Tentang seorang menantu yang tidak di perlakukan baik oleh keluarga suaminya.
Setiap hari nya harus menahan diri dan memendam sakit hati.
Lalu di tengah kesuksesan yang baru di reguknya, rumah tangganya di terpa badai pengkhianatan.
Akankah dirinya mampu bertahan dengan rumah tangganya?
Cerita ini belatar kehidupan di daerah Sumatera, khusunya suku Melayu. Untuk bahasa, Lebih ke Indonesia supaya pembaca lebih memahami.
Jika tidak suka silakan di skip, dan mohon tidak memberi penilaian buruk.🙏
Silakan memberi kritik dan saran yang membangun🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juniar Yasir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Ibunya Dahlia
“Alhamdulillah akhirnya kau dah lepas dari jeratan jantan gila Sar’’ ujar Rahmah ikut lega.
“Kak!’’ Sari yang merasa tidak enak hati terhadap mertuanya.
“Betul yang kak Rahmi cakap tu kak, jadi jangan akak tak sedap hati. Akak berhak lepas, bagus akak tegas macam ni, jadi jantan-jantan di luaran sana tak berani sembarang meremehkan wanita tangguh macam kita.’’ ujar Yati yang ujung-ujungnya tidak serius.
“Kesal pula ku dengar ocehan gila mu tu. awalnya terdengar sangat menyentuh kalbu, tetapi ujung-ujungnya berbalut pujian untuk kau juga. Tangguh bagaimana, sampai sekarang saja kau masih membiarkan Wira itu bersama madu racun mu tu.’’ balas Rahmah.
“Kak, tak mudah melawan madu yang tengah bunting. Kalah awak ni. Semua tu butuh rencana yang masak. Nanti kalau sudah waktunya, jangan pula akak terkejut sampai menganga mengeluarkan air liur melihat ketangguhan ku melawan mereka tu.’’ ucap Yati santai.
Padahal dirinya belum ada dana untuk menggugat Wira, dan Sari tahu itu. Sari sempat menawarkan uang untuk menggugat Wira, tetapi langsung di tolak Yati. Untuk itu Sari berencana mengajak Yati membantu nya membuat kue sehingga bisa di gajinya.
“Tapi Yat, bukan maksudku menyumpahi atau mengejekmu. Tapi semenjak kau di dua kan wara-wiri tu, ku tengok kau sekarang jauh berubah jadi lebih baik. Tapi mulut mu tetap pedas jika berkata’’ ucap Rahmah.
“Kak Rahmah ni apa sebetul tujuannya, memuji tapi mengatai ujung nya. Tak dapat di pegang kata-katanya ni. Tapi memang betul cakap kakak tu, kalau saja tak ada musibah ini, mungkin saja diri ini akan tetap congkak dan tak tahu diri. Mungkin saja tak akan berbaikan dengan Kak Sari dan tak akan bisa rasakan saling menyayangi dengan anak kemakan ku tu.’’ Tutur Yati melihat keponakannya main ayunan di halaman.
“Semua yang terjadi pasti ada hikmah nya. Aku saja bukannya bahagia bercerai macam ni, tentu semua orang ingin menikah hanya sekali seumur hidup, tapi tak mungkin juga kita bertahan di dalam kapal yang isi nya tiga hati, Aku tak kan mampu. Aku hanya mengalah bukan kalah. Kalau di kata sedih, pasti sedih. Tapi, cukuplah menangis hanya sekali. Begitu sayang membuang air mata untuk orang yang mengkhianati kita.’’ timpal Sari.
Sarimah keluar kamar, mendekati Sari dan duduk di depan nya. Di genggamnya tangan mantan menantu nya ini. Matanya sembab, pertanda baru saja menangis.
“Sar, sebagai Ibunya Ramdan. Aku meminta maaf bukan untuk mewakilkan Dia. Aku, meminta maaf untuk diri sendiri. Selama ini sudah berkata kasar dan bersikap buruk terhadap kau. Menganggap kau merebut anak ku dan mengambil perhatiannya. Ternyata aku salah, dirinya yang menjauhkan dirinya sendiri karena ulah durjananya itu. Aku..... Hikssss’’ Sarimah menunduk tak lagi bisa mengucapkan kata.
Sari mengelus bahu Sarimah.
“Bu, yang lalu biarlah berlalu. Sekarang Sari begitu bahagia akhirnya bisa mendapatkan kasih sayang Ibu. Rasa tak rugi Sari di khianati, karena gantinya melebihi dari sakit hati Sari. Mari kita bangun masa depan baru bersama. Tetaplah tinggal bersama Sari dan anak-anak, Sari hanya bertiga di kota ini, hanya kalianlah keluarga Sari. Memang kita adalah mantan mertua dan menantu, tetapi hari ini Aku, Sari, menginginkan Ibu menjadi menjadi orang tua kami untuk penguat kami dirumah ini. Tidak ada kata mantan mertua dan menantu, kita keluarga tanpa ada ikatan itu.” ucap Sari mengusap air mata yang makin deras saja mengalir di pipi Sarimah karena mendengar ucapan Sari.
