NovelToon NovelToon
Nikah Sama Anak SMA

Nikah Sama Anak SMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Nikahmuda / CEO / Cinta setelah menikah / Diam-Diam Cinta / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:28.3k
Nilai: 5
Nama Author: Qumaira Muhamad

bagaimana jadinya jika Haga pria yang luruh selalu direcoki sama Zizi yang suka bawel.

Haga adalah pria yang lurus yang terpaksa menerima perjodohan dengan anak sahabat ayahnya yang namanya Zizi.

Gadis itu tidak sesuai dengan wajahnya yang cantik. sikapnya yang bar bar dan tingkahnya yang membuat orang sakit kepala membuat hidup Haga berubah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qumaira Muhamad, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lain kali aku ajak bulan madu ke luar negeri

Dalam perjalanan menuju kali. Zizi seringkali menoleh kanan dan kiri. Dilihatnya pohon pohon yang rimbun dengan udara tanpa asap itu membuatnya mengambil nafas dalam dalam. Sejuk dan indah. Itulah yang ia saksikan saat ini. Gadis itu sangat menikmati perjalanannya menuju ke kali. Meski kadang ada jalan terjal yang harus ia lalui.

"Kak Haga!" pekik Zizi membuat langkah Haga yang berada satu meter didepan menghentikan langkahnya. Lelaki itu menoleh ke belakang.

"Ada apa?" tanya Haga. Gadis itu lantas menunjuk ke salah satu hamparan yang mana tidak tertutup oleh lebatnya dedaunan. Tatapan matanya menyorot pada tebing yang memperlihatkan banyaknya rumah warga melalui atas gunung. Dia begitu terkagum akan pemandangan yang belum pernah ia lihat sama sekali. Ada jejak senyum yang terukir di kedua pipinya.

Pemuda itu lantas mengikuti arah pandang gadis itu. Lelaki itu terkejut ketika melihat pemandangan dari atas sini. Selama ini ia tidak pernah sadar akan pemandangan yang indah ini.

"Bagus kan?" tanya Haga dengan wajah datar meski ia terkejut dengan pemandangan yang berada dihadapannya ini. Tidak mungkin ia mengaku kalau ia baru tau. Bisa tengsin dong dihadapan Zizi dan gadis itu pasti akan mengoloknya.

"Heum. Bagus banget." Sahut Zizi memandangi hamparan luas nan jauh itu.

Setelah merasa puas. Keduanya kembali berjalan. Hingga setengah jam kemudian mereka sampai pada tujuannya.

Air dengan ketinggian dua meter itu terdengar gemericik. Ternyata mereka tidak sendiri. Ada beberapa warga yang juga tengah mandi di sana. Sepertinya mereka telah mencari kayu bakar. Mungkin itulah kegiatan mereka setiap harinya. Di sekelilingnya ada bebatuan besar. Zizi melompat ke salah satu batu itu sebagai pijakan. Beruntungnya hari masih pagi. Airnya masih terasa dingin.

"Mau mandi den, neng?" tanya salah satu warga yang sudah selesai mandi.

"Iya, bu." Balas Haga ramah. Zizi hanya memperhatikan dan balas tersenyum menyapa para ibu ibu itu yang sambil mengangkat kayunya di punggung.

"Kami duluan den. Neng." ucap salah satu ibu itu dan bersiap meninggalkan area kali.

"Iya, hati hati bu. Jalannya licin." balas Haga.

"Terima kasih den. Airnya dingin." Balas ibu itu lagi kemudian pergi.

Zizi mencelupkan salah satu tangannya ke dalam air. Dan benar saja airnya sangat dingin. Tapi sejak kemarin dia gak mandi. Mana betah ia harus tetap berada di atas permukaan air. Gadis itu duduk di bebatuan besar sambil membuka sepatunya. Sementara Haga melompat ke sana kemari entah dimana.

