Kisah CEO dingin dan galak, memiliki sekretaris yang sedikit barbar, berani dan ceplas-ceplos. Mereka sering terlibat perdebatan. Tapi sama-sama pernah dikecewakan oleh pasangan masing-masing di masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Favreaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
"Mom tidak suka kamu menyakiti perasaan Cassandra!"
Rahang Alvaro mengeras, matanya berkilat marah, mendengar perkataan ibunya.
"Aku harap mom tidak tertipu dengan sikap palsunya. Mom akan kaget kalau tau siapa dia sebenarnya. Dia itu ular! Aku tidak memberitahu mom, karena ingin melindungi kesehatan jantung mom."
"Kamu tidak usah memutar balikkan fakta! Cassandra bilang, kamu yang sudah berselingkuh dengan perempuan itu. Perempuan yang dia temui saat kalian makan di restoran."
"Mom, coba teleponnya di loudspeaker."
"Sudah."
"Dengar Cassandra, kalau kamu masih mengotori pikiran ibu saya dengan kalimat-kalimat dustamu, lihat saja apa yang bisa saya lakukan. Bukan ibu saya saja yang akan tahu kelakuan kamu, tapi seluruh Indonesia akan tahu!" ancam Alvaro dengan suara tegas. dia sudah muak dengan kelakuan wanita itu.
"Alvaro, kamu apa-apaan main ancam begitu? Nggak lucu, tau!" suara Cassandra terdengar panik. Tapi Alvaro adalah orang yang tidak bisa diajak kompromi, kalau itu sudah membuat dia marah. Tak akan ada orang yang bisa mempengaruhi apalagi mengintimidasinya.
"Sekarang mom lihat, video apa yang aku kirimkan ke ponsel mom!"
Hening sejenak, yang terdengar hanya gerasak-gerusuk. Mungkin Neysa sedang mengeluarkan ponselnya. Sampai terdengar suara Cassandra yang panik.
"No tante, jangan lihat itu, itu bohong dan cuma editan!"
"Diam Cassandra, jangan halangi tante. Tante ingin tahu, apa sebenarnya yang Alvaro kirimkan."
Setelah itu tak terdengar suara apa-apa lagi karena sambungan telepon sudah terputus. Alvaro pun kembali menyimpan ponselnya di dalam saku kemejanya.
"Pak Alvaro, saya cape, saya mau pulang sekarang."
Elena yang dari tadi diam mulai kesal. Cepat-cepat dia mengambil tasnya yang ada di atas sofa.
"Saya pulang dulu."
Tapi Alvaro langsung menahan tangan Elena. "Saya antar."
"Lina cepat kemasin gaun tadi dan gaun lain yang dia sukai."
"Gak mau, gak usah! Saya lebih baik pake gaun lain yang ada di rumah dari pada harus bayar mahal gaun itu." protes Elena, ingin menghalangi Lina yang akan melakukan perintah Alvaro. Tapi Alvaro menarik tangan Elena dan memojokkan tubuh gadis itu ke tembok. Mengunci tubuh Elena diantara dinding dan tubuhnya. Elena panik, sampai detak jantungnya berdegup cepat.
"A-anda mau ngapain? Saya mau pulang, minggir!"
Tatapan tajam Alvaro menghujam mata gadis itu. Wajah mereka hanya berjarak beberapa centi saja.
"Saya akan menghukum kamu jika kamu terus melawan saya." Suara Alvaro pelan namun tegas. Raut wajahnya datar tapi buat Elena, ini seperti sebuah ancaman.
"Lepasin saya!" pinta Elena dengan suara bergetar.
Alvaro tersenyum sinis. "Kenapa? Kamu takut?"
Elena merasa gugup tapi juga merasa tertantang harga dirinya.
"Saya gak takut, tapi gak suka saja cara anda memperlakukan saya."
"Memangnya apa yang saya lakukan?"
Alvaro semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Elena. Tapi mata elangnya menjadi gugup saat jatuh pada kuntum yang merah merekah, seakan meminta untuk dikecup. Dada mereka semakin berdegup kencang. Tanpa sadar Elena menutup matanya erat-erat. Ia tidak ingin pesona di wajah Alvaro, membuatnya jadi lupa diri.
Tiba-tiba, Lina kembali datang dan sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya.
Dia mengira kalau Alvaro akan mencium Elena.
"Ma-maafkan saya. I-ini gaunnya sudah saya siapkan, tuan."
Alvaro menoleh ke arah Lina. Masih dalam posisi kedua tangannya mengunci tubuh Elena dan wajahnya ternyata terlalu dekat dengan wajah gadis itu. Dia jadi grogi sendiri. Hampir saja dia tergoda untuk mencicipi manisnya bibir merekah sang sekretaris.
"Simpan saja di mobil!" perintahnya.
Suara Alvaro sedikit meninggi untuk menghilangkan rasa gugupnya.
"Lepas ih!" Elena mendorong tubuh Alvaro. Akhirnya dia bisa terlepas dan segera berlari dari situ. Tapi lagi-lagi Alvaro berhasil menahan tangan gadis itu.
"Saya antar!"
Elena terpaksa mengikuti Alvaro dengan langkah gontai. Beberapa saat kemudian, mereka sudah berada di dalam mobil.
Elena duduk di kursi belakang dengan wajah kesal. Ia tetap tak menggubris perintah Alvaro yang menyuruhnya untuk pindah ke kursi depan.
***
Neysa membuka ponselnya dan menerima kiriman video dari putranya.
"No tante, jangan lihat itu, itu bohong dan cuma editan!" Cassandra terus menghalangi tangan Neysa yang akan menyalakan ponselnya.
"Diam Cassandra, jangan halangi tante. Tante ingin tahu, apa sebenarnya yang Alvaro kirimkan."
Mata wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan awet muda itu, terbelalak kaget seakan tak bisa berkedip saat melihat rekaman seperti apa yang dia terima.
"Apa-apaan ini Cassandra? Kamu sangat menjijikkan!" teriak Neysa spontan.
"Tidak tante, itu tidak seperti apa yang tante lihat. Aku dijebak! Aku bahkan tidak sadar saat semua itu terjadi."
Cassandra mengguncang-guncang lengan Neysa sambil menangis.
"Tidak mungkin anak saya berbohong dan membuat fitnah seperti ini. Saya tidak menyangka kamu ternyata wanita seperti ini. Lepaskan tangan saya!" Neysa menepis kasar tangan Cassandra yang masih mencekal lengannya, dengan mimik jijik.
"Tante, tante gak percaya sama aku?"
Cassandra menatap wajah Neysa dengan wajah basah yang penuh airmata.
"Saya lebih percaya pada Alvaro! Kamu itu tukang bohong! Saya baru ingat, katanya kamu mau memperkenalkan orangtuamu pada saya. Tapi sudah lebih dari 2 minggu, mana?"
"Sialan, wanita ini kenapa jadi teringat sama orangtua gue? Gue kan belum mencari orang yang tepat untuk dijadikan orangtua gadungan." Umpat Cassandra, kaget dan ketakutan jika kebohongannya terbongkar.
"Apa itu juga salah satu dari kebohongan kamu?"
"Nggak tante, aku nggak bohong. Beberapa kali mereka mengguhkan karena pekerjaannya yang menumpuk. Tapi beneran, minggu depan mereka pulang kok."
Neysa mendengus. Dia sudah tak bisa dipengaruhi lagi. Lalu mengeluarkan uang dari dompetnya dan menyelipkan beberapa lembar uang berwarna merah di bawah cangkir kopinya. Setelah itu dia segera pergi, tanpa memperdulikan panggilan dari Cassandra.
"Sialan si Alvaro! Astaga, gaun gue pemberian tante Neysa kan masih ada di mobilnya." Cassandra menepok jidatnya kesal. "bener-bener sial hari ini gue!" gerutunya. Tapi saat melihat lembaran uang merah yang diselipkan Neysa matanya jadi hijau.
Setelah dihitung, ternyata lumayan banyak sisanya.
"Lumayan ada kembaliannya." Gumam Cassandra sambil mengambil uang itu lalu pergi ke kasir untuk membayar kopi mereka.
***
Musik mengalun lembut di sebuah ballroom mewah hotel berbintang. Lampu-lampu kristal berkilauan, menciptakan suasana elegan. Para tamu yaitu para pengusaha sukses, berpakaian rapi dan elegan hasil rancangan para desainer ternama, berlalu-lalang sambil membawa gelas minuman.
Cassandra yang berdiri di sisi Dika, tampil dengan gaun merah menyala dengan cutingan yang sangat berani.
Mempertontonkan kemolekan bentuk tubuhnya yang aduhai. Matanya berlarian ke sana ke mari mencari sosok yang yang sangat ingin dilihatnya datang ke pesta ini. dia yakin, Alvaro akan terpesona melihat penampilannya.
Tiba-tiba, mata Cassandra terpaku pada sepasang undangan yang baru saja masuk.
Wajah wanita itu langsung berubah menjadi merah padam.
"Lihat dia! Alvaro dan perempuan murahan itu. Gadis yang tak tahu malu, dasar jalang!" Bisik Cassandra pada seorang temannya yang kebetulan ikut ke pesta itu bersama kekasihnya, yang juga seorang pengusaha. Sementara Cassandra datang bersama Dika. Lelaki itu baru saja meminta izin untuk menemui laki-laki buncit yang bertemu mereka saat di restoran tempo hari.
Mata teman wanita Cassandra langsung menengok ke arah yang ditunjukkan Cassandra.
Dia tahunya Alvaro masih menjadi kekasih Cassandra dan ikut mendongkol saat melihat lelaki itu menggandeng seorang wanita yang sangat cantik dan berkelas.
"Tenang saja, aku punya ide untuk mempermalukan mereka." Kata teman Cassandra, balik berbisik. Lalu mereka tersenyum licik.
Beberapa saat kemudian, Cassandra melihat Elena sedang mengambil minuman dan berinisiatif mendekatinya.
"Hai, nama kamu Elena kan?" Cassandra tersenyum sinis sambil menatap Elena dari ujung kaki sampai ujung kepala, dengan tatapan merendahkan. Dia sedang coba mengintimidasi Elena.
"Kamu sekarang jadi mainan Alvaro?" ejeknya kemudian, sambil ikut-ikutan mengambil minuman.
Tanpa gentar sedikitpun, Elena menatap balik wanita itu.
"Oh Cassandra. Mantan kekasih Alvaro yang masih usaha mengejar-ngejar, meski sudah dia tendang jauh-jauh." Kalimat itu diucapkan Elena dengan penuh ketenangan, sambil tersenyum manis menatap Cassandra. Dan sukses membuat Cassandra menggeretakkan giginya.
"Dengar bodoh, kamu yang seharusnya dikasihani! Kamu mau saja dijadikan pelampiasan Alvaro. Padahal dia hanya mencari pelarian karena sekarang sedang marah padaku! Kamu harus tahu, siapa sebenarnya yang dia cintai! Setelah bosan dengan kamu dan hatinya sudah tidak marah lagi, dia akan kembali padaku. Dan kamu hanya akan dijadikan keset pada akhirnya. Kamu itu tidak lebih pintar dari gadis-gadis lain yang mengincar Alvaro."
Elena tertawa lepas mendengar kata-kata bodoh yang keluar dari mulut Cassandra. "Kasihan sekali kamu Cassandra!" ucap Elena di sela gelak tawanya.
"Diam! Aku akan buktikan kalau kamu tidak layak bersama Alvaro!" sentak Cassandra mulai panas. Dia mengambil ancang-ancang untuk menumpahkan minuman ke gaun Elena. Tapi Cassandra kalah cepat. Elena sudah membaca gerakannya. Gadis itu langsung menghindar dan menjegal kaki Cassandra, hingga wanita itu tersandung cairan merah di gelasnya yang seharusnya menyiram gaun Elena, malah berbalik menyiram gaunnya Cassandra.
Cassandra memekik marah. Tapi gelas yang menyembur bajunya ada di tangannya. Orang-orang tak mungkin menyalahkan Elena.
"Oops, sepertinya ada yang salah. Maaf ya, aku barusan sengaja." Elena terkekeh, dengan mata mengerling pada Cassandra, membuat wanita itu semakin geram.
Semua mata tertuju pada Cassandra yang sekarang terlihat lusuh. Elena kemudian berbalik dan pergi meninggalkannya untuk kembali pada Alvaro yang dari tadi memperhatikan mereka. Ada senyum tipis di bibirnya melihat kekonyolan sekretarisnya itu.
"Pak, sebenarnya_" Alvaro langsung menarik Elena menjauh dari kerumunan, sebelum gadis itu selesai bicara.
"Lepas pak, kita mau kemana?"
Tiba-tiba, lampu di ballroom yang tadinya terang benderang, dipadamkan, berganti dengan stage lighting yang artistik. Kemudian musik pun mengalunkan irama menghentak, menambah kesan romantis bagi pasangan yang ingin berdansa.
Alvaro membawa Elena ke lantai dansa, bergabung dengan pasangan lainnya yang sudah lebih dulu ambil posisi. Dengan bingung, Elena hanya bisa mengikuti langkah sang boss.
Sementara itu, Cassandra yang merasa dipermalukan hanya bisa menatap mereka dengan penuh kebencian. Rencananya gagal total, malah dirinya yang menjadi bahan tertawaan.
diselingkuhi sama tunangannya gak bikin FL nya nangis sampe mewek² tapi malah tetep tegar/Kiss/