Takdir Cinta Sang Mayor

Sasa segera membuatkan kopi untuk Mayor Rendi dan langsung membawanya ke teras. "Ini kopinya, Mayor." Sasa menyimpan kopinya di atas meja.

"Terima kasih."

Mayor Rendi mencicipi kopi buatan Sasa, sedangkan Sasa meremas tangannya sendiri saking gugupnya dekat dengan Mayor Rendi.

"Rasa kopinya masih sama seperti dulu," ucap Mayor Rendi.

"Hah...memangnya Mayor masih ingat dengan rasa kopi buatanku, itu kan sudah lama?" Sasa masih terlihat salah tingkah dan belum berani menatap Mayor Rendi.

"Masihlah, mana bisa aku melupakannya," sahut Mayor Rendi.

Seketika wajah Sasa memerah, dia ingin sekali jingkrak-jingkrak saking bahagianya tapi rasanya tidak mungkin. "Astaga, demi apa Mayor tidak melupakanku?" batin Sasa.

Mayor Rendi terlihat mengulum bibirnya menahan tawa, dia tahu kalau Sasa sedang menahan sesuatu karena terlihat sekali di wajahnya. Untuk sesaat keduanya terdiam satu sama lain, mereka bingung harus bicara apa. Mayor Rendi sepertinya sedang memikirkan sesuatu tapi entah apa itu.

"Gila, pegal banget nih bibir, rasanya ingin sekali bicara tapi bicara apa? mana Mayor juga malah diam lagi," gerutu Sasa di dalam hatinya.

Mayor Rendi menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. "Mari kita berkencan?" ucap Mayor Rendi datar.

"Hah?" mata Sasa sampai melotot dan hampir loncat dari tempatnya mendengar ucapan Mayor Rendi.

"Ma-mayor ngo-mong a-pa baru-san?" tanya Sasa terbata-bata.

Mayor Rendi mengubah posisi duduknya menghadap ke arah Sasa. "Mari kita berkencan?" ucap Mayor Rendi kembali.

Sasa menelan salivanya beberapa kali, tiba-tiba saja tenggorokannya kering. "Sebentar Mayor, aku masuk ke dalam dulu," ucap Sasa.

Sasa bangkit dari duduknya dan dengan cepat berlari masuk ke dalam rumah. Sasa masuk dapur supaya Mayor Rendi tidak bisa melihatnya. Sasa berdiri lama dengan tatapan kosong seperti kerasukan mahkluk halus sembari senyum-senyum sendiri.

"Sepertinya aku harus pergi ke dokter THT, soalnya telinga aku sudah mulai mengalami gangguan. Saking halunya, aku bisa mendengar kalau Mayor sedang menembak aku," gumam Sasa.

Sementara itu di luar, Mayor Rendi memegang dadanya. Susah payah dia mengungkapkan cintanya, Sasa malah pergi begitu saja. Padahal dia sudah menyiapkan jiwa raga, mental dan pikiran untuk bisa mengatakan itu.

Tiba-tiba senyum Sasa pudar. "Bukanya Mayor sudah balikan sama mantannya? pasti dia sedang bercanda ini," batin Sasa sedih.

Mood Sasa langsung anjlok dan dia pun kembali ke teras lalu duduk kembali di samping Mayor. Mayor Rendi mengerutkan keningnya. "Kenapa kamu tidak menjawabnya?" tanya Mayor Rendi.

"Untuk apa? Mayor cuma bercanda kan itu?" ketus Sasa.

"Lah, kok bercanda sih? memangnya wajah aku terlihat bercanda?" kesal Mayor Rendi.

"Bukanya Mayor sudah balikan sama mantan Mayor? ngapain Mayor malah ngajak aku berkencan?" tanya Sasa kesal.

Mayor Rendi mengusap wajahnya dengan kasar. "Makanya Allah ngasih otak untuk kamu itu supaya otaknya kamu pakai, bukan hanya dijadikan pajangan di kepala saja," kesal Mayor Rendi.

"Apaan sih Mayor, aku juga sudah mikir kok. Mayor mau jadikan aku selingkuhan Mayor ya, maaf Mayor aku bukan cewek gampangan," ucap Sasa dengan gaya judesnya.

Mayor Rendi kembali mengusap wajahnya dan beberapa mengucap kata Istighfar. "Coba kamu pikir, aku bukan tipe cowok yang suka mempermainkan wanita. Kalau aku mau, sudah dari dulu aku gonta-ganti wanita tapi buktinya, sampai saat ini aku sama sekali belum punya pasangan. Dan satu lagi, masalah Dita, aku sama sekali tidak balikan sama dia dan sekarang dia juga sudah menikah dan punya anak!" jelas Mayor Rendi panjang lebar.

"Hah, serius?" tanya Sasa tidak percaya.

"Ya sudah kalau tidak percaya, aku pulang saja," kesal Mayor Rendi.

Dia bangkit dari duduknya hendak melangkah, namun dengan cepat Sasa menahan lengannya. "Mayor mau ke mana? jangan ngambek dong, Mayor, aku kan tidak tahu," ucap Sasa dengan wajah memelas.

Mayor Rendi menatap tajam Sasa membuat Sasa seketika melepaskan lengan Mayor Rendi. "Jadi bagaimana? mau tidak, berkencan denganku?" tanya Mayor Rendi kembali.

"Mau, mau, mau," sahut Sasa dengan mengangguk-anggukan kepalanya.

"Yakin?"

"Yakin," sahut Sasa dengan senyumannya.

Mayor Rendi terkekeh melihat kelakuan Sasa sampai-sampai lesung pipitnya terlihat. "Masya Allah, tampan sekali ciptaan-Mu," ucap Sasa.

"Apaan sih?" Mayor Rendi mengacak-acak rambut Sasa membuat Sasa makin salah tingkah.

"Kalau begitu, tunggu sebentar aku mau ganti baju dulu," ucap Sasa.

"Eh, tunggu!"

"Ada apa?" tanya Sasa bingung.

"Maksudnya bukan sekarang, ini sudah malam. Besok kan weekend, jadi besok saja," ucap Mayor Rendi.

"Oh, kirain sekarang," sahut Sasa senyum-senyum.

"Ya sudah, sekarang kamu tidur, besok aku jemput kamu pagi-pagi biar kencannya lama sampai malam," ucap Mayor Rendi.

"Oke, Mayor hati-hati di jalan."

"Siap."

Mayor Rendi pun segera masuk ke dalam mobilnya, lalu dia segera melajukan mobilnya meninggalkan rumah Sasa. Sasa masuk ke dalam kamarnya dan berguling-guling di atas tempat tidur sembari senyum-senyum. "Apa aku mimpi? astaga, Mayor ngajak aku kencan!" teriak Sasa.

Sementara itu tidak jauh berbeda dengan Sasa, Mayor Rendi pun terlihat senyum-senyum sembari menyetir mobilnya. Entah kenapa hatinya sangat bahagia, sudah bertahun-tahun lamanya akhirnya dia kembali jatuh cinta.

***

Keesokan harinya....

Mayor Rendi sudah menunggu Sasa di depan rumahnya. Dia melihat ke arah spion dan merapikan rambutnya, penampilan Mayor Rendi sangat tampan dan segar. Tidak lama kemudian, Sasa pun keluar dari dalam rumahnya dan setelah menguncinya, Sasa pun segera masuk ke dalam mobil Mayor Rendi.

"Kok diam? ayo kita jalan," ucap Sasa gugup.

"Pakai dulu sabuk pengamannya," perintah Mayor Rendi.

"Ah, iya."

Saking gugupnya, Sasa sampai kesulitan memakai sabuk pengaman membuat Mayor Rendi menoleh. "Kenapa?" tanya Mayor Rendi.

"Gak tahu, ini kok susah banget ya," sahut Sasa.

Mayor Rendi pun segera membantu Sasa untuk memakaikan sabuk pengaman. Wajah keduanya berdekatan, bahkan Sasa sudah tahan napas saat pipi Mayor Rendi berada tepat di hadapannya. Bibir Sasa sudah monyong-monyong ingin mencium pipi Mayor namun hatinya melarangnya membuat Mayor tersenyum.

"Kamu kenapa?" tanya Mayor Rendi.

"Tidak apa-apa," sahut Sasa gugup.

Mayor Rendi mulai melajukan mobilnya. "Astaga, untung hatiku ciptaan Allah kalau ciptaan manusia, sudah pasti jatuh ke tanah saking gak kuatnya menahan cintaku," batin Sasa dengan kekehannya.

"Kamu baik-baik saja kan?" tanya Mayor Rendi yang merasa aneh dengan sikap Sasa.

"Baik-baik saja kok, Mayor jangan khawatir," sahut Sasa dengan senyumannya.

Akhirnya mereka berdua pun menghabiskan hari itu dengan kencan bersama. Mayor Rendi mendatangi tempat yang ingin Sasa datangi dan itu membuat Sasa sangat bahagia. Keduanya tertawa bersama dan mereka sangat menikmati kebersamaan mereka.