Hiera seorang gadis yang selalu mendapat perundungunan, baik di kampus maupun di keluarga sendiri.
suatu malam dia disiksa ibu tiri dan keluarganya hingga meregang nyawa, tubuhnya pun dibuang ke sebuah jurang.
Hiera nyaris mati, namun sesuatu yang tak terduga terjadi dan memberinya kesempatan kedua.
apakah Hiera mampu bangkit dan membalas orang orang yang telah menyakitinya?
yuk ikuti kisahnya dalam cerita SANG TERPILIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aludra08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
03
Hiera pamit berangkat kuliah pada Valia yang terlihat masih ber malas-malasan di tempat tidur. Valia memang sudah tidak kuliah, Hari harinya kini dia jalani dengan bekerja di sebuah restauran cepat saji.
Hiera meminjam sebuah pakaian pada Valia, kemeja yang dia pakai kemarin sudah tidak berbentuk. Kini dia memakai gaun terusan semata kaki dengan detail bunga bunga. Sebuah pakaian yang sudah ketinggalan jaman itu tampak kedodoran di tubuh Kaiyo. Bukan, bukan tubuh Valia yang gemuk, tapi memang tubuh Hiera yang terlalu kurus.
Hiera melangkah memasuki fakultas dengan hati was-was. Dia takut sekali ketemu Hanna dan gengnya. Apalagi setelah kejadian di pantai kemarin, dan juga karena dia tidak pulang ke rumah semalam.
Hiera telah menyiapkan mentalnya untuk menghadapi geng empat itu.
Sesampainya di kelas Sastra, dia menghempaskan tubuhnya pada kursi belajarnya. Mata sebiru samudera itu menatap sekeliling kelas, tidak ada Hanna dan ketiga temannya di sana. kemana mereka? Namun Hiera dapat bernafas lega.
Jam pelajaran pun dimulai. Hari ini Dosen membahas pelajaran mitologi.
Dosen sedang menerangkan sebuah mitologi tentang Ocean heart yang hilang ratusan tahun yang lalu, yang konon telah dicuri seseorang demi kepentingan pribadi. Konon ocean heart bisa membuat manusia jadi immortal.
Hiera sebenarnya malas-malasan mendengarkan nya, dia tak percaya mitos, bagi dia itu hanya tahayul.
Semua mata kuliah hari ini telah selesai, buru buru Hiera membereskan buku bukunya. Dia harus segera pulang.
Hiera yakin keluarganya sedang tidak ada di rumah, karena tidak melihat Hanna masuk kuliah hari ini. Dia harus sampai ke rumah sebelum mereka.
Hiera berjalan terburu buru sepanjang koridor kampus. "BRUKK!" tubuhnya bertabrakan dengan seorang laki laki.
"Hei, hati hati,"
"Maaf!" Potong Hiera.
"Hiera," laki laki itu menyebut namanya.
"Eh, emhh Hugo," ucap Hiera setengah mengingat. Dan dia juga ingat telah dipinjami jaket waktu di pantai Tidaria.
"Astaga, lagi lagi kita bertabrakan ya, apa mungkin kita ini jodoh?" Hugo mengajak berseloroh. Namun wajah Hiera kaku bagai kayu.
"Maaf, aku terburu buru, jaketmu belum bisa aku kembalikan karena belum di cuci, nanti setelah bersih baru aku kembalikan ya. Sekarang aku permisi dulu." Hiera membungkukkan badannya,kemudian buru buru pergi.
"Hei, hei..tunggu!" Panggil Hugo. Namun gadis itu tanpa menoleh lagi telah jauh berlalu.
"Ckckck, sungguh gadis yang aneh". Gumam Hugo.
***
Hiera melangkahkan kakinya ke halaman rumah yang sangat megah di kawasan elite. Rumah ini adalah rumah peninggalan orang tuanya. Namun sayangnya Hiera tidak bisa menikmatinya. Sejak ibunya meninggal, ayahnya telah "membuangnya" ke gudang belakang rumah. Gudang yang letaknya terpisah dari rumah induk.
Gudang kumuh yang tidak layak dijadikan tempat tidur. Barang barang bekas teronggok di satu bagian pojok ruangan itu. Hiera menutupinya dengan kain hitam supaya terlihat sedikit rapi.
Tak ada barang mewah milik Hiera di ruangan itu. Hanya ada satu lemari tua tak berpintu tempat Hiera menyimpan semua barang barangnya dan satu buah kasur busa tipis yang sudah usang.
Ironis memang, sebagai pewaris harta kekayaan keluarga Starlight, dia harus mengalami hal seperti ini, bahkan kamar para pembantu di rumah ini lebih mewah daripada kamar yang ditempatinya. Rupanya ayahnya menempatkan derajatnya lebih rendah dari para pembantu di rumah ini.
Hiera mengambil handuk yang tergantung di paku kemudian pergi ke kamar mandi yang terletak bersebelahan dengan gudang itu.
Hiera menyiram tubuh lelahnya. Air yang dingin dan segar mengguyur tubuhnya. Dia jadi sedikit lebih rileks.
Hiera bercermin pada cermin kecil yang ia pasang di kamar mandi itu. memar membiru di dekat sudut bibirnya sudah sedikit memudar. Hiera mendesah.
Dia kembali melangkah ke dalam kamar gudang, kemudian menggelarkan kasur busa yang telah usang itu, mengambil bantal kemudian merebahkan diri. Lelah lahir batin membuat dirinya tertidur lelap.
Hiera terjaga dari tidurnya ketika dirasakannya perutnya perih minta di isi.
Hiera melihat jam dinding usang yang tertempel di dinding kamarnya, baru pukul sebelas malam.
Hiera beranjak ke rumah induk, masuk lewat pintu belakang menuju dapur.
Melihat meja makan, ada sisa sisa makanan kemarin.
Baru saja Hiera hendak makan, terdengar suara suara d*****n dan erangan.
Hiera mengerutkan keningnya, penasaran, dia beranjak dari duduknya dan pergi ke tengah rumah.
Suara itu semakin jelas dan ternyata sumbernya berasal dari sebuah kamar.
Rasa ingin tahu Hiera semakin besar, perlahan dia mendekati pintu kamar Hanna. Ternyata pintu kamar Hanna sedikit terbuka. Hiera mengintip dari balik pintu, dan matanya yang biru itu terbelalak lebar.
Di dalam kamar, sepasang manusia sedang bergumul tanpa busana sehelai pun. Erangan demi erangan terdengar saling bersahutan, saling memacu b*r*hi. Dan yang lebih membuat kaget Hiera adalah ketika melihat wajah laki laki yang sedang bergumul dengan Hanna.
"Mark..!" Pekiknya tertahan.
Dada Hiera seperti direnggut dari tempatnya kemudian diremas begitu kuat, rasa sakitnya jangan ditanya. Hatinya telah tercabik tak berbentuk melihat lelaki yang sangat ia cintai dan ia percayai sedang meniduri adik tirinya sendiri. Air matanya pun meleleh tanpa bisa ditahan.
Tanpa Sadar tangan Hiera mendorong pintu itu hingga terbuka lebar, matanya yang telah basah oleh air mata menatap nanar dua insan yang sedang memadu cinta itu.
Anehnya baik Hanna atau Mark tidak kaget melihat kehadiran Hiera. Mereka tak menghentikan perbuatan bejat mereka.
Hanna malah terlihat semakin bergairah percintaannya dilihat Hiera. Hanna melihat ke arah Hiera dengan senyum mengejek. Dia semakin liar menggoyangkan pinggulnya di atas tubuh Mark dengan desahan dan erangan yang semakin terdengar memuakkan di telinga Hiera
Hiera memejamkan matanya, menutup kedua telinganya. Dia harap ini hanyalah mimpi buruk dan dia akan segera terbangun.
Namun desahan penuh kenikmatan itu malah kian panas dan semakin menjadi diakhiri lenguhan panjang penuh kenikmatan sepasang manusia bejat itu.
Hiera merasa mual dan jijik. Wajahnya telah bersimbah air mata.
Hanna keluar dari kamar diikuti Mark, wajah dan rambut mereka terlihat semrawut. Hanna membenahi piyama tidurnya. Sementara mark hanya mengunakan celana boxer dan kaos oblong.
Mata Hiera menatap Nyalang pada Mark.
"Mark! Kenapa? Kenapa kau lakukan itu! Kenapa tega mengkhianatiku?!" Teriak Hiera.
Hanna tertawa terbahak, dia melingkarkan kedua tangannya ke leher Mark, kemudian mencium pipi laki laki itu. Mark hanya memberikan smirk nya.
"Jelaskan padanya sayang? Oh atau biar aku yang menjelaskannya." Ucap Hanna sambil mencium bibir Mark.
"Hiera, Hiera, betapa naifnya dirimu. Kau pikir cowok sekeren dan setampan mark bisa benar benar mencintai gadis bodoh sepertimu? Kau ngaca lah dulu Hiera." Ejek Hanna.