Gadis itu menyisihkan sepatunya ke samping kemudian pelan pelan menceburkan dirinya ke dalam air. Rasa dingin itu langsung merayap ke seluruh tubuh. Dan rasa segar setelah tidak mandi sejak kemarin langsung menyusup. Wajah riang itu langsung menyergap ke wajah Zizi. Pipinya memerah terkena paparan air dingin. Ini pertama kalinya gadis itu mandi di kali.

Haga melihat dari kejauhan betapa senangnya istrinya itu menikmati keindahan alam yang belum pernah ia lakukan. Haga menahan senyum kemudian mengeluarkan benda pipih itu dari dalam saku celananya. Memotretnya diam diam kala gadis itu menyembulkan kepalanya dari dalam air. Dengan pancaran sinar mentari yang kekuningan menguar dari dalam tubuh gadis itu.

Cekrek! Terdengar suara kamera yang tengah menangkap gambar. Gadis itu lantas tersenyum dan menoleh ke arah Haga. Gadis itu begitu menikmati layaknya seorang model yang ditangkap kamera oleh photographer. Ada banyak pose setiap pengambilan gambar. Dan Haga sangat senang bisa mengambil gambar Zizi.

"Kak, kamu gak mandi?" tanya Zizi setelah ada banyak gambar yang di ambil Haga. Zizi sadar akan itu. Zizi gak peduli.

Haga menatap layar depan yang menampilkan senyum manis Zizi dan mengamatinya. "Iya." balas lelaki itu tanpa menatap orang yang bertanya. Zizi kembali mencelupkan kepalanya ke dalam air. Kemudian lelaki itu menyimpan ponselnya ke atas bebatuan dan melepas kaos sebagai alas benda pipih itu.

Lelaki itu menyusul Zizi dan menceburkan diri di samping gadis itu. Keduanya begitu asyik. Menikmati keindahan alam yang tidak pernah mereka lakukan.

"Lihat!" Bara Sunandar memperlihat sebuah video yang di tangkap dari arah atas. Video itu menampakkan sebuah video dua orang sejoli nampak mesra.

Dewi membeliakan matanya. Itu adalah video Haga dan Zizi yang saat ini tengah mandi dikali tadi. Haga tidak tau saja kalau ia diikuti oleh anak buah Bara. Lelaki itu sebenarnya tidak perduli akan Bara lagi setelah Permana memberikan wejangan tempo hari. Haga hanya memperhatikan Zizi seorang. Wanita yang selama ini selalu merecoki hatinya dan hanya wanita itu yang diterima di keluarga besarnya.

Ternyata Haga benar-benar tidak perduli lagi dengannya. Dewi merasa sedih. Dan itu ditangkap oleh Bara. Lelaki itu tersenyum menyeringai melihat gelagat Dewi.

"Dia sudah tidak menyimpan cintanya untukmu. Apa kau masih mengharapkan dia lagi?" ucap Bara.

Dewi menggelengkan kepalanya. Air matanya merembes bagai air hujan yang membasahi kedua pipinya. Dewi tidak percaya.

Selama ini wanita itu selalu mencintainya. Dan Haga juga perduli padanya. Ataukah perduli itu adalah sebuah rasa kasihan? Hati Dewi mencelos. Begitu mudahnya lelaki itu berpindah hati setelah menjalani hari hari bersamanya selama tiga tahun ini.

Ada banyak kenangan meski seringkali lelaki itu selalu sibuk dengan kegiatannya. Tapi tak bisa Dewi pungkiri kenangan indah itu selalu tersemat di dalam hatinya dan tidak akan melupakannya.

Tapi video itu seolah menyambarnya di siang bolong. Meski tempo hari ia sudah diberitau oleh lelaki itu sendiri bahwa ia telah menikah. Tetapi melihat kemesraan mereka berdua membuat hatinya ditusuk oleh sebilah pisau. Sakit tapi tak berdarah.

"Apa kau masih mengharapkan lelaki yang jelas jelas sudah tak perduli sama kamu? Dewi! Ingat! kamu yang memutuskannya dan berlari kepadaku. Dan kamu sendiri yang membuat dia terluka. Sekarang dia sudah mendapatkan penggantimu. Apakah kau masih berharap sama orang yang seperti itu." Ujar Bara penuh penekanan.

