Tak hanya mengalah dan memendam perasaan, dia juga rela bertanggung jawab atas kesalahan fatal yang dilakukan adiknya hanya demi menjaga perasaan wanita yang dia cintai dalam diam.
(Mohon baca setiap kali update! Jangan menumpuk bab, jangan lompat baca apalagi boom like. Retensi bergantung dari konsisten pembaca.🙏🙏🙏)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32. IKUT KE KANTOR
Sarapan sudah siap, Kinan kembali ke kamar untuk memanggil suaminya. Namun, saat ia membuka pintu, terdengar suara Azka yang sedang marah pada seseorang di telpon.
"Gak bisa gitu dong, Wi. Kenapa gak dari jauh-jauh hari kamu ngasih tahu kalau mau nikah, dengan begitu kan Saya ada persiapan untuk mencari sekretaris baru. Dan besok ada rapat penting!" Azka berdecak pelan sembari memijat pelipisnya. Baru akan keluar dari kamar, tapi mendapatkan telpon dari sekretarisnya yang memberitahu akan resign mulai hari ini, lantaran harus dipingit.
["Sekali lagi, Saya mohon maaf, Pak."] Hanya itu yang dapat dikatakan Dewi, sekretaris Azka. Dia sebenarnya tak percaya tentang kesialan yang akan terjadi bila melanggar pantangan tersebut, namun saat akan berangkat ke kantor, orangtuanya mencegah pergi. Bahkan mereka sempat berdebat, tak ingin terjadi pertengkaran akhirnya ia memilih untuk menelpon sang bos memberitahukan perihal tersebut.
["Berkas untuk meeting besok, akan Saya kirim ke Kantor, Pak."] Kata Dewi.
Azka langsung mematikan sambungan telepon begitu saja. Dia melempar ponsel ke atas ranjang lalu meraup wajahnya dengan kasar. Besok ada rapat penting, dan itu tidak bisa ditunda. Sementara ia tidak akan bisa menanganinya sendiri tanpa sektretaris.
Kinan yang sejak tadi berdiri di ambang pintu, langsung masuk begitu melihat suaminya telah selesai menelpon. "Bang, ada apa?" Tanyanya.
Azka duduk di tempat tidur, lalu menceritakan tentang sekretarisnya yang tiba-tiba resign serta tentang meeting besok.
Kinan pun ikut duduk di sampingnya suaminya. Ia meraih sebelah tangan sang suami dan menggenggamnya, "Kenapa Abang jadi pusing begini? Kan ada aku," dia tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya.
Azka menatap istrinya lekat, mencoba menimang tawaran sang istri. Namun, sesaat kemudian ia menggeleng, "Enggak Kinan. Kondisi kamu lagi gak memungkinkan untuk membantuku kali ini. Kamu lagi hamil," tolaknya, dia tak mungkin membiarkan Kinan berdiri lama dalam melakukan presentasi. Berbeda dengan pekerjaan yang ia bawa pulang, bisa dikerjakan dengan santai.
Kinan mengusap perutnya. "Sayang, Papa kamu lagi dalam kesulitan. Kita bantu Papa ya?"
"Iya, Ma. Kita bantu Papa." Ucapnya kemudian sambil menirukan suara anak kecil.
"Tuh, dengerin. Anak kita aja mau bantuin kok." Dia tersenyum lebar menatap suaminya.
Azka tak dapat menahan untuk tidak tertawa melihat kelakuan istrinya. "Tapi apa kamu yakin bisa?"
"Percaya sama aku. Mana berkas untuk meeting besok? Biar aku pelajari dulu,"
"Berkasnya ada sama Dewi, nanti akan Dia kirim ke kantor." Jawab Azka.
"Kalau begitu tunggu sebentar," Kinan beranjak dari tempat duduknya lalu melangkah menuju lemari. Ia mengambil dress berwarna navi yang dibelinya minggu lalu via online, kemudian gegas menuju kamar mandi. Tak lama kemudian ia keluar dengan telah berganti pakaian.
"Loh, kamu mau kemana ganti baju?" Tanya Azka. Dia memperhatikan istrinya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Cantik, itulah yang dia tangkap. Dress yang sempat ia perdebatkan karena takut tidak pas bila membeli secara online, ternyata benar-benar pas di tubuh Kinan.
"Kok ditanya mau kemana sih, ya mau ikut Abang ke kantor lah. Udah yuk, buruan sarapan." Kinan menarik tangan suaminya keluar dari kamar.
Azka hanya menurut, dia tak lepas memperhatikan penampilan istrinya. Entah perasaannya saja atau memang Kinan semakin terlihat cantik semenjak kandungannya semakin membesar.
Saat sarapan pun, Azka sesekali mencuri-curi pandang. Dan langsung fokus pada sarapannya bila ketahuan. Setelah selesai sarapan, keduanya pun gegas menuju kantor.
Rumah yang dibeli Azka untuk ia tempati bersama Kinan jaraknya tak begitu jauh dari kantornya, hanya setengah jam menempuh perjalanan mereka pun sampai.
"Pak, kalau ada yang mengantar berkas untuk Saya, suruh langsung ke ruangan Saya." Kata Azka pada security.
"Baik, Pak."
Azka mengapit lengan Kinan memasuki perusahaannya. Seketika tatapan para karyawan tertuju pada keduanya. Untuk yang pertama kali, atasan mereka membawa istrinya ke kantor.
Sepanjang langkah menuju ruangannya, Azka tersenyum, samar-samar ia mendengar beberapa karyawannya memuji kecantikan Kinan. Sementara yang dipuji tampak canggung, padahal ini bukan pertama kalinya ia bertemu banyak orang. Hanya saja, keadaannya sekarang berbeda. Dia bukan lagi sekretaris CEO melainkan telah menjadi istri CEO.
.
.
.
"Apa Pak Azka sudah datang?" Tanya Raka pada security. Dia yang hendak ke apotek membeli obat untuk Alesha, menyempatkan untuk datang ke kantor kakaknya. Sejak semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak karena ingin bertemu Azka. Namun, ia tahan keinginannya itu karena tak mungkin meninggalkan Alesha dalam kondisinya yang belum begitu pulih.
Yah, tiga hari yang lalu akhirnya janin Alesha digugurkan karena lagi dan lagi mengalami pendarahan dan nyeri yang tak tertahankan. Tindakan itu terpaksa harus dilakukan demi keselamatan nyawa Alesha.
Dan penuturan Kiara selaku dokter yang menangani Alesha, kemungkinan yang terjadi setelah pengguguran janin adalah sulit hamil kembar dalam waktu cepat. Meski itu tidak bersifat permanen, namun tetap saja membuat Raka merasa resah. Bagaimana kalau Alesha tidak akan pernah bisa hamil lagi. Pertanyaan itu terus bersemayam di benaknya.
Tujuannya untuk bertemu Azka adalah untuk menceritakan tentang dukanya itu, ia memang belum memberitahu Azka dan Kinan. Tujuannya lainnya ingin meminta maaf karena pernah meminta Azka untuk menggugurkan kandungan Kinan, mