NovelToon NovelToon
Another Life: Legenda Sang Petani

Another Life: Legenda Sang Petani

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Mengubah Takdir / Budidaya dan Peningkatan / Dunia Lain / Kultivasi Modern / Game
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Putra Utra

Pada suatu masa dunia game menjadi rumah kedua bagi semua orang. Game bernama Another Life telah mengubah tatanan dunia menjadi di ambang kehancuran. Bidang perekonomian mengalami dampak terburuk. Banyak pabrik mengalami gulung tikar hingga membuat sembilan puluh persen produksi berbagai macam komoditas dunia berhenti.

Namun dibalik efek negatif tersebut, muncul banyak keluarga besar yang menjadi pondasi baru di tengah terpuruknya kehidupan. Mereka mengambil alih pabrik-pabrik dan memaksa roda perekonomian untuk kembali berputar.

Alex yang menjadi salah satu keturunan dari keluarga tersebut berniat untuk tidak mengikuti sepak terjang keluarganya yang telah banyak berperan penting dalam kehidupan di dunia Another Life. Alex ingin lepas dari nama besar keluarganya demi menikmati game dengan penuh kebebasan.

Namun kenyataan tidak seindah harapan. Kebebasan yang didambakan Alex ternyata membawa dirinya pada sebuah tanggung jawab besar yang dapat menentukan nasib seluruh isi planet.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putra Utra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengakuan Mengejutkan

Walau tidak sesuai harapan, Alex akhirnya mau menerima kompensasi Krou. Kini tidak ada lagi pertikaian konyol yang disebabkan oleh kesalahpahaman semata. Baik Alex maupun Krou, keduanya sepakat melupakan apa yang telah terjadi sebelumnya.

"Jadi sebenarnya apa yang terjadi dengan penaklukan esensi jiwamu? Apa ada yang tidak wajar?" tanya Krou. Penduduk pribumi itu memutuskan mengulik kejadian yang membuat jiwa elemennya terluka.

Alex mengerutkan kening. Kedua bola matanya menatap Krou dengan penuh tanda tanya. Dari ingatan Alex, tidak ada kejadian aneh yang menimpanya pada penaklukan esensi jiwa elemen terakhir. Apa yang terjadi masih dalam taraf kewajaran. Masih dengan proses yang sama seperti penaklukan-penaklukan sebelumnya. Jika ada perbedaan, itu hanya sebatas tingkat kesulitannya yang jauh lebih tinggi. Itu pun Krou sudah mengetahuinya.

"Apa sebenarnya maksudmu, Krou?" Alex memutuskan untuk meminta sedikit penjelasan.

Krou tidak langsung menanggapi. Sejenak dia berpikir, menimbang apa yang sebaiknya dikatakan agar Alex tidak merasa bersalah atas kejadian yang membuat tempat dimana kaki mereka berpijak porak poranda. Terlebih sampai melukai jiwa elemen Krou.

"Apa ada keanehan di penaklukan terakhirmu?" Krou mencoba mengorek informasi dengan mengajukan pertanyaan.

Alex menggeleng. Gerakan kepalanya pelan, seolah ada keraguan di sana. "Tidak ada."

"Apa kau yakin?"

"Ya. Sangat--yakin." Alex diam sesaat, menatap Krou yang sedang menatap dirinya dengan penuh penilaian. "Jika memang ada yang tidak beres, aku pasti tidak sedang berdiri di depanmu sekarang. Bukankah begitu?"

Apa yang dikatakan Alex ada benarnya. Seandainya memang ada kejadian berbahaya pada saat penaklukan esensi jiwa elemen, dapat dipastikan Alex sekarang sedang dalam kondisi memprihatinkan. Sedangkan nyatanya Alex dalam kondisi sangat baik-baik saja. Jiwa dan raganya tampak normal dan sehat.

"Baiklah! Aku lega jika kau baik-baik saja." Kekhawatiran yang sempat tergurat di sekitar mata Krou seketika lenyap. "Kalau begitu apa kau ingin melanjutkan penaklukan esensi jiwa elemen sekarang?" lanjutnya dengan antusias.

"Hah? Apa masih ada lagi esensi jiwa elemen yang harus ditaklukan?" Bukannya menjawab, Alex balik bertanya. Bingung dengan apa yang baru dia dengar.

"Masih ada enam lagi yang harus kau taklukan."

Selama beberapa saat Alex tidak merespon. Bingung yang sebelumnya hanya terasa menggelitik kini berubah menjadi sesuatu yang sangat mengganjal benak. "Tunggu sebentar! Sepertinya kita tidak dalam satu pemahaman. Seingatku kau pernah mengatakan jika setiap jiwa elemen memiliki enam esensi. Jadi jika dihitung, Aku akan memiliki empat puluh dua esensi jiwa elemen."

Krou mengangguk menyetujui. "Ya. Hitunganmu benar."

"Lalu apa maksudmu dengan enam esensi jiwa elemen yang kau katakan tadi? Apa ada yang lain?"

Guratan bingung menghiasi sekujur wajah Krou sesaat kemudian. Dari pernyataan Alex barusan, Krou juga menyadari jika pemikiran antara dirinya dengan Alex memang tidak dalam satu pemahaman.

"Sepertinya ada bias dalam pembicaraan kita." duga Krou. "Dengar! Kau memiliki tujuh elemen jiwa di dalam tubuhmu. Hingga saat ini kau sudah menaklukan tiga puluh enam esensi jiwa elemen. Jadi kau masih harus menaklukan enam esensi terakhir."

"Tidak. Kau salah. Aku sudah menaklukan semuanya. Tepat berjumlah empat puluh dua esensi." Alex mengatakan dengan mantap, memberi penekanan pada akhir kalimatnya.

"Haiss! Kau ini sebenarnya bodoh atau tolol? Jika seandainya ucapanmu memang benar, itu berarti pada penaklukkan terakhir kau menaklukkan tujuh esensi jiwa elemen sekaligus. Itu--"

"Ya. Memang seperti itu."

"Eh!" Krou terdiam cukup lama. Otaknya sedikit tersentak dengan ucapan Alex. "Jangan bercanda! Tidak ada--"

"Aku serius. Aku menyelesaikannya pada penaklukan terakhir."

"Tujuh esensi jiwa elemen sekaligus?"

Alex mengangguk.

"Mustahil!"

Krou menggelengkan kepala, matanya terbelalak lebar, sedangkan rahangnya terjatuh hingga memperlihatkan deretan gigi di dalam mulutnya. Ketidakpercayaan terpancar jelas dari sorot mata Krou. Guratan keraguan terukir sangat jelas di sekujur wajahnya.

Melihat perubahan ekspresi Krou yang cukup tidak enak dilihat itu, Alex segera berinisiatif menceritakan apa yang dia alami selama penaklukan esensi jiwa elemen terakhirnya. Alex mengutarakan dengan sejelas dan sedetail mungkin. Mulai dari keterkejutannya saat melihat ketujuh esensi jiwa elemen yang berada pada satu area. Lalu bagaimana kerasnya perjuangannya dalam menerobos hempasan daya hancur yang sangat mengerikan hingga membuat sekujur tubuhnya terus dihujani luka dan rasa sakit. Sampai akhirnya Alex bisa menumpuk aura dari ketujuh elemen untuk dijadikan pelindung tubuh dan menguasainya dengan sempurna.

Alex juga mengungkapkan betapa senang dirinya saat menyadari tubuhnya memiliki kemampuan menyembuhkan diri. Menurut Alex hal tersebut akan sangat membantunya dalam pertempuran hidup dan mati. Tidak lupa, Alex juga mengatakan setelah berhasil melakukan penaklukan, ketujuh esensi jiwa elemen terserap ke dalam dirinya. Pada saat itu Alex merasakan sebuah ledakan di dalam tubuhnya.

Krou mendengar dengan seksama. Berusaha memahami setiap kata yang meluncur dari mulut Alex. Tidak ada kebohongan sedikitpun yang tersorot dari mata manusia di hadapannya itu. Kata-katanya juga terucap dengan mantap dan penuh percaya diri, tidak ada sedikitpun keraguan.

Sedangkan di sisi lain, bagi Krou apa yang dikatakan Alex seperti sebuah kemustahilan yang sengaja dibuat-buat. Bukan bermaksud meremehkan, namun dari pengalaman pribadi dan cerita turun temurun dari gurunya, tidak pernah ada catatan atau pernyataan yang mengungkap adanya lebih dari satu esensi jiwa elemen dalam satu waktu dan tempat.

Namun sebesar apapun keinginan untuk tidak mempercayai Alex, Krou akan selalu dihadapkan pada dinding keraguan atas apa yang selama ini dia percaya dan ketahui. Pada akhirnya Krou mulai mempertanyakan untuk apa Alex sengaja mengarang semua hal tersebut. Sekeras apapun memikirkannya, tidak ada sedikitpun keuntungan yang didapat Alex dengan melakukan pembohongan. Dengan menimbang dan memikirkan hal tersebut, serta melihat kenyataan yang membuat area sekitarnya porak poranda dan terlukanya jiwa elemen di dalam tubuhnya, Krou memutuskan untuk percaya.

"Baiklah! Aku percaya padamu." Senyuman merekah di bibir Krou. Tatapannya bersinar memancarkan kekaguman. "Agar tidak membuang waktu, aku akan mengajarimu bagaimana menggunakan kekuatan jiwa elemen." lanjut Krou. Dia memutuskan untuk tidak mengulik apa yang terjadi dengan dirinya sebelumnya. Krou sengaja tidak membicarakannya karena sudah mengetahui alasannya dan tidak ingin membuat Alex merasa bersalah.

Antusias berbinar di kedua mata Alex. "Ayo! Aku sudah menantinya sejak tadi."

"Sebagai pemilik jiwa elemen, kita tidak perlu membaca mantra untuk menciptakan sihir." Krou memberitahu. Kata-katanya dipenuhi kebanggaan. "Karena tidak membaca mantra, itu berarti tidak akan ada lingkaran sihir yang tercipta sebelum sihir dikeluarkan. Ini merupakan kelebihan yang kita miliki sebagai pemilik jiwa elemen. Tentu saja hal ini bisa membuat kita melakukan serangan tersembunyi."

Alex mendengar dengan seksama.

"Lalu bagaimana cara kita menggunakannya?" Krou menatap Alex yang sedang menatapnya dengan penuh minat. Lalu tersenyum seraya melanjutkan, "Tentu saja hanya dengan membayangkannya."

"Membayangkannya?"

"Ya. Lihat!" Krou menengadahkan salah satu tangannya di depan tubuh. "Setelah kita menaklukan esensi jiwa elemen maka gambaran esensi tersebut akan tertanam di otak. Jadi kita hanya perlu membayangkan esensi jiwa elemen apa yang ingin digunakan. Setelah itu alirkan energi ke dalam eksistensi sihir yang terbentuk." Di akhir ucapannya, sebentuk bola api berwarna merah muncul di atas telapak tangan Krou. Bola api tersebut awalnya sebesar bola tenis lalu membesar hingga seukuran bola basket.

"Wow! Hebat!"

"Sekarang cobalah!"

Dengan segera, Alex menengadahkan telapak tangan kanannya. Lalu membayangkan esensi jiwa elemen api tingkat pertama dan mengalirkan sedikit energi di telapak tangan. Secara ajaib, seolah tiba-tiba hadir dari ketiadaan, sebuah bola api sebesar kelereng berwarna merah muncul di atas telapak tangan Alex. Kemudian sesuai arahan Krou, Alex mengalirkan lebih banyak energi ke bola api. Alhasil eksistensi sihir api tersebut membesar hingga sebesar milik Krou.

"Ternyata kau sangat terampil."

"Terima kasih." Balas Alex senang.

"Kalau begitu kita lanjutkan latihannya." Rasa senang dan bangga juga merasuki Krou. "Untuk meningkatkan daya hancurnya, kita hanya perlu membayangkan tingkat esensi jiwa elemen yang lebih tinggi. Seperti ini."

Tiba-tiba bola api milik Krou berubah warna menjadi jingga, lalu berubah lagi menjadi kuning, biru, putih dan terakhir putih bergradasi pelangi.

Alex mundur selangkah. Semakin lama api di tangan Krou bertambah panas, dan terasa sangat mengerikan saat gradasi warna pelangi menghiasi setiap milimeter kobaran api putihnya. Tanpa menunggu aba-aba, Alex mencoba apa yang baru saja dilakukan Krou. Dengan mengikuti arahan NPC itu, Alex membayangkan setiap tingkat dari esensi jiwa elemen api miliknya. Sepersekian detik kemudian warna api di tangan Alex berubah-ubah seperti milik Krou, memancarkan daya hancur yang semakin mendominasi.

1
Izuna Zhein
Crazy Up Thorr
Nanik Sutrisnowati
Menarik untuk dibaca.
Imajinasi dunia game yang berbeda dari novel sejenis.
Mantap.
Cici Fitri
good to reading
Cici Fitri
bagus
Cici Fitri
menarik
Cici Fitri
next
Cici Fitri
up
Cici Fitri
selanjutnya
Cici Fitri
lagi
Cici Fitri
up
Cici Fitri
next
Cici Fitri
up
Cici Fitri
lanjut!
Cici Fitri
thanks thor dah di up
Alamsyah B. B.
wah ada ranker dunia. mantap!/Angry/
Putra Utra: oke. mantap sudah datang /Good/
total 1 replies
Alamsyah B. B.
singaputih matamerah palingtampan! julukan alay 😆
Putra Utra: julukannya beda dari yg lain kk
total 1 replies
Alamsyah B. B.
Job Alex pemanah kah?
Putra Utra: pemanah bukan ya? nanti ada di episode selanjutnya ya kk
total 1 replies
Alamsyah B. B.
Teknik prediksi itu teknik curang. klo bisa liat pergerakan lawan pasti ya bakal menang
Putra Utra: tidak selalu menang. tergantung situasi dan kondiai.
total 1 replies
Alamsyah B. B.
Kerosima bakat jadi Jenderal tuh 😎
Putra Utra: jenderal tentara bayaran
total 1 replies
Alamsyah B. B.
next lah
Putra Utra: oke lah
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!