The Most Beautiful Revenge

Di sebuah kamar yang nyaman tiga manusia tengah duduk di atas ranjang yang empuk, di tengah ada Clia di sebelah Kanan ada Cloa dan di sanalah kiri ada Cicilia.

"Hai Kak, lagi apa?" Clia memperhatikan Pemimpin menara sihir yang tengah bermain dengan senjatanya.

"Buat tongkat baru, aku dengar adik mu sudah kembali. Mana aku lihat!" Pemimpin menara sihir menatap Cloa, pemuda itu malah memalingkan wajahnya malu.

"Dia pemalu sekali, Clia bagaimana kemampuan sihir Adik mu, apa sesuai dengan apa yang aku sampaikan?" Pemimpin menara sihir tersenyum.

"Tentu, anda tidak pernah salah bukan?" Clia terkekeh, sedangkan Cicilia nampak ketakutan melihat wajah Pemimpin menara sihir.

"Adik bungsu mu sangat manis, lain kali kita bertamu ya?" Pemimpin menara sihir tanpa ragu mengajukan pertemuan.

"Tidak masalah," Clia menatap Cloa karena dia memiliki sesuatu yang ingin di sampaikan.

"Begini, aku bertemu dengan seorang pria tua berambut putih dengan mas yang tak pernah terbuka, dia meminta ku menyampaikan ini kepada Pemimpin menara sihir. Dia memberi tahu ku bila perang akan terjadi, dia menghilang saat menyentuh kening ku." Ucap Cloa menjelaskan.

"Pantas kau bisa lari dari Raja Iblis, aku sudah melihatnya bila perang itu akan terjadi bahkan aku telah mengeluarkan perintah kepada semua Negri yang ada untuk berupa, bila ada yang tak bersiap maka mereka akan hancur." Ucap Pemimpin menara sihir, Clia menelan salivanya mendengar itu.

"Apa ramalan itu benar Kak?" Tanya Clia, dia mana dia sangat tahu adanya ramalan bila perang akan berkobar dan Iblis akan menguasai setengah tanah di bumi.

"Benar, namun sebagai awal mereka. Akh yakin mereka tak akan menyerang Atlan dengan gegabah." Clia menganggukkan kepalanya.

"Sosok mayat hidup juga akan muncul bersama para penyihir gelap, apa kau pernah merasakan auranya? Aku mendengar dari pengawal mu bila dia merasakan aura itu saat kalian berada di perjalanan." Clia menganggukkan kepalanya.

"Ya, saat itu mereka mencegat kami. Aku tak pernah menyangka bila salah satu dari mereka adalah mayat hidup, aku fikir mereka hanya penyihir hitam dan kaki tangan Raja Iblis saja." Clia menghela nafas panjang.

"Itulah kenapa Pengawal mu memutuskan untuk lari dari pada menghadapi mereka dan akan berakhir dengan kematian. Itu sangat merugikan." Pemimpin menara sihir tersenyum.

"Begitu rupanya," Clia mengangguk faham, kini tatapan Pemimpin menara sihir tertuju pada Cloa.

"Kamu tinggal di Underworld, pasti pengetahuan mu tentang dunia itu cukup banyak bukan?" Pemimpin menara sihir menaruh harapan besar pada Arga.

"Ya, setidaknya mungkin saya lebih tahu sedikit di bandingkan dengan yang lain." Cloa mengangguk faham.

"Baiklah, selama kalian tinggal di Istana berlatih sihir dengan giat karena perang itu mungkin akan segera pecah, di tambah kau saat ini menghilang dari Underworld." Pemimpin Menara sihir memberikan peringatan.

"Baik Kak, aku akan melatih kedua adik ku dengan baik." Clia mengangguk setuju, percakapan itupun akhirnya berakhir dan mereka juga mengikuti perintah dari menara sihir.

Setiap hari, baik Cloa ataupun Clia melakukan latihan sihir bawaan. Namun Cicilia nyatanya lebih menyukai belajar senjata atau panah dan dengan otaknya yang cerdas dia memasangkan banyak jebakan di ujung panahnya.

Di bantu oleh dua penyihir, Cicilia belajar mengukir dengan sangat lambat. Mungkin karena bakatnya yang tidak mempuni di bidang sihir, namun kemampuan strategi yang di miliki Cicilia agaknya sangat baik.

Arga yang mendapatkan perintah persiapan juga langsung meminta pasukannya untuk berlatih keras, ribuan Pasukan di bentuk di bawah komando. Satu hal yang saat ini di hadapi oleh Arga.

Arga menemukan adanya keganjilan di perbatasan wilayahnya. Dia saat ini menyadari, bila pergerakan orang-orang dari pihak penyihir hitam juga mulai bergerak.

Hingga dua bulan lamanya mereka berlatih dan benar saja, perang yang di katakan oleh pihak menara sihir itu benar-benar terjadi.

Pertempuran tidak mengarah ke wilayah Atlan, namun kerajaan lain yang tidak melakukan persiapan, alhasil mereka akhirnya terlindas oleh pasukan iblis dan hampir seluruh wilayah mereka rata dengan tanah.

Lautan darah kini terbentuk di perbatasan wilayah Atlan, Serena yang memiliki kemampuan dalam tak-tik berperang menjadi kunci dalam pertempuran tersebut. Cloa dan Clia belum turun tangan langsung, sedangkan Cicilia membantu sang Mama dalam melakukan peningkatan strategi.

Di depan gerbang perbatasan wilayah Atlan, Clia bersama kudanya mulai menatap para prajurit yang tak kenal lelah melakukan serangan setiap harinya.

Tidak akan mudah untuk melangkah dan tidak akan pernah untuk mundur, di padang pasir yang terik itu Clia dapat menatap semangat juang mereka.

"Ayah, saya ingin ikut berperang." Clia menuduk di hadapan Arga saat pria itu menghampirinya.

"Bagaimana dengan Cloa? Sempurnakan dulu kemampuan kalian, bagaimanapun kalian adalah kunci dari pertempuran ini." Arga memberikan peringatan agar Clia tidak terpancing.

"Tapi, mereka juga adalah manusia yang harus saya lindungi Ayah. Ayah, saya mohon berikan aku ijin untuk turun langsung." Clia dengan tahun memohon pada Arga.

"Baiklah, aku akan mengabulkan permintaan mu. Satu minggu dari sekarang. Pergilah dulu bersama Pemimpin Menara sihir pada pohon kehidupan." Clia mengangguk faham.

"Baik Ayah, aku akan melakukan perintah anda." Clia pamit dan kembali ke arah tenda, Pemimpin menara sihir nampak tengah berleha-leha dengan santainya.

"Anda tidak lihat bagiamana orang-orang itu terluka?" Clia menatap kakak angkatnya tidak suka.

"Clia, aku juga kehabisan energi. Aku mengeluarkan aura ku terlalu banyak untuk melindungi mereka yang terluka parah." Pemimpin menara sihir menghela nafas panjang, baru saja dia berleha sudah di sentak saja oleh adik angkatnya.

"Meski demikian, anda bisa mengalirkan sihir luar biasa anda untuk meluluh lantahkan pasukan depan para monster itu bukan?" Clia mendengus kesal, Pemimpin menara sihir tersenyum lebar.

"Ayah meminta ku untuk datang ke pohon kehidupan bersama anda, mungkin bersama Cloa juga." Clia berjalan ke tenda di sebelahnya.

"Cloa, kau di dalam?" Clia masuk dan mendapati adiknya yang giat berlatih dan membuat banyak ukiran untuk di gunakan di medan perang.

"Kenapa Kak?" Cloa menatap Clia yang nampak tidak baik-baik saja.

"Satu minggu lagi, aku akan turun ke medan perang. Baik-baik di jajaran belakang. Aku akan melakukan apapun demi melindungi kalian." Clia menatap ukiran yang di buat oelh Cloa.

"Aku berharap bila masa depan cerah akan kita dapatkan Cloa, ayo pergi ke pohon kehidupan!" Cloa mengangguk setuju.

"Iya Kak, ayo kita pergi ke pohon kehidupan. Aku juga akan memohon agar kita dapat membebaskan diri dari kekangan ini dan menjalani hidup dengan bahagia." Cloa tersenyum.