Elina wanita terkuat di akhir zaman yang paling ditakuti baik manusia, zombie dan binatang mutan tiba-tiba kembali ke dunia tempat dia tinggal sebelum-nya!
Di kehidupan pertamanya, Elina hanyalah seorang gadis biasa yang hidupnya dihancurkan oleh obsesi cinta dan keputusan-keputusan keliru.
Sekarang, dengan kekuatan kayu legendaris dan ruang dimensi yang memberinya kendali atas kehidupan, Elina ingin memulai kembali hidupnya dengan membuat pertanian besar dan melakukan siaran langsung bersama bayinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Si kecil pemimpi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pindah
Setelah selesai makan, Elina berjalan menuju pintu restoran untuk pulang. Namun, langkahnya terhenti oleh seseorang yang berdiri di hadapannya.
Sosok itu tak asing—Putri, teman sekampus yang terkenal suka mencari masalah. Wajahnya penuh dengan cemoohan saat menatap Elina dari ujung kepala hingga kaki.
“Yo, bukankah ini cewek miskin yang dulu mengejar-ngejar Andra dengan tidak tahu malu,” sindir Putri dengan nada mengejek.
Di belakangnya, beberapa temannya tertawa mendukung. Putri memang selalu iri pada kecantikan Elina, dan melihat Elina yang sekarang tampak lebih cantik dan kulitnya lebih cerah, membuatnya semakin membencinya.
Elina tetap tenang. Ia memandang Putri dengan tatapan datar, lalu menjawab dengan nada malas, “Anjing yang baik tidak menghalangi jalan.”
Wajah Putri memerah karena amarah. “Kamu...!” katanya sambil melotot marah.
Dia menambahkan dengan suara lebih keras, menarik perhatian semua orang di restoran, “Apa hebatnya kamu? Kamu hanyalah seekor itik yang berharap menjadi angsa!”
Para pengunjung restoran mulai memperhatikan pertengkaran tersebut, tapi Elina tetap tidak terganggu.
Dengan langkah tenang namun pasti, ia maju mendekati Putri, membuat Putri secara tak sadar mundur.
Elina berhenti tepat di samping telinga Putri, berbisik pelan namun tajam, “Jaga baik-baik gundik bapakmu, kalau tidak, kamu sendiri yang akan menjadi seekor itik.”
Putri terdiam, tubuhnya tiba-tiba kaku dan wajahnya berubah pucat pasi.
Elina tidak peduli, ia melanjutkan langkahnya meninggalkan restoran dengan anggun, tanpa sekali pun menoleh ke belakang.
Salah satu teman Putri mencoba memanggilnya, “Putri...”
Namun, Putri yang sudah panik langsung berteriak, “Enyah!” sambil mendorong temannya dan berlari pergi.
Elina tidak menyadari bahwa dari sudut ruangan, ada seseorang yang memperhatikannya dengan cermat—Dimas.
Dia melihat kejadian itu dari awal dan berniat maju membantu, tetapi setelah melihat Elina dapat mengatasinya sendiri, ia memilih untuk menonton dengan santai.
Dengan wajah tanpa ekspresi, Dimas memberi perintah pada sekretarisnya yang berada di dekatnya, “Kirimkan semua informasi tentang dia kepadaku.” Dia yang dimaksud adalah Putri.
Setelah itu, tanpa banyak bicara, Dimas melangkah keluar dari restoran.
...****************...
Episode kecil di restoran tadi benar-benar tidak meninggalkan kesan berarti bagi Elina. Setelah insiden itu, dia tidak repot memikirkannya lebih jauh.
Tak lama kemudian, Elina pulang dengan menggunakan ojek.
Sesampainya di rumah, Elina langsung melihat para tukang yang sudah mulai bekerja, ada si botak dan si pirang.
Mereka sibuk memindahkan batu bata, semen, pasir, dan bahan bangunan lainnya ke dalam halaman rumah.
Kebetulan, masih ada ruang kosong di depan rumah yang bisa dimanfaatkan untuk menampung sementara material bangunan.
Elina menyapa para pekerja dengan ramah, mengamati pekerjaan mereka sebentar sebelum melanjutkan langkahnya.
Dia kemudian berjalan ke rumah Bibi Ruan untuk menjemput Alex.
Selain itu, Elina juga membawakan daging yang dibelinya di pasar dan beberapa sayuran segar yang dia ambil dari ruangnya.
Bibi Ruan tersenyum hangat dan menerima pemberian Elina dengan rasa terima kasih. "Terima kasih, Nak Elin, lain kali tidak usah repot-repot," ucap Bibi Ruan dengan lembut.
“Tidak repot, Bi, itulah yang harus aku lakukan,” jawab Elina sambil menggendong Alex.
Hari ini, Elina berencana untuk pindah ke kabupaten. Edgar sempat menelepon bahwa rumah yang akan mereka tempati sudah selesai dibersihkan, dan dia akan menjemput Elina dan Alex sore nanti.
Elina tidak membawa banyak barang, hanya baju-bajunya dan baju Alex yang dimasukkan ke dalam satu koper besar.
Dia juga meminta bantuan Bibi Ruan untuk sesekali melihat kebunnya dan memeriksa bunga-bunga yang tumbuh di sana.
Sebenarnya, tanamannya tidak memerlukan banyak perhatian karena sudah diberi kekuatan kayu, sehingga tetap subur walau tidak disiram. Namun, Elina tidak ingin membuat Bibi Ruan curiga.
Di grup bisnisnya, Elina Nature’s Finest, Elina mengabarkan bahwa dia tidak akan berjualan selama sebulan ke depan karena fokus membangun rumah.
Ia menulis pesan singkat namun jelas agar pelangganya mengerti alasan absensinya sementara waktu.
Meski pindah, Elina tidak terlalu memusingkan masalah para pekerja di rumahnya. Dia sudah menyerahkan uang yang cukup untuk biaya makan mereka selama bekerja.
Para pekerja juga memahami kalo Elina punya anak kecil, jadi mereka tidak terlalu mempermasalahkannya.
...****************...
Saat sore tiba, Edgar datang menjemput Elina dan Alex. Perjalanan menuju kabupaten terasa singkat. Ketika mereka tiba, Elina memperhatikan rumah di hadapannya.
Rumah itu tidak terlalu besar, tapi terlihat apik dan terawat. Dinding luar yang dicat dengan warna abu-abu netral memberi kesan modern namun sederhana.
Halamannya cukup luas, dengan beberapa tanaman hias yang rapi di sekitar pagar.
“Maaf, rumahnya tidak terlalu besar,” ujar Edgar dengan sedikit sungkan. “Ini rumah pertama yang kubeli dari gajiku saat itu.”
Elina tersenyum menanggapi, “Kamu sudah termasuk hebat.”
Mereka membuka pagar dan melangkah masuk ke dalam rumah.
Saat pintu terbuka, suasana interior rumah terasa maskulin dan minimalis.
Ruangan terlihat rapi dan bersih, tanpa terlalu banyak pernak-pernik.
Lantai rumah menggunakan keramik hitam yang mengkilap, membuat kesan ruangan semakin elegan.
Dinding berwarna abu-abu tua berpadu dengan beberapa lukisan abstrak sederhana yang memberi nuansa modern.
Di ruang tamu, hanya ada sofa kulit berwarna hitam yang berbentuk sederhana, namun nyaman, dipadukan dengan meja kayu rendah berwarna gelap.
Di sudut ruangan, ada rak buku kecil berisi beberapa buku dan majalah, di atasnya terdapat lampu baca modern berwarna hitam matte. Tak ada hiasan berlebihan—hanya elemen-elemen yang fungsional dan terkesan kokoh.
Dapur yang menyatu dengan ruang makan terlihat serupa: rapi, fungsional, dan tanpa dekorasi berlebih.
Meja makan kayu dengan kursi-kursi hitam di sekelilingnya memberi kesan maskulin, sementara peralatan dapur yang tertata rapi di atas rak stainless steel menambah nuansa minimalis.
Tak ada peralatan yang tidak diperlukan—semua serba praktis dan efisien.
Ruangan-ruangan lain, meski belum dijelajahi, tampak serupa: tidak berlebihan, hanya fokus pada kenyamanan dan kesederhanaan.
Elina menyadari bahwa Edgar, meski terkesan sederhana, sangat memperhatikan kerapihan dan fungsionalitas di rumahnya.
“Elina, bagaimana menurutmu?” tanya Edgar.
“Ini sempurna,” jawab Elina dengan senyum. “Rumah yang nyaman dan tertata dengan baik.”
...----------------...
Aku mau kasih tahu, di bab 1 dan 2 aku ubah sedikit. Ruang tidak akan ditingkatkan dan tetap cmn 5 hektar. Karena aku mikir ini bukan masa kelaparan/panceklik dan juga bukan akhir dunia yang membutuhkan banyak tanah diruang. jadi diruang cmn ada vila, sungai, gunung dan tanah 5 hektar, cukup untuk diri sendiri.
oh ya jangan lupa like dan komen ya, klo mau kasih hadiah juga gak papa (≧∇≦)/
dan saran juga.. Karna menurutku cerita ini masih banyak yang harus direvisi, aku sebenarnya suka baca komentar, tapi cuman dua aja yang koment, hiks sedih😩
Elina sm andra cptn nkah dong,biar halal...scra mreka msh sling cnta...