"Dia masih perduli sama aku, Bar." Ucap Dewi pelan masih tidak mempercayai apa yang ia lihat.

Bara tertawa sumbang. Layar besar itu dimatikan. Tatapan Dewi begitu kosong. Wanita itu seakan tidak mempunyai arah.

"Masih mengharapkannya." Bara menatapnya dengan dingin. Kata kata itu di tekan melalui celah gigi. Hatinya mencelos. Melihat Dewi yang masih kekeuh akan pendirian wanita itu. Bara merasa hatinya ditusuk tepat di jantungnya. Bara merasa muak akan sikap Dewi. Dia begitu berperang dan melakukan banyak trik untuk mendapatkan gadis itu. Tapi apa yang menjadi balasannya tetaplah dia tidak bisa menjadi pemenangnya.

Bara meninju sandaran sofa, tidak tau lagi apa yang harus ia katakan. Hanya itulah tempat sebagai pelampiasan kekesalannya.

"Dewi. Kamu adalah wanitaku! Bagaimanapun kamu tidak bisa pergi dari hidupku." Ujar Bara menekankan kata katanya. Kemudian lelaki itu pergi.

Dewi menangis dalam diam. Hidup di sangkar emas nyatanya tidak membuat ia bahagia. Lebih baik hidup miskin tapi ia merasa bahagia. Di dalam hatinya tiba tiba merasa rindu dengan ibunya.

"Ibu, aku merindukanmu." Ucap Dewi pelan. Wanita itu lantas beranjak dari sofa. Mencari sesuatu dari dalam lemari di mana ia menyimpan foto keluarganya yang tak diketahui oleh bara. Dewi menatap foto lusuh itu, mengusap wajah ibunya yang entah di mana mereka tinggal sekarang. Sejak ia dijual oleh ayahnya. Keluarganya tidak lagi tinggal di rumah nya dulu.

Sempat ia bertanya pada tetangga sekitar saat dia kabur dulu, ibunya sudah menjual rumah itu. Dia hendak mencari keberadaan ibunya namun sebelum hal itu terjadi. Ia sudah ditemukan oleh Bara. Niat mencari ibunya pun pupus. Sejak hari itu, ia tidak bisa menghubungi ibunya.

Di rumah besar Keluarga Permana. Rania begitu sibuk menyiapkan banyak jamuan. Malam ini kedua paruh baya itu hendak mengadakan acara syukuran peringatan pernikahan mereka yang ke 25 tahun. Di halaman samping di dekor sedemikian rupa. Pelayan begitu sibuk memasak makanan dan menyiapkan banyak minuman.

Tapi Rania begitu melupakan sosok putra sulungnya yang entah kenapa sejak pagi lelaki itu tidak muncul. Rania pun mencari sang suami yang tengah sibuk menata dekor dihalaman samping.

"Papih." panggil Rania pada sang suami. Permana pun menoleh sekilas lalu kemudian melanjutkan mengarahkan pegawainya sebelum lelaki paruh baya itu menghampiri istrinya.

"Bunganya di taruh di sana." ujar Permana kemudian menepuk bahu asistennya untuk melanjutkan. "Saya pergi sebentar. Kamu lanjutkan."

"Baik pak." balas asistennya. Permana berbalik dan menemui sang istri yang tengah menunggu.

"Ada apa mi?" Tanya Permana berhenti di hadapan sang istri.

"Anak kamu tuh. Udah siang begini kok pada belum datang." Ujar Rania mencebik kesal. "Kata papi, Haga sudah keluar dari kantor. Seharusnya dia gak sibuk kan. Kenapa sampai jam segini belum juga datang." ucap Rania melanjutkan.

"Telepon dong mih, jangan cuman bisanya marah doang ke papih. Papi juga sibuk ngurus ini dan itu." Balas Permana.

"Nah itu dia. Teleponnya gak bisa dihubungi. Coba papi yang telepon." Ucap Rania.