Tatapan mata Hiera penuh amarah, apakah dia telah dipermainkan. Mark yang selalu terlihat perhatian dan sayang padanya, di depan Hanna terlihat tak lebih dari seekor anjing penjilat.
"Baiklah aku jelaskan, Mark adalah kekasihku, aku yang menyuruhnya untuk mendekatimu, dan hahaha kau dengan mudah terjerat dalam permainan ini. Aku menyuruh Mark merayu mu agar kau mau menyerahkan harta kekayaanmu. Namun ternyata, kau sungguh teguh pendirian, Sekarang aku gak mau banyak bicara lagi, cepat tanda tangani dokumen penyerahan harta ini!" Ucap Hanna sambil melemparkan lembaran dokumen pada Hiera.
***
Mata Hiera memandang penuh benci pada Hanna, ingin rasanya dia membunuh gadis tak punya hati ini.
"Tidaaaaak! Aku tidak akan pernah menyerahkan kekayaan keluargaku padamu, cuih!" Jerit Hiera tiba tiba.
"kalau kau tidak mau menyerahkan hartamu pada kami, maka kau harus pergi dari Sini!" Margareth, ibu tiri Hiera tiba tiba datang dan langsung menendang Hiera, membuat tubuh gadis itu jatuh terjerembab.
Margareth kembali menghampiri Hiera. Dia menjambak rambut Hiera hingga membuat gadis itu meringis kesakitan.
Margareth semakin kalap menyiksa Hiera ketika melihat wajahnya. Dia benci wajah itu, wajah yang mirip dengan Marina Starlight, wanita yang selalu lebih unggul dalam segala hal dari dirinya, hingga menumbuhkan rasa iri dan dengki di hatinya. Hiera memang mirip ibunya.
Margareth menampar wajah Hiera membabi buta, tak puas hanya dengan itu, Margareth juga meludahi wajah gadis malang itu.
Hiera menjerit, merintih menahan Sakit.
"Cepat tanda tangani dokumen ini, atau kau angkat kaki dari rumah ini!" Ancam Margareth.
"Tidaaaaak! Aku tidak akan menyerahkan kekayaan ibuku pada kalian! Ini milikku, kalianlah yang harus keluar dari rumah ini!" Jerit Hiera histeris. Dia sudah lelah mengalah dan diam, malam ini dia bertekad untuk melawan.
"Oh rupanya kau mau mati, baiklah.." Margareth memberi isyarat pada dua pembantunya agar memegangi tangan Hiera.
Hiera memberontak berusaha melepaskan diri. Namun usahanya sia sia, para pembantu keparat itu begitu kuat mencengkram nya.
Siksa dia sampai dia mau menanda tangani dokumen ini, Jack!" Margareth menyuruh suaminya yang adalah ayah kandung Hiera.
Jack menyeringai, dia membuka gesper yang dia pakai, kemudian mulai mencambuk tubuh Hiera dengan gesper itu.
Bagian kepala gesper besi itu menyentuh tubuh Hiera dengan keras, membuat gadis itu menjerit kesakitan.
Jack mencambuk tubuh Hiera membabi buta, erangan, jeritan dan tangisan kesakitan Hiera bagai nyanyian merdu di telinga Jack.
Tubuh Hiera bergetar, menahan rasa sakit yang menyiksa tubuhnya itu. Kulit tubuhnya telah penuh bekas cambukan, biru lebam dan darah. Bahkan darah dari luka cambukan telah merembes membasahi pakaiannya.
"Mama, aku tak kuat lagi". rintih Hiera nyaris tak terdengar. Sungguh dia ingin agar Tuhan segera saja mencabut nyawanya detik itu juga.
Seringai menghiasi wajah Margareth dan Hanna, mereka sangat puas melihat Hiera disiksa sedemikian rupa oleh ayahnya. Sementara Mark hanya memandang ngeri melihat kekejaman mereka.
"Dasar gadis bodoh keras kepala, kenapa tidak menyerah saja dan tanda tangani dokumen ini!" Seru Margareth jengkel melihat Hiera yang belum juga menyerah.
"Tidak akan, aku tidak akan pernah menyerahkan harta ibuku pada keluarga ular seperti kalian," Raung Hiera. "Cuih!" Hiera meludahi Wajah Margareth.
Margareth merasa sangat jijik ketika ludah itu memercik ke wajahnya, dia jadi sangat kalap hingga wajahnya terlihat kelam.
Sesaat kemudian Margareth menjejali mulut Hiera dengan sebuah cairan. Lidah Hiera merasakan pahit dan panas yang menyengat.