Tak kunjung memiliki keturunan, Amira terpaksa harus merelakan Suaminya menikah lagi dengan perempuan pilihan Ibu Mertuanya.
Pernikahan Amira dan Dirga yang pada awalnya berjalan harmonis dan bahagia, hancur setelah kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
"Meski pun aku ingin mempertahankan rumah tangga kita, tapi tidak ada perempuan di Dunia ini yang rela berbagi Suami, karena pada kenyàtaan nya Surga yang aku miliki telah terenggut oleh perempuan lain"
Mohon dukungannya untuk karya receh saya, terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rini Antika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 ( Surga Yang Terenggut )
Regina pura-pura terkejut ketika mendengar suara Dirga yang saat ini sudah berdiri di belakangnya
"Mas sudah pulang? Maaf ya aku tidak menyambut kedatangan Mas, soalnya aku tidak mendengar suara mobil Mas," ucap Regina.
Regina bergegas menghampiri Dirga, kemudian dia mencium punggung tangan Dirga serta mengambil tas kerja Suaminya tersebut.
"Iya, tidak apa-apa," ucap Dirga dengan lembut sehingga membuat Regina salah tingkah dibuatnya.
Bu Meri kembali angkat suara untuk membahas Regina yang masih belum hamil juga. Beliau menyarankan supaya Menantu kesayangannya tersebut melakukan pemeriksaan pada Dokter kandungan.
"Regina, Mama kecewa karena sekarang kamu malah membela perempuan mandul itu. Tapi untuk saat ini Mama masih bisa memakluminya karena kamu pasti takut dengan ancaman dia."
"Maaf Ma, Regina tidak bermaksud seperti itu. Mbak Amira memang benar-benar baik. Selama ini kita sudah salah paham sama dia."
"Sudahlah, Mama tidak mau mendengar kamu membahas dia lagi. Sebaiknya besok kamu periksakan kondisi kandungan kamu. Kebetulan Mama punya rekomendasi Dokter kandungan terbaik dari Teman Mama. Namanya Dokter Arini," ucap Bu Meri.
"Baik Ma. Besok Regina akan pergi ke klinik Dokter Arini."
Dirga yang mendengar perkataan Regina pun mengusulkan diri untuk mengantar Istri keduanya tersebut melakukan pemeriksaan, karena Dirga memiliki niat untuk melakukan tes kesuburan.
"Besok kebetulan aku sedang libur bekerja, jadi aku bisa mengantar kamu, biar sekalian aku akan melakukan tes kesuburan," ucap Dirga.
Bu Meri tidak terima ketika mendengar Dirga ingin melakukan tes kesuburan, apalagi dia yakin jika Dirga tidak mungkin bermasalah.
"Apa maksud kamu Dirga? Untuk apa kamu repot-repot melakukan tes kesuburan segala? Sudah pasti kamu itu subur, Dirga."
"Ma, dengan melakukan tes kesuburan, kita bisa tau siapa yang sebenarnya mandul. Kasihan Amira dan Regina karena selalu Mama tekan untuk memberikan keturunan, bahkan dengan teganya Mama memanggil Amira dengan sebutan mandul. Bagaimana jika kenyataannya Dirga yang mandul?"
"Tidak, tidak mungkin kamu mandul, kita tidak memiliki keturunan penyakit memalukan seperti itu," ujar Bu Meri.
"Sekarang Mama pikir baik-baik. Dirga dan Amira sudah menikah selama lima tahun lebih, tapi Amira tidak kunjung hamil juga, padahal Dokter bilang kalau kandungan dia baik-baik saja, bahkan Dokter bilang Amira sangat subur."
"Mungkin saja kan Amira berbohong dengan hasil pemeriksaannya. Siapa tau sebenarnya dia memang mandul," ucap Bu Meri yang masih saja menyalahkan Amira.
"Tidak mungkin Amira berbohong, apalagi Dirga selalu mengantar dia saat mengambil hasil pemeriksaan. Ma, sekarang sudah terbukti bukan hanya Amira saja yang belum hamil, karena setelah Dirga menikah selama lima bulan dengan Regina, dia belum kunjung hamil juga. Jika Dirga melakukan tes, kita akan tau siapa yang sebenarnya bermasalah supaya Mama tidak terus-terusan menyalahkan Amira dan Regina."
"Tapi_"
Perkataan Bu Meri terhenti karena Dirga langsung memotongnya.
"Tidak ada tapi-tapian. Keputusan Dirga sudah bulat dan tidak dapat diganggu gugat."
......................
Setelah Amira pulang bekerja, Dirga juga mengatakan tentang rencananya yang akan melakukan tes kesuburan.
"Sayang, besok Mas mau mengantar Regina memeriksa kandungannya. Mas juga mau sekalian melakukan tes kesuburan."
"Memangnya Mama setuju? Bukannya dari dulu Mama selalu yakin kalau Mas Dirga tidak bermasalah," ujar Amira.
"Mas tidak mau Mama terus-terusan memojokan kamu dan Regina. Mungkin saja sebenarnya Mas yang mandul makanya kalian berdua tidak kunjung hamil juga," ucap Dirga.
Amira tersenyum kecut mendengar perkataan Dirga. Ada rasa kecewa dalam hatinya karena Dirga baru kepikiran untuk melakukan tes kesuburan sekarang. Seandainya Dirga melakukannya dari dulu, mungkin semuanya tidak akan menjadi seperti saat ini.