Lelaki paruh baya itu lantas mengeluarkan ponselnya yang ia kantongi sejak pagi. Kemudian lelaki itu memencet nama Haga ke dalam panggilan keluar. Namun setelah beberapa detik suara operator yang menjawab.

"Gak bisa mi." Ucap Permana.

"Tuh kan. Kemana itu anak." Rania menyilangkan kedua tangannya di perut. Marah kepada sang putra yang justru melupakan acara sakral ini.

"Tenang dong mi. Ini kan masih siang. Lagian acaranya masih nanti sore. Maklum lah mi, anak muda. Lagian sekarang dia sudah mempunyai istri dan hari ini kan hari libur. Pasti mereka ingin me time lah sebelum ujian nanti." Ujar Permana mencoba untuk menjelaskan apa yang terjadi pada anak muda.

"Ya gak gitu juga lah pi. Mami juga pernah muda. Tapi bagaimanapun kalau ada acara penting begini ya harus hadir. Apa kata kerabat kita nanti. Mami pokoknya gak mau tau. Lagian Zizi juga menantu baru mami. Mami gak mau Zizi di olok olok sama mereka karna gak datang." Ujar Rania gak mau kalah.

Permana menggaruk pelipisnya dengan jari telunjuknya. "Ya udah biar anak buah papi yang cari keberadaan mereka. Papi janji sebelum acara dimulai Haga sama Zizi udah disini." balas Permana akhirnya memberi solusi.

Rania tersenyum puas. "Begitu dong pi." Wanita paruh baya itu melenggang pergi. Permana mengeluarkan ponselnya yang ia kantongi sejak tadi. Mengetuk ngetuk layar yang kemudian ia tempelkan di telinganya sebelum panggilan itu dijawab. Lelaki paruh baya itu menyingkir ke tempat sepi.

Setelah beberapa saat Permana mematikan sambungan teleponnya dan kembali berkumpul di halaman samping.

"Laper!" ucap Zizi seraya mengelus perutnya yang terasa lapar. Sejak pagi, kedua pasangan muda itu belum beranjak dari kali. Apalagi sekarang setelah mandi, Haga memancing di kali itu. Ia mendapatkan ikan yang cukup besar. Dan kemudian lelaki itu membakarnya ala kadarnya di atas bara api.

Zizi memandang ikan setengah matang dengan air liur yang hampir menetes. Sementara Haga hanya menahan senyum seraya tangannya lihai membolak-balik ikan.

"Sabar!" hanya itu yang diucapkan Haga agar ikan yang ia bakar matang sempurna.

Mata Zizi tampak bersinar terang. Sudah tidak tahan untuk mencicipinya. Apalagi ikan yang ditangkap dari kali itu nampak segar. Tidak seperti ikan yang dijual dipasar. Pasti rasanya akan berbeda.

Setelah berapa lama akhirnya ikan pun matang. "Nih, makan!" Haga memberikan satu ikannya ke atas daun pisang sebagai alas kepada Zizi. Sementara ikan yang satunya lagi ia ambil untuk dimakan sendiri.

"Aww. Panas!" ucap Zizi lirih. Ia tiup tangannya yang kepanasan.

"Kan baru di angkat, panas-lah." Ucap Haga. Lelaki itu dengan perlahan mengambilkan secuil daging ikan dan menyuap di mulut Zizi.

Zizi merasakan daging empuk itu di dalam mulutnya. "Enak." Zizi memuji rasa daging ikan itu.

Haga tersenyum lalu menikmati ikan bagiannya.

"Kak Haga pinter banget loh nangkap ikan." Ucap Zizi disela memakan ikan bakarnya memuji. "Kak Haga belajar dari mana?" tanya Zizi penasaran. Dari cara Haga yang begitu lihai menusuk ikan hanya dengan berbahan bambu yang diruncingkan. Tangan lelaki itu begitu gesit. Zizi sampai terpana akan kelihaian lelaki itu.

Haga tertawa kecil. "Cuma insting." Balas Haga singkat.