Sarimah menubruk tubuh Sari, memeluknya. Menumpahkan rasa sesak di dadanya. Isak tangis tak lagi tertahankan. Sementara yang lainnya ikut larut dalam suasana haru itu. Menantu dan mertua yang tidak pernah akur dulunya itu, kini bagaikan ibu dan anak yang saling menyayangi, saling menguatkan. Yati tak kalah meraung pelan, antara sedih dan senang di rasakannya, sedih karena rumah tangganya pun akan berakhir, hanya menunggu waktu saja dan karena sikap Abangnya yang sangat kejam pada kakak iparnya. Senang karena di tengah kesedihan cobaan yang bertubi, mereka akhirnya bisa berbaikan dengan Sari. Semenjak akrab itu, Yati baru mengerti, begitu baik dan lembutnya hati Sari ini.
“Sudah acara tangis ini, setelahnya tak boleh ada yang menangis lagi kecuali tangisan bahagia. Kita istirahat dulu, nanti sore kita jalan-jalan ke taman yuk!’’ ajak Sari.
Demi menghibur mereka semua, lagipula jika sudah habis masa lebaran ini akan sulit baginya untuk berleha-leha ketika sudah di sibukkan dengan membuat kue.
“Jalan dan makan di luar itu banyak dana nya, nanti habis pula duit kau tu. Lepas raya ni anak-anak perlu biaya untuk sekolah.’’ ucap Sarimah karena khawatir Sari yang mencari uang sendiri.
“Nanti setelah warung depan di buka, akan lebih berat dan sibuk lagi kerjanya Bu. Tentu kita akan susah mendapat waktu untuk jalan-jalan nantinya. Untuk itu, mari kita nikmati libur sisa ini.’’ balas nya.
.
🌾🌾🌾🌾🌾
.
.
Pukul empat sore mereka telah tiba di E-zone. Sari memilih tempat ini, karena permainan nya banyak. Biasanya mereka hanya main di pasir atau di lapangan tugu saja. Kali ini di bawa ke tempat ini, bukan main riang hati mereka. Tentu akan lebih puas. Sari sengaja membawa mereka di sini. Karena setelah ini mereka akan masih lama bermain seperti ini, mengingat sebentar lagi akan masuk sekolah.
Sarimah dan Sari keluar dari area gedung E-zone, mereka akan membeli beberapa peralatan membuat kue. Sarimah sengaja ikut, karena tidak tahan dengan kebisingan di tempat bermain.
Kini mereka telah di dalam toko Cemerlang. Di dalam sini bermacam-macam perkakas rumah tangga tersedia. Khususnya peralatan membuat kue. Saat akan memilih-milih loyang, tak sengaja orang di sebelahnya menyenggol bahu Sari, sehingga loyang yang Sari gapai, jatuh.
“Eh maaf Nak, Ibu tak sengaja.’’ ucap orang tua itu sambil membantu memungut loyang.
Mendengar barang-barang jatuh, Sarimah mendekati Sari.
“Ada apa Sar?’’ tanya nya.
Saat perempuan yang membelakangi nya berbalik, raut wajah Sarimah langsung pias. Diriny menarik tangan Sari untuk menjauh.
“Kita cari di toko lain saja.’’ ucapnya.
“Tapi Bu, di toko ini harga nya lebih murah.’’ ucap Sari yang bingung.
“Bisa kita berbual sekejap Mak Ramdan.’’ timpal wanita yang menyenggol Sari tadi.
Akhirnya setelah bujukan Sari ke Sarimah, di sini lah mereka, di taman. Sari sengaja mencari tempat pojok, agar lebih enak mengobrol.
“Cepat, nak cakap apa? Jangan buang-buang waktu. Atau kau mahu menghina mencaci maki keluarga kami macam dahulu?’’ sarkas Sarimah.
Masih ingat di benaknya maki dan hinaan wanita di hadapannya ini dulu ketika Ramdan berhubungan dengan anaknya wanita itu. Wanita itu seperti berat mau berbicara, dirinya melirik ke arah Sari. Sari yang paham jika wanita itu hanya ingin bicara berdua dengan mantan mertua nya segera beranjak ingin meninggalkan mereka, tetapi tangannya langsung di cekal Sarimah.
”Tak usah kemana-mana, disini saja. Kau jika ada yang penting cepat bicara, jangan kau risaukan Wanita cantik ini. Dia mantan menantuku, sekarang Dia adalah anakku. Jadi bukan orang asing, sehingga kau takut mahu bercakap.’’ ucap Sarimah.
Wanita itu terkejut. Di pandangi nya Sari dari kaki hingga kepala. Sangat jauh cantik perempuan ini dari anaknya Dahlia. Dahlia hanya menang bedak tebalnya saja, tetapi wanita ini, kelihatan lembut tapi tegas, tak kalah warna kulitnya yang putih menambah cantik. Terlihat di mata ibunya Dahlia, jika Sari wanita yang pintar.
.
.
*
“Kau apa kan Ibu Dahlia? Setelah kau rebut orang tua dan keluarga ku, kini mau kau hasut juga Ibu mertua ku?’’