NovelToon NovelToon
Sebelum Segalanya Berubah

Sebelum Segalanya Berubah

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Dunia Masa Depan / Fantasi / TimeTravel
Popularitas:798
Nilai: 5
Nama Author: SunFlower

Rania menjalani kehidupan yang monoton. Penghianatan keluarga, kekasih dan sahabatnya. Hingga suatu malam, ia bertemu seorang pria misterius yang menawarkan sesuatu yang menurutnya sangat tidak masuk akal. "Kesempatan untuk melihat masa depan."

Dalam perjalanan menembus waktu itu, Rania menjalani kehidupan yang selalu ia dambakan. Dirinya di masa depan adalah seorang wanita yang sukses, memiliki jabatan dan kekayaan, tapi hidupnya kesepian. Ia berhasil, tapi kehilangan semua yang pernah ia cintai. Di sana ia mulai memahami harga dari setiap pilihan yang dulu ia buat.

Namun ketika waktunya hampir habis, pria itu memberinya dua pilihan: tetap tinggal di masa depan dan melupakan semuanya, atau kembali ke masa lalu untuk memperbaiki apa yang telah ia hancurkan, meski itu berarti mengubah takdir orang-orang yang ia cintai.

Manakah yang akan di pilih oleh Rania?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#1

Happy Reading...

.

.

.

Rania tiba di kantor lebih awal seperti biasanya. Ia baru saja menyalakan komputer ketika Jordi, kekasih sekaligus rekan kerjanya datang menghampiri. Ada senyum tipis di wajah pria itu. Senyum yang dulu membuatnya merasa nyaman. Tetapi belakangan terasa seperti pengingat bahwa Rania selalu menjadi penopang baginya.

“Ran, kamu sudah mengerjakan laporan presentasi yang kemarin aku minta, kan?” tanya Jordi dengan nada santai.

Rania menoleh, sedikit terkejut. “Itu tugas kamu, Jordi. Aku sudah punya banyak pekerjaan hari ini.” Tegur Rania.

Jordi menghela napas, seakan Rania tidak mengerti keadaan. “Aku tahu. Tapi kamu lebih cepat kalau soal begini. Lagipula, kita pasangan. Masa kamu tidak bisa bantu sedikit?” Protes Jordi.

Ucapan yang terdengar lembut itu menyimpan tekanan halus yang sulit ditolak. Dan Rania seperti biasa tidak mampu untuk menolak. “Baik, nanti aku kerjakan.” Ucap Rania akhirnya.

Jordi tersenyum puas. “Kamu memang paling bisa diandalkan.” Ucapnya sambil mengusap kepala kekasihnya itu.

Ketika pria itu pergi, Rania menatap layar monitor dengan perasaan campur aduk. Meski semua orang memuji kecerdasannya, dia sendiri merasa hidupnya tidak pernah benar-benar menjadi miliknya. Ia terbiasa diminta mengalah dalam keluarga, menjadi teman yang selalu mendengarkan tanpa pernah didengar dan menjadi pegawai yang selalu diminta melakukan lebih dari yang seharusnya.

.

.

.

Siang hari, saat Rania tengah merapikan draft laporan, Hana atasannya datang mendekat. “Rania, tolong selesaikan revisi klien A hari ini juga. Kamu bisa kan?”

Rania menatap tumpukan kerjaannya. “Bu Hana, saya sedang mengerjakan laporan dan ada analisis yang harus selesai sebelum...”

“Rania.” Hana memotongnya dengan nada tegas. “Kamu yang paling rapi dan teliti. Saya percaya kamu.”

Sekali lagi, Rania hanya dapat mengangguk. “Baik, Bu.”

Jam kerja hampir berakhir, tetapi Rania masih terpaku di depan layar komputer. Hampir semua pegawai sudah pulang, bahkan termasuk Jordi kekasihnya. Tidak ada pesan yang menanyakan apakah ia perlu bantuan. Tidak ada kekhawatiran apakah Rania sudah makan.

Teleponnya bergetar. Pesan dari ibunya muncul.

 Ran, Kapan kamu akan mentransfer mama. Mama butuh segera untuk membayar sekolah adik kamu.

Rania menghela napas. Satu lagi permintaan yang menambah beban di pundaknya.

Beberapa menit kemudian, pesan dari Jordi menyusul

Laporannya jangan lupa ya. Aku butuh untuk besok pagi.

Di dalam dirinya, ada sesuatu yang pelan-pelan retak. Selama ini ia menerima semua tuntutan tanpa protes. Namun malam itu, untuk pertama kalinya ia mulai mempertanyakan kehadiran orang- orang di hidupnya sendiri.

.

.

.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam ketika Rania kembali mengecek ponselnya. Tidak ada pesan, tidak ada panggilan bahkan tidak ada satu pun notifikasi yang menandakan bahwa seseorang peduli pada keberadaannya malam itu. Bibirnya melengkung tersenyum miris, senyum yang hanya muncul ketika ia tidak lagi bisa membedakan antara kecewa dan pasrah.

Ia menatap layar ponsel itu beberapa detik lebih lama, berharap ada sesuatu yang muncul tiba-tiba. Namun tetap saja kosong.

Rania menghela napas, lalu mulai merapikan barang-barang di meja kerjanya yang penuh berkas dan catatan. Tangan rampingnya bergerak pelan namun teratur, kebiasaan yang sudah terjadi dari tahun ke tahun. Menjadi seseorang yang harus selalu siap membantu orang lain.

"Apa setidak peduli itu mereka kepadaku?" Tanyanya di dalam hati, namun rasa sesaknya seakan memenuhi seluruh ruangan.

Setelah mematikan lampu di ruangannya, Rania berjalan menuju area parkir. Gedung kantor sudah sunyi, hanya terdengar suara langkahnya sendiri yang memantul di dinding-dinding kosong. Perjalanan pulang ditemani jalanan malam yang redup, lampu-lampu kota yang mulai padam satu per satu, dan pikirannya yang tidak pernah benar-benar bisa beristirahat.

Ketika tiba di rumah, suasana sama sunyinya. Rania menaruh tas di sofa lalu menuju meja makan. Di sana ada penutup makanan, sesuatu yang biasanya membuatnya merasa sedikit diperhatikan. Namun ketika ia membuka penutup itu, ia hanya menemukan piring kosong.

Tidak ada makanan sama sekali.

Ia memandangi meja makan itu beberapa saat, seolah tengah menegur dirinya sendiri karena masih memiliki harapan yang sama berulang kali. Rumah itu sunyi, bahkan terlalu sunyi untuk seseorang yang baru saja pulang setelah bekerja seharian.

Rania menarik napas dalam, menutup kembali penutup makanan itu perlahan. Kemudian ia mengambil kunci motor yang bergantung di dinding lalu keluar rumah tanpa suara.

Udara malam terasa dingin, namun cukup untuk mengusir rasa sesak di dadanya. Kompleks tempat tinggalnya mulai sepi, hanya ada beberapa rumah yang lampunya masih menyala.

Gerobak sederhana itu masih buka. Lampunya temaram, namun aroma harum bawang putih dan kecap langsung menyambut begitu ia mendekat.

“Selamat malam, Mbak Rania. Pulang lembur lagi?” sapa Pak Wawan, sang penjual, dengan nada ramah.

Rania menampilkan senyum kecil. “Iya, Pak. Seperti biasa.”

“Baik, Mbak. Nasi goreng biasa ya?”

“Iya, Pak.”

Pak Wawan mulai menumis bumbu di wajan panas. Suara gemerisik spatula beradu dengan wajan terdengar jelas di keheningan malam. Sementara itu, Rania duduk di bangku plastik di dekat gerobak, menatap jalanan yang kosong dan rumahnya yang tampak gelap dari kejauhan.

Tidak ada siapa pun yang menunggunya. Tidak ada orang yang menanyakan apakah ia sudah makan atau apakah ia lelah. Dan mungkin yang paling menyakitkan, tidak ada yang merasa kehilangan dirinya meski ia pulang selarut ini.

Beberapa menit kemudian, sepiring nasi goreng hangat tersaji di depannya. “Silakan, Mbak.”

“Terima kasih, Pak,” ucapnya pelan.

Rania makan perlahan, membiarkan kehangatan makanan itu mengisi sedikit ruang kosong di dalam hatinya. Meski sederhana, nasi goreng itu terasa lebih berarti daripada perhatian yang tidak pernah datang dari orang-orang terdekatnya.

Dalam kesunyian malam, Rania kembali merenungkan hidupnya. Selama ini ia selalu menjadi seseorang yang mengutamakan orang lain, keluarga, teman bahkan kekasihnya. Namun ia jarang sekali mengutamakan dirinya sendiri.

Sambil menatap langit malam yang mulai berawan, Rania bertanya dalam hati, mungkin untuk pertama kalinya:

Apakah hidupku hanya tentang membahagiakan orang lain?

Atau apakah aku juga berhak merasa diperhatikan?

Pertanyaan itu menggantung di udara, seolah menjadi pengingat untuknya. Sebuah kenyataan yang perlahan mulai disadarinya bahwa dirinya berhak untuk lebih dari sekadar menjadi pilihan terakhir dalam hidup siapa pun.

.

.

.

Jangan lipa tinggalkan jejak...

1
Erni Kusumawati
nyesek bgt jd Rania😭😭😭😭
Puji Hastuti
Seru
Puji Hastuti
Masih samar
Puji Hastuti
Semakin bingung tp menarik.
Erni Kusumawati
masih menyimak
Puji Hastuti
Menarik, lanjut kk 💪💪
Erni Kusumawati
duh.. semoga tdk ada lagi kesedihan utk Rania di masa depan
Puji Hastuti
Masih teka teki, tapi menarik.
Puji Hastuti
Apa yang akan terjadi selanjutnya ya, duh penasaran jadinya.
Puji Hastuti
Gitu amat ya hidup nya rania, miris
Erni Kusumawati
luka bathin anak itu seperti menggenggam bara panas menyakitkan tangan kita sendiri jika di lepas makan sekeliling kita yg akan terbakar.
Erni Kusumawati
pernah ngalamin apa yg Rania rasakan dan itu sangat menyakitkan, bertahun-tahun mengkristal dihati dan lama-lama menjadi batu yg membuat kehancuran untuk diri sendiri
Erni Kusumawati
mampir kk☺☺☺☺
chochoball: terima kasih kakak/Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
Puji Hastuti
Carilah tempat dimana kamu bisa di hargai rania
Puji Hastuti
Ayo rania, jangan mau di manfaatkan lagi
Puji Hastuti
Bagus rania, aq mendukungmu 👍👍
chochoball: Authornya ga di dukung nihhh.....
total 1 replies
Puji Hastuti
Memang susah jadi orang yang gak enakan, selalu di manfaatkan. Semangat rania
Puji Hastuti
Kasihan rania
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!