"Kenapa baru sekarang Mas berani melakukan tes kesuburan? Kenapa tidak dari dulu sebelum Mama meminta Mas Dirga menikahi perempuan lain?" tanya Amira.
Mata Amira memerah karena menahan tangis dan amarah yang bercampur menjadi satu.
"Sayang, maaf karena dulu Mas tidak punya keberanian untuk melawan semua perkataan Mama," ucap Dirga.
"Selama ini Mas memang tidak pernah tegas menjadi Suami. Apa Mas harus melihat aku terluka dulu baru Mas bisa menyadarinya?" ucap Amira.
"Sayang, Mas mohon jangan berkata seperti itu. Selama ini Mas sama tersiksanya dengan kamu. Apa kamu pikir Mas bahagia karena memiliki dua Istri? Tidak Amira, Mas justru semakin tersiksa karena tanggung jawab Mas di Dunia dan Akhirat semakin bertambah."
"Sudahlah Mas, aku tidak mau mendengar alasan apa pun lagi. Sebaiknya sekarang Mas ke luar dari kamar ku, jangan sampai Istri kesayangan Mas mencari ke sini dan menuduh ku mencuri jatahnya lagi," ucap Amira dengan ketus.
Dirga menghela napas panjang, apalagi semenjak Amira bekerja, dia merasa sifat Amira berubah.
"Sayang, kenapa sekarang kamu berubah? Mana Amira yang dulu?" tanya Dirga.
"Amira yang dulu sudah mati. Aku juga berubah karena kalian yang memaksanya."
"Tidak. Kamu berubah setelah bekerja. Apa Rendra yang sudah menghasut kamu?" tanya Dirga.
"Cukup Mas. Jangan pernah membawa Rendra dalam masalah rumah tangga kita. Apa Mas tidak pernah mendengar jika ada pepatah yang mengatakan apabila seorang perempuan memiliki uang, dia tidak akan membutuhkan lelaki. Akan tetapi sebaliknya, jika lelaki yang memiliki uang, dia tidak akan cukup hanya dengan satu perempuan," ujar Amira.
"Apa maksud kamu berbicara seperti itu? Jadi kamu sudah tidak membutuhkan Mas lagi?" tanya Dirga dengan terus mencoba menahan amarahnya.
"Aku bukan tidak membutuhkan Mas Dirga, tapi aku ingin belajar mandiri supaya tidak selalu bergantung kepada Mas. Apalagi pada kenyataannya Mas bukan hanya milikku saja, karena raga dan cinta Mas sudah terbagi dengan Regina," ucap Amira dengan berusaha bersikap tegar di hadapan Dirga.
Dirga termenung mendengar perkataan Amira. Amira memang benar jika kebanyakan lelaki yang memiliki banyak uang tidak akan cukup dengan satu wanita, tapi semua itu tidak berlaku untuk seorang Dirga, karena dari awal sampai akhir, cinta Dirga hanya untuk Amira.
Meski pun sekarang aku memiliki dua Istri, tetapi pada kenyataannya hanya kamu yang mampu menggetarkan hatiku, Amira. Ucap Dirga dalam hati.
......................
Waktu saat ini sudah menunjukan pukul dua dini hari, tapi Sinta masih belum pulang juga sehingga membuat Bu Meri khawatir.
"Kemana Sinta? Kenapa dia masih belum pulang juga?" gumam Bu Meri dengan mondar mandir seperti setrikaan.
"Mama kenapa belum tidur?" tanya Vania ketika ingin mengambil air minum ke dapur.
"Bagaimana Mama bisa tidur jika sampai sekarang Kakak kamu masih belum pulang juga. Mama khawatir terjadi sesuatu yang buruk terhadap Sinta, apalagi handphone dia tidak aktif," jawab Bu Meri.
Vania menghela napas panjang ketika mengetahui kalau Kakak perempuannya masih belum pulang.
"Bukannya Kak Sinta sudah biasa pulang tengah malam ya?" ujar Vania.
"Tapi sekarang sudah hampir jam dua pagi. Sinta juga tidak pernah pulang lebih dari jam dua belas malam. Entah kenapa perasaan Mama gak enak terus," ujar Bu Meri.
"Ma, sudah berapa kali Vania bilang kalau Mama jangan terlalu memanjakan Kak Sinta."
"Vania, kamu tidak usah ikut-ikutan menceramahi Mama. Wajar saja kalau Mama memanjakan Sinta, apalagi selama ini cuma Sinta yang mengerti serta selalu mendukung Mama, tidak seperti kamu dan Dirga yang lebih memilih membela perempuan mandul itu."
"Ma, seorang Ibu boleh memanjakan Anaknya, tapi harus sewajarnya dan tidak boleh berlebihan. Jika Mama terus-terusan memanjakan Kak Sinta, kapan Kak Sinta akan belajar mandiri?"
"Vania juga tidak bermaksud menceramahi Mama. Vania hanya takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap Kak Sinta. Tidak baik jika seorang perempuan keluyuran malam-malam, apalagi sampai main ke klub malam."
"Cukup Vania, sebaiknya sekarang juga kamu pergi dari sini. Keberadaan kamu hanya membuat Mama semakin mencemaskan Sinta saja."
Prang
Bu Meri dan Vania terperanjat kaget ketika mendengar suara bingkai foto Sinta yang pecah karena terjatuh.
*
*
Bersambung