Hari itu Jeri tak sengaja melihat Ryuna yang sedang menari sendirian di lapangan basket. Ia yang memang dasarnya iseng malah memvideokan gadis itu. Padahal kenal dengan Ryuna saja tidak.
"Lo harus jadi babu gue sampai kita lulus SMA."
"Hah?!" Ryuna kaget.
"Pasti seru." Jeri tersenyum misterius membuat Ryuna menduga lelaki itu akan menyiapkan seribu rencana untuk membuatnya sengsara.
"Seru apanya?! Fix sih, lo yang nggak waras di sini!" gadis itu menatap Jeri dengan pandangan menghujat.
Sejak hari itu, Ryuna harus selalu berurusan dengan Jeri yang senang sekali bukan hanya mengganggu namun juga menjadikannya babu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon And_waeyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
Malam Minggu Ryuna lagi-lagi harus diganggu oleh Jeri. Untungnya ketika tadi lelaki itu datang ke rumah untuk menjemput, yang ada hanya sang mama saja sementara ayahnya sedang keluar. Hari ini ia dan Jeri cukup beruntung. Ryuna agak lega karena tahu mamanya pasti akan lebih melunak.
Benar saja, ketika Jeri datang dan meminta izin untuk keluar dengan Ryuna, sang mama memperbolehkan. Saat ditanya akan kemana oleh mama Ryuna, Jeri menjawab mereka akan ke kafe.
Mengetahui itu, Ryuna melotot kecil. Sebelumnya ia tak tahu mereka akan kemana.
Mama Ryuna memperhatikan dari teras rumah.
"Jer, gue nggak mau ke kafe yang waktu itu!" Ryuna agak berbisik.
"Iya itu bisa diatur, yuk," kata Jeri.
Ia menoleh ke belakang. "Kami berangkat, Tante," ucapnya.
"Iya, hati-hati," balas mama Ryuna.
Saat Jeri melajukan motor, Ryuna juga melakukan hal yang sama. Lelaki itu memimpin di depan. Ryuna tak bisa sepenuhnya percaya mengenai Jeri yang tidak akan membawanya ke kafe itu. Ia berniat tak akan masuk jika benar demikian.
Jalan yang mereka telusuri saat ini juga mengarah ke sana. Meski belum pasti karena jaraknya juga masih agak jauh.
Tapi ketika hanya tinggal berbelok untuk ke parkiran kafe. Motor Jeri tetap melaju, lelaki itu melewatinya. Ryuna cukup lega. Kemana Jeri akan membawanya pergi masih menjadi misteri.
Angin malam terasa membelai kulit. Tak terasa dingin, malah cukup sejuk karena memang malam ini terasa agak panas.
Keduanya menghabiskan waktu sekitar sepuluh sampai lima belas menit berkendara hingga akhirnya Jeri memarkirkan motor di salah satu parkiran alun-alun kota. Lagi-lagi, Ryuna hanya mengikuti.
Keduanya telah turun dari motor dan melepas helm. Pandangan Ryuna menyapu sejauh yang ia bisa pemandangan alun-alun malam ini. Lampu berkelap-kelip sedemikian rupa, melilit di beberapa ornamen pilar atau tanaman. Para pedagang berjualan di luar taman alun-alun karena hanya boleh berjualan di luar.
"Ngapain ke sini Jer?" tanya Ryuna.
"Nyari angin," jawab Jeri dengan asal.
Lelaki itu melangkahkan kaki, Ryuna mencibir tanpa suara dan mengekor dari belakang.
"Sini, entar lo hilang gue yang repot," kata Jeri sambil menarik sikut kiri Ryuna agar gadis itu berjalan di sampingnya.
"Gue bukan bocah kali," kata Ryuna sambil menarik sikutnya dan memasukan tangan ke dalam saku hoodie.
"Lo kan kayak bocah, penculik pasti ngiranya gitu."
Ryuna tersinggung! Ini Jeri menyindir tinggi badannya atau gimana? Meski begitu, ia memilih tak menanggapi.
Lelaki itu membawa Ryuna ke dekat tembok. Jeri tampak melihat berbagai gerobak dan food truck yang berjejer. Dari piscok, telor gulung, crepes, minuman, martabak semua ada. Ia tampak berpikir.
"Lo mau apa?" tanyanya pada Ryuna yang hanya diam sambil melamun, pandangan Jeri masih menatap pada beberapa gerobak.
"Apanya?"
Jeri menoleh kesal. "Makanan."
"Oh." Ryuna menoleh ke kanan, ia menarik tangan dari saku hoodie lalu mulai bersidekap dada selama beberapa saat.
Gadis itu memperhatikan beberapa dagangan. Ia juga jadi bingung.
"Keliling dulu aja, nyari yang kosong," ucapnya.
"Yaudah."
Jeri lebih dulu melangkah, tapi kali ini tangannya secara refleks memegang pergelangan tangan Ryuna. Gadis itu agak tersentak, tapi tetap diam dan ikut melangkah.
"Eh eh, gue mau itu, shuffle pancake," ucap Ryuna sambil melihat salah satu food truck jajanan yang ia inginkan.
Jeri menoleh ke arah yang ditatap Ryuna. Ada beberapa orang yang duduk di sana. "Itu nggak kosong," katanya protes mengingatkan jika tadi Ryuna mencari tempat yang kosong.
Gadis itu nyengir. "Ayo."
Ryuna melangkah lebih dulu, membuat Jeri yang memegangi pergelangan tangannya harus mengikuti dengan pasrah. Mereka mengambil nomor antrian, lalu mencari tempat duduk sambil menunggu dipanggil.
Tapi hanya ada satu kursi yang kosong. "Duduk," kata Jeri sambil mendorong sedikit tubuh Ryuna agar cepat duduk.
Gadis itu mencebik kesal.
"Gue mau beli jajanan lain, lo tunggu di sini," kata Jeri.
"Iya." Ryuna menyahut dengan malas.
"Itu berarti lo jangan dulu keluyuran sebelum gue balik lagi ke sini."
"Iya."
"Kalau ada apa-apa lo telpon aja."
"Ya."
"Lo dengar?"