Zizi mencebik-kan bibirnya kesal gak percaya. Mana mungkin insting? Tangannya begitu lihai dibawah air. Haga melihat ekpresi Zizi membuatnya gemas. Akhirnya mengalirlah cerita ketika dulu ia sering melakukan ekspedisi alam bersama teman temannya di awal perkuliahan. Ia seringkali kelaparan karna bekal yang ia bawa tidak cukup. Akhirnya mereka bersamaan menangkap ikan dengan bahan seadanya.

"Wah, Kak Haga pasti keren tuh."

Haga tertawa menanggapi ucapan Zizi. "Ya, begitu deh." Ucap Haga.

Zizi rasa perutnya sudah kenyang setelah menghabiskan ikan bakarnya. "Kenyang!" Ucapnya Zizi.

"Mau balik?"

Zizi mendongak ke langit. Sudah berapa lama ia menghabiskan waktu di kali. Tak terasa saja matahari sudah naik begitu tinggi. Yang awalnya pakaiannya basah pun mengering dengan sendirinya. "Iya. Kayaknya udah siang nih."

Haga pun beranjak. Sebelum pergi, ia membersihkan sisa arang agar tak terinjak oleh orang yang lewat. Setelah menyiram sisa api dengan air, Haga dan Zizi pun kembali ke Vila.

Saat sampai di Vila kebetulan sudah bersih. Pak Damin juga sepertinya masih di sana menunggu kedatangan Haga.

"Makasih pak udah dibersihin." Ucap Haga pada lelaki tua yang sudah mulai keriput itu.

"Iya den, lain kali kalau mau kesini kabarin dulu. Biar saya bersihin."

Haga menggaruk belakang lehernya. "Ini terlalu dadakan pak. Jadi lupa mau ngabarin."

Pak Damin tersenyum. "Ya udah den, neng. Saya pamit dulu. Istri saya juga menyiapkan pakaian ganti kayaknya. Sejak semalam aden sama eneng belum ganti baju."

Haga menoleh ke arah istrinya sebentar, melihat wajah Zizi yang melotot marah, Haga hanya bisa meringis.

"Terima kasih pak." Ucap Haga.

Pak Damin mengangguk sampai akhirnya pak Damin dan istrinya pun pergi dari sana. Zizi menabrakkan bahu kecilnya ke lengan Haga sampai lelaki itu oleng dan menyingkir.

"Ish. kecil-kecil tenaga kingkong." gerutu Haga. Matanya memandang Zizi yang berjalan cepat menuju ke arah dalam. Mendengar gerutuan Haga, langkah Zizi berbalik kemudian membeliak dengan mata lebar.

Haga langsung meringis dengan menaikkan kedua jarinya. Melihat Haga yang terlihat pasrah, Zizi pun kembali menaiki tangga.

Setelah Zizi menghilang, Haga bernafas lega. "Masih kecil tapi membuat jantung aku makin dag dig dug. Apalagi tatapan horornya itu." Gumam Haga mengelus dadanya. Tiba tiba, pluk!

Sebuah tangan menepuk pundak Haga, membuat lelaki itu spot jantung.

"Tuan, anda harus segera pulang." suara familiar dari anak buah Permana membuat Jantung Haga copot. Mata Haga membeliak kala ia tau si pemilik suara itu.

"Ish, ngagetin." Haga merasa kesal saat menoleh ada Dicky. Anak buah kepercayaan Permana. Wajah Dicky begitu datar.

"Tuan Permana menitahkan agar mengajak nona Zizi juga." Lanjut Dicky.

Haga mendecak. "Ini saya lagi asyik piknik disuruh pulang. Papi tuh ada ada aja." Ujar Haga lalu mengambil duduk di sofa. Rasanya tubuhnya sudah terlalu lelah. Sejak pagi tadi yang di buat was was oleh hilangnya Zizi. Dan sekarang Permana menginginkannya kembali dengan paksa. Kapan dirinya bisa me time?

"Maaf tuan. Tuan besar Permana sedang mengadakan syukuran. Jadi anda dan nona harus segera pulang."

"Syukuran apaan? Mereka mau punya anak lagi?" tanya Haga kaget.

Dicky menggelengkan kepala dengan wajah datar. "Bukan, tapi syukuran memperingati pernikahan mereka."

Haga membeliak. Lelaki muda itu langsung mengeluarkan ponselnya guna mencari tanggal hari ini. Dan ternyata ia kelupaan soal acara syukuran yang memang selalu di peringati setiap tanggal 5.

"Anda sulit dihubungi. Makanya kami diperintahkan mencari anda, tuan." Ucap Dicky.

Bagaimana bisa dihubungi. Sinyal disini sangat sulit. "Aku cari Zizi dulu." Ucap Haga menyimpan ponselnya. Lalu beranjak mencari Zizi yang berada di lantai atas. Sementara Dicky masih setia menunggu. Hingga beberapa saat Zizi dan Haga keluar bersamaan. Membuat Dicky merasa lega.

"Ayo pulang." Ujar Haga menggandeng Zizi melewati Dicky.

Dicky mengangguk samar kemudian mengikuti dari belakang.

Dua mobil beriringan pergi dari area Villa. Selama perjalanan pulang, Haga tidaklah menyetir melainkan anak buah Permana yang menjadi sopir. Zizi dan Haga duduk di bagian belakang. Zizi melirik sekilas dengan ekor matanya. Kemudian menatap jendela luar yang berada di samping. Haga masih terdiam memikirkan dirinya yang kelupaan tentang acara yang setiap tahun selalu diperingati dalam tanggal yang sama.

Tiba tiba wajahnya meringis. Kemudian menoleh ke samping. Didekatinya wajah Zizi yang tampak kesal. "Lain kali aku ajak bulan madu ke luar negeri deh. Lebih indah dari pada disini." Bisik Haga tepat di telinga Zizi. Mengingat liburan ini tidak begitu berhasil. Dan semuanya tidak seperti ekspektasi yang dia bayangkan. Ia pun dengan pikiran asal mengajak liburan ke luar negeri saja.

Zizi membeliak lebar langsung menendang kaki Haga. "Ish mesum." Balas Zizi dan Haga langsung terkikik geli.

Zizi memanyunkan bibirnya kesal. Bagaimana tidak? Semalam pria itu masih memikirkan hal mesum dengan dirinya di tempat sepi seperti ini. Lantaran dirinya belum berani memikirkan hal demikian mengingat dirinya yang pelajar. Lagi pula dia juga harus melanjutkan ke jenjang sekolah kejuruan. Mungkin dia akan menunda hal itu sampai beberapa tahun ke depan. Pikir Zizi.

1
Reyhan Gaming
kok dak apdek lagi
Anonymous
Tq ceritanya
Rini
baik2 ya
Anonymous
Zizi cantik
Rini
lanjutkan , alon2 Bae
Rini
lbh percaya Nisa ternyata, duitmu buat apa Haga buat nyilidi istri aja nga bisa, mlh percaya Ama iblis
Rini
Haga pinter bisnis tp
Mudrikah Ikah
lanjut tan 27
Nana Rosdiana
lagi seru malah bersabung
mama De
aneh nemenin mantan peluk pelukan boleh eh istrindi anterin temen pulang sekolah Kalo GA mati jadibes Baru sebab keinginan.ih aneh. I I lah komunikasi ITU penting
Rini
kasar juga ya, punya duit kok nga bisa cari tau dulu haga
Try Dewi
bgus alur cerita ny.
Try Dewi
kpn lgi up ny thor... seruuu cerita ny
Rini
trus salah paham maneh 🤦
Tuti Hayuningtyas: lanjuuuuuut teruuuuus thooooooooor keren
total 1 replies
Rini
lanjutkan ☺️ yang manis gitu Lo
Rini
terimakasih Haga, tunggu Zizi pergi dulu baru sadar ya😁
Yuli Pujiastuti SPdSD
Sangat menarik
Rini
egois
✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕
masih nyimak KK thor
✪⃟𝔄ʀ 𝒊𝒏ᷢ𝒅ⷶ𝒊ⷮ𝒓ᷡ𝒂ⷶ☕☕☕
masih nyimak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!