yang kepekaannya tinggi. Kata 'tidak gratis' membuatnya teringat pada kejadian kemarin malam bahkan rasanya masih segar.
Iya, setelah makan dengan ayam bakar spesial itu. Ujungnya suaminya minta malam pertama, kan.
"Ng ... Anu, bisa dicicil enggak?" tanya Syahla dengan malu dan polosnya.
Gala mengangkat sebelah alisnya, ia tak paham suer.
"Ponselnya gue bayar cash, apanya yang dicicil?" tanya pria itu.
"Malam pertamanya, aku ... lagi datang bulan," jawab Syahla pelan tapi masih terdengar jelas ditelinga gala.
"Oh, datang bulan," ulang Gala mengangguk-angguk mengira itu awal bulan baru, memang besok adalah tanggal satu.
Namun sekian detik ia mengingat kalimat itu adalah bulanan bagi seorang wanita, mengartikan bahwa wanita tersebut sedang tanggal merah atau tepatnya menstruasi.
"Apa!" pekik Gala baru menyadari sesuatu yang disebut penundaan.
Lelaki itu memejamkan matanya memalingkan pandangannya ke arah lain, ia jengah.
"Jadi, bisa dicicilkan?" tanya Syahla mengulang pertanyaannya.
"Iya, bisa," jawab Gala akhirnya.
"Iklannya banyak bener, sumpah," keluh lelaki itu.