NovelToon NovelToon
Tuan Muda Posesif Itu Adalah Suami Ku

Tuan Muda Posesif Itu Adalah Suami Ku

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:65.8k
Nilai: 5
Nama Author: ariyanteekk09

" jangan harap gue menerima lo sebagai istri gue.. lo harus ingat lo itu cuma anak pembantu. " tekan Gavin..

" tuan muda kira, saya juga mau menikah dengan lo.. tidak sama sekali tapi orang tua lo yang datang sama orang tua gue supaya bapak gue setuju, kalau gue menikah dengan lo. " jelas Alisha..

" jangan sampai semua orang di sekolah tau kalau kita suami istri.. apalagi gue juga punya pacar yang lebih cantik dari lo. "

" lo tenang aja, seisi sekolah tidak akan tau kok.. lo juga bukan tipe gue. " ketus Alisha..

Alisha di paksa menikah dengan tuan muda yang bernama Gavin.. Alisha ingin menolak tapi orang tuanya memaksa karena majikan mereka sangat baik kepada keluarga nya..

tuan willian yakin, Alisha dapat mengubah Gavin menjadi anak yang baik.. karena selama ini hidup Gavin bebas dan semaunya..

* apakah Alisha mampu mengubah sikap Gavin dan Sampai kapan pernikahan mereka bertahan. *

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ariyanteekk09, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 33

Rumah sederhana namun nyaman itu bermandikan cahaya senja. Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga kamboja dari halaman kecil di depan. Di dalam, William, mantan suami Vivian, sedikit terkejut melihat kedatangan Vivian dan Gladis. Wajah Vivian, yang dulu dikenalnya dengan kecantikan yang menyilaukan, kini terlihat lebih tegas, tetapi ada sorot keraguan yang terpancar dari matanya. Gladis, dengan dandanan glamornya, kontras dengan kesederhanaan rumah itu.

"Saya dan Gladis ingin bertemu Gavin," ujar Vivian, suaranya terdengar angkuh, namun ada getaran tertentu yang tak mampu disembunyikan.

William, yang hatinya telah menemukan kedamaian setelah menikah lagi dengan Aminah, seorang janda baik hati, hanya mengangguk tenang. Cinta untuk Vivian telah lama memudar, digantikan oleh rasa syukur atas kehidupan barunya. Dia mempersilakan mereka masuk.

Sementara Gladis sibuk mengagumi interior rumah yang rapi dan bersih, Vivian mengamati sekeliling dengan mata yang tajam. Rumah itu, yang dulu pernah menjadi saksi bisu pertengkaran dan kesusahan mereka, kini memancarkan aura damai dan kebahagiaan.

Perasaan bersalah mulai menggerogoti hatinya. Dia teringat akan keputusannya untuk bercerai, meninggalkan William dan Gavin karena ketidakmampuannya menghadapi kesulitan ekonomi. Kini, William tampak lebih sukses dan bahagia, tanpa dirinya.

"Mereka bisa hidup bahagia tanpaku," gumam Vivian dalam hati, rasa penyesalan menusuk relung hatinya. "Kenapa dulu aku memilih bercerai?"

William pergi memanggil Gavin, yang sedang berada di kamarnya. Dia harus memberitahu Aminah, istrinya, tentang kedatangan tamu tak terduga ini. Aminah, seorang wanita yang lembut dan pengertian, selalu mendukungnya dalam setiap langkah. Pernikahannya dengan Aminah telah mengubah hidupnya. Dia kembali dekat dengan Tuhan, hidupnya lebih tenang dan damai. Dia telah belajar menghargai hal-hal sederhana dalam hidup.

Gavin, yang mendengar kabar kedatangan ibunya, turun dengan ekspresi datar. Dia telah lama memaafkan ibunya, namun perasaannya masih campur aduk. Dia melihat ibunya berpakaian mewah, tampak kontras dengan kesederhanaan rumah ayahnya. Dia bertanya-tanya apa maksud kedatangan ibunya kali ini.

Gladis, yang melihat Gavin, mencoba mendekatinya dengan senyum manis. Rencananya untuk merebut hati Gavin dan mendapatkan kehidupan mewah masih berjalan. Namun, Gavin tampak acuh tak acuh. Dia tidak terkesan dengan kecantikan dan kekayaan Gladis.

Gavin turun, wajahnya datar. Melihat ibunya berdandan mewah, dia hanya mengangguk sekilas. Gladis, dengan senyum yang dibuat-buat, mencoba mendekat, "Hai Gavin, sudah lama ya kita nggak ketemu."

Gavin hanya menjawab singkat, "Hm." Matanya tak lepas dari ibunya. Ia melihat ada sesuatu yang berbeda di mata Vivian, sesuatu yang mirip penyesalan.

Vivian membuka suara, suaranya sedikit gemetar, "Gavin, Maafkan Mama. Mama tahu, Mama telah membuat banyak kesalahan. Meninggalkan kalian berdua, itu adalah keputusan terburuk dalam hidup Mama."

Gladis, merasa terabaikan, mencoba menyela, "Eh, Gavin, aku—"

Vivian memotongnya dengan tatapan tajam. "Gladis, ini bukan urusanmu." Kemudian, Vivian menatap Gavin lagi, "Mama menyesal, Gavin. Mama dulu terlalu mengejar materi, sampai melupakan kebahagiaan yang sebenarnya. Melihat kalian hidup bahagia di sini... Mama baru menyadari betapa bodohnya Mama."

Air mata mulai membasahi pipi Vivian. Gavin terdiam, memandang ibunya dengan perasaan yang campur aduk. Amarah, kecewa, dan sedikit simpati.

William masuk, menawarkan minuman yang di buat oleh Aminah "Tenanglah, Vivian," katanya lembut. "Kita semua sudah memaafkanmu."

Aminah, istri William, masuk dengan membawa kue. Ia tersenyum hangat pada Vivian, "Silakan duduk, makan kue dulu. Kita bicarakan semuanya dengan tenang."

Suasana menjadi lebih rileks. Aminah, dengan kelembutannya, mampu mencairkan suasana tegang. Gladis, yang merasa posisinya terancam, mencoba kembali menarik perhatian Gavin, namun Gavin tampak lebih tertarik pada percakapan antara ibunya dan ayahnya.

Vivian menceritakan kesulitannya setelah bercerai, bagaimana ia berjuang sendirian, dan betapa ia menyesali keputusannya. dia tidak terbiasa hidup susah.

Gavin mendengarkan dengan seksama. Ia melihat penyesalan yang tulus di mata ibunya. Ia pun mulai memahami kesulitan yang dihadapi ibunya. Namun, ia masih belum bisa langsung menerima ibunya kembali.

"Mama," kata Gavin akhirnya, suaranya masih datar, "Mama harus membuktikan penyesalanmu. Bukan dengan kata-kata, tapi dengan tindakan."

Vivian mengangguk, air matanya masih mengalir. "Mama mengerti, Gavin. Mama akan berusaha menjadi ibu yang lebih baik."

sebenarnya vivian tidak benar-benar menyesal, dia cuma ingin ambil simpati Gavin dan mantan suami nya.

Suasana hangat yang tercipta di penghujung pertemuan sebelumnya sirna begitu William dan Aminah pamit untuk menyiapkan makan malam. Vivian, yang semula menunjukkan penyesalan, kini kembali menunjukkan sikap angkuhnya. Tatapannya tajam tertuju pada Aminah, menilai setiap detail penampilan wanita itu. Aminah, dengan tenang, hanya tersenyum simpul, tidak terpengaruh oleh tatapan tajam Vivian.

"Dia... istri barumu?" tanya Vivian, suaranya terdengar sinis. Ia menunjuk Aminah dengan dagunya. setelah selesai makan malam.

William mengangguk, "Ya, Aminah. Istriku." Suaranya tegas, tanpa sedikitpun keraguan.

"Dia... biasa saja," ujar Vivian, mencoba menyembunyikan rasa tidak sukanya. "Tidak secantik diriku.."

Gavin, yang duduk di samping, mengerutkan dahi. Ia tidak suka melihat ibunya bersikap seperti ini. "Ma, cukup," katanya dengan suara rendah.

"Tidak, Gavin. Aku harus mengatakannya. Aku tidak suka dia," Vivian bersikeras. "Dia... mencuri suamiku."

William menatap Vivian dengan tatapan kecewa. "Vivian, kau harus berhenti. Aminah tidak mencuri siapapun. Kita sudah bercerai. Dan aku bahagia dengan Aminah."

"Bahagia?" Vivian tertawa sinis. "Kau hanya pura-pura bahagia. Kau menyesal meninggalkanku."

" bukan aku yang meninggal kan mu tapi kamu yang pergi dari sini dan menggugat cerai aku. " tegas wiliam.

"Tidak," bantah William tegas. "Aku tidak menyesal. Aku menemukan kebahagiaan yang sebenarnya bersama Aminah. Sesuatu yang tidak pernah kau berikan padaku."

Percakapan semakin memanas. Vivian terus melontarkan kata-kata pedas, mencoba menjatuhkan Aminah di mata William dan Gavin. Ia membanding-bandingkan Aminah dengan dirinya, menekankan keunggulannya di masa lalu.

Namun, Aminah tetap tenang. Ia tidak membalas serangan Vivian. Ia hanya tersenyum simpul, menunjukkan bahwa ia tidak terpengaruh oleh kata-kata kasar Vivian. Sikap tenang Aminah justru membuat Vivian semakin kesal.

Gavin, yang melihat ibunya semakin kehilangan kendali, berdiri dan menarik tangan ibunya. "Sudahlah, Mi. katanya tegas.

" mami silahkan pulang saja, jangan buat keributan di sini.. " usir Gavin.

Vivian masih ingin berdebat, namun ia akhirnya menurut. Ia meninggalkan rumah William dengan perasaan kesal dan kecewa. Ia gagal menghancurkan kebahagiaan William dan Aminah. Ia menyadari bahwa William benar-benar telah move on, dan ia telah kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kembali cintanya. Perjalanan pulang dipenuhi dengan keheningan, diselingi oleh sesekali isakan Vivian. Ia menyadari bahwa bukan hanya kehilangan suaminya, tapi juga kehilangan kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan anaknya.

gladis sedikit kesal dengan Vivian, kan rencananya mereka kesana untuk meminta gavin menikah dengan nya bukan begini, Vivian malah buat ulah. dan malah membahas tentang kehidupannya sendiri

gladis menatap Vivian dengan tajam nya, Vivian yang seolah mengerti langsung kembali diam..

1
Sandisalbiah
horang kaya mah bebas... gak sadar aja kalau sekaya apapun mereka juga bakal mati nantinya
Aska
Lastri ternyata mafia
Aska
smg Arga sm Al berjodoh
Aska
orang kaya tapi gak punya otak
Aska
suami pengecut takut gak dapet harta ortu dan takut gak bisa sukses, harusnya kau sebagai suami atau pria harus tegas punya pendirian, kita buktikan keortu mu tanpa mereka kau bisa sukses bkn nempel diketek ortu mu terus
Aska
ya gini bocah nikah muda 😄
Aska
rasain Lo Vin calon binik Lo lebih kejam dari ibu tiri 😄😄😄😄😄😄
Aska
nyimak dulu Thor
Zainul Ariyanti
terimakasih kak udah mampir/Pray/
kalea rizuky
lanjut donk bagus
kalea rizuky
moga Arga Alisa berjodoh
kalea rizuky
keluarga uler
kalea rizuky
moga keluarga nya sejahtera
kalea rizuky
males bgt Gavin pengecut
Sterling
Baper banget sama ceritanya.
Amalia Mirfada
Aku berharap kisah ini tidak berakhir terlalu cepat, cepat update ya!
Uryū Ishida
Saya sangat menyukai cara penulis menggambarkan suasana.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!