NovelToon NovelToon
Transmigrasi Ke Tubuh Istri Terabaikan

Transmigrasi Ke Tubuh Istri Terabaikan

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / CEO / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:60.9k
Nilai: 5
Nama Author: eka zeya257

Emma tak pernah menyangka akan mengalami transmigrasi dan terjebak dalam tubuh istri yang tak diinginkan. Pernikahannya dengan Sergey hanya berlandaskan bisnis, hubungan mereka terasa dingin dan hampa.

Tak ingin terus terpuruk, Emma memutuskan untuk menjalani hidupnya sendiri tanpa berharap pada suaminya. Namun, saat ia mulai bersinar dan menarik perhatian banyak orang, Sergey justru mulai terusik.

Apakah Emma akan memilih bertahan atau melangkah pergi dari pernikahan tanpa cinta ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33

Rumah Sakit Umum Saint Harvin

Hujan masih mengamuk di luar gedung saat tubuh Edmund dan Hana dibaringkan di ruang otopsi.

Lampu putih terang menyinari tubuh mereka yang dingin, kulit pucat membiru dengan noda-noda darah yang sudah mulai mengering. Para dokter forensik, lengkap dengan pakaian pelindung, masker, dan sarung tangan, berdiri di sekeliling meja baja dingin itu.

Suara alat-alat medis bergesekan, bunyi logam yang nyaring di antara keheningan mencekam ruangan. Seorang dokter perempuan memandang sejenak kedua tubuh itu, matanya berkabut penuh duka, walaupun ia sudah terbiasa menghadapi orang yang telah tiada.

"Korban pria," ujar dokter itu perlahan, merekam hasil pemeriksaan dengan suara terkontrol, "Luka tembak yang mendalam di bagian dada dan perut. Ada indikasi benturan keras di wajah dan kepala… kemungkinan besar dipukul dengan benda tumpul berkali-kali."

Pisau bedah perlahan memotong jalur otopsi, suara sobekan daging menggema di ruangan. Para asisten mencatat dengan saksama setiap detail yang diucapkan dokter.

"Korban wanita," lanjutnya lagi dengan suara sedikit bergetar, "Patah tulang pada tangan kiri dan kanan, diduga hasil perlawanan. Memar di seluruh tubuh. Luka bacok di bagian punggung bawah."

Sejenak, dokter itu berhenti. Matanya menatap wajah Hana yang sudah membeku, seakan membayangkan betapa keras perempuan itu berjuang melindungi diri. Ada kepedihan yang tak bisa ia sembunyikan.

"Ini bukan sekadar pembunuhan," gumamnya hampir tak terdengar. "Ini penyiksaan."

Di luar ruang otopsi, Sergey berdiri mematung di depan kaca bening yang memisahkan mereka dari ruangan dingin itu. Tubuhnya tegang, rahangnya mengeras. Matanya menatap kosong ke arah kedua mertuanya yang kini tak bernyawa, sambil menggenggam erat tangan Eleanor yang duduk di kursi roda di sampingnya.

Eleanor masih tampak pucat, nyaris seperti mayat itu sendiri. Tatapannya kosong, napasnya tak teratur, dan air matanya sudah mengering namun masih menyisakan jejak yang membasahi pipinya.

Setiap kali pisau bedah itu menyentuh kulit orang tuanya, tubuh Eleanor bergetar hebat, seolah merasakan luka itu tertoreh juga pada dirinya.

"Aku ingin mereka yang melakukan ini… mati," bisiknya gemetar, suara parau dari tenggorokannya yang kering.

Sergey merunduk, mencium pucuk kepala istrinya dengan penuh luka. "Aku bersumpah, Lea," katanya lirih, "Demi kamu… dan demi orang tuamu… aku akan menyeret mereka satu per satu, bahkan dari dasar neraka sekalipun."

Di luar jendela, hujan mengguyur lebih deras seakan langit turut berduka. Kilatan petir menyambar, menyinari wajah Sergey yang basah oleh sisa hujan dan air mata yang diam-diam lolos dari matanya.

Sementara itu, di ruang otopsi, dokter menyelesaikan laporannya dengan suara berat.

"Penyebab kematian… luka tembak yang fatal yang menyebabkan pendarahan hebat dan kegagalan organ. Waktu kematian… diperkirakan satu jam sebelum korban ditemukan."

Dengan berat hati, dokter itu menutup lembar laporan, menghela napas panjang seolah memikul beban dunia di pundaknya. Dua jiwa telah pergi dengan tragis, menyisakan dendam yang membara di hati anak perempuan mereka.

Sergey memeluk Eleanor lebih erat, merasakan betapa tubuh istrinya menggigil, tak hanya oleh dinginnya malam, tapi oleh bara amarah dan duka yang membakar habis nuraninya.

"Lea… bertahanlah. Demi mereka, bertahanlah," bisik Sergey parau, menahan gejolak emosi yang hampir meledak dalam dirinya.

Eleanor memejamkan mata, namun bayangan orang tuanya tak juga hilang. Air matanya menetes lagi, membasahi jemarinya yang terkepal di pangkuan. Dalam diam, ia bersumpah di dalam hatinya darah akan dibalas dengan darah.

***

Malam perlahan merayap, menggantikan hujan yang mulai mereda. Di lorong rumah sakit, lampu neon menyala pucat, memantulkan warna dingin ke dinding putih yang seolah ikut menekan dada siapa pun yang melewatinya.

Sergey duduk di bangku panjang dekat ruang forensik, wajahnya tertunduk dalam letih yang nyaris menguras tenaganya habis-habisan.

Namun, pandangannya sesekali tetap terarah pada Eleanor yang duduk beberapa meter darinya. Wanita itu diam, membisu, tanpa sepatah kata pun. Pandangannya kosong, seolah dinding di hadapannya lebih nyata daripada dunia yang berputar di sekitarnya.

Lalu, suara langkah sepatu hak tinggi terdengar mendekat. Sergey mendongak, napasnya tercekat sejenak saat mendapati sosok yang tak asing berdiri di hadapannya.

Aria.

Wanita dengan rambut pirang yang tergerai rapi di bahunya, mengenakan mantel gelap yang basah oleh sisa hujan. Senyumnya samar, namun di matanya terselip rasa yang lebih dari sekadar kekhawatiran.

"Sergey…" Aria memanggil dengan suara rendah, hampir seperti bisikan kenangan yang berusaha menyeruak kembali. "Aku dengar kabarnya. Aku... aku ingin memastikan kamu baik-baik saja."

Sergey menarik napas dalam-dalam, mengeratkan rahangnya seolah berusaha menahan gelombang emosi yang berdesak keluar.

"Terima kasih, Aria," katanya singkat, nada suaranya dingin namun sopan.

Aria maju selangkah, tatapannya menelusuri wajah Sergey yang terlihat lelah.

"Aku tahu ini bukan saatnya… tapi jika kamu butuh seseorang untuk mendengarkan, aku bisa menjadi teman curhatmu," katanya dengan nada lirih. Jemarinya terulur, nyaris menyentuh lengan Sergey.

Namun, Sergey menepisnya dengan tegas.

"Aku tidak butuh siapa pun selain istriku," ujarnya, matanya menatap dingin wanita itu. "Aria, tolong jangan campur aduk masa lalu dengan sekarang."

Aria terdiam. Senyumnya memudar, berganti kepedihan yang samar. Pandangannya beralih ke Eleanor yang masih membisu di sudut ruangan.

Bahkan dengan kehadirannya di sana, Eleanor tetap tak bergeming. Seolah suara mereka hanya riak kecil dalam lautan pikiran yang berkecamuk di benaknya.

Eleanor tidak berkata apa-apa. Tidak juga menoleh. Pandangannya tetap kosong, seolah dunia sekitarnya telah lenyap. Sergey adalah satu-satunya yang mencoba merawat keheningan itu, namun bahkan upayanya pun terasa nyaris tak menjangkau.

"Dia… tak menghiraukan apa pun," Aria berbisik, "Apa dia juga tidak peduli padamu?"

Sergey menatap Eleanor lama, lalu menjawab pelan namun mantap, "Istriku jauh lebih peduli dari yang kamu pikirkan, Aria."

Aria hendak berkata sesuatu lagi, tapi Sergey sudah berdiri, menegakkan tubuhnya. "Aku minta kamu pergi, Aria."

Aria menunduk, menggigit bibirnya, "Tapi kamu butuh seseorang untuk menenangkan mu, Sergey!"

"Aku tidak membutuhkan apa pun! aku hanya butuh istriku, Aria. Jadi pergilah, kamu hanya mengganggu pandanganku saja." Usir Sergey.

"Istrimu bahkan tidak sedikitpun menganggapmu ada, untuk apa kamu masih bersikeras bertahan dengannya?" balas Aria tak kenal takut.

Sergey diam sejenak, memang jika di ingat sejak istrinya sadar di rumah sakit sikap Eleanor tidak pernah sama lagi.

"Karena aku menginginkannya, aku tidak peduli Eleanor menganggapku ada atau tidak." Sergey beranjak dari tempat duduknya lalu menatap dingin ke arah Aria. "Jangan ganggu rumah tanggaku, karena Eleanor tidak bisa di bandingkan denganmu, istriku jauh lebih segala-galanya darimu, Aria."

Pupil mata Aria membesar, tidak pernah terbayangkan sedikitpun bahwa Sergey akan mengatakan hal seperti itu.

Sergey berjalan kembali ke sisi Eleanor, lalu duduk di sampingnya. Tanpa berkata apa-apa, ia hanya menggenggam tangan istrinya yang dingin.

"Sayang." Panggil Sergey lembut.

Eleanor menoleh dan ia melihat ke arah Sergey, "Pergilah, aku ingin sendiri, Sergey."

Dengan tegas Sergey menolak, ibu jarinya terangkat dan mengusap pipi Eleanor, "Aku sudah bilang, kan? aku tidak mau meninggalkanmu, Lea. Bersandarlah padaku, aku ingin berguna untukmu."

"Kalau begitu, pergilah. Karena itu kegunaanmu."

Sorot mata Sergey tampak terluka, "Apa begitu tidak sudinya kamu di temani olehku?"

"Bukan," Eleanor memalingkan wajahnya ke arah depan, sorot matanya tampak begitu kosong. "Tapi kamu sangat terlambat jika ingin memperbaiki hubungan kita, Sergey."

1
Noveni Lawasti Munte
aduhhhh lu duluan Sergey yg bersikap dingin ke lea giliran dibalas ga terima dasar kutu kupret
Aretha Shanum
jangan bertele2 Thor alurnya nih bosen
Uthie
sering up 🙏🙏
🍏A↪(Jabar)📍
next
🍏A↪(Jabar)📍
up
merry
hncur gk hrga dri sarge tu ditukar dgn tanah sm Lea wkkkkk
Muhammad Kevin
udh kn
Muhammad Kevin
hey anjing 🐶 jawa buat lagi ya kn anjing itu nurut klo di kasih tulang ups 🤣maaf sengaja ni ku kasih
Muhammad Kevin
jalang Jawa mati di kubur massal satu tumbuh seribu jalang Jawaaaaaaaaaaaa aw aw .........🤣🤣🤣🤣🤣
Muhammad Kevin
jalang Jawa aaaaaaa 🤣🤣🤣🤣mati kuburan massal satu tumbuh seribu 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 taubat lah sobat sebelum tempat mu kena bencana 🤭
Muhammad Kevin
jalang Jawa hilang satu tumbuh seribu 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Uthie
bukannya dengan bantuan Sergey jadi lebih bisa membantu kamu menemukan pembunuh kedua orang tua mu, Ele 🤨
🍏A↪(Jabar)📍
bukanya Aria sendiri ya yang minta bertemu Eleanor🤔
Noveni Lawasti Munte
waduhhhhh Sergey sainganmu udah muncul
Uthie
Wahhhh... parah banget itu mahhhh 😌😏😏😏
Uthie
sy memnag sudah suka sedari awal mampir nya.. dan menurut ku memang bagus banget cerita nya 👍
Soo.... jangan lupa up tiap hari.. tiap waktu yaa Thor 👍😘😁😍😍
Rossy Annabelle
pengen ku tendang sih😬
🍏A↪(Jabar)📍
Ohh,, ini masalahnya toh
ievy
pantes Sergey nggak respect sama adiknya ternyata oh ternyata
Wahyuningsih
Makin sru thor mantap d tnggu upnya kmbli yg buanyk n hrs tiap hri jgn lma2 upnya thor ntar lumutn lkau lma upnya 😁😁 sellu jga keshtn istrht yg ckp mkan tept wktu seeeeemaaaangaaaaaaaaat thor 😋😋😋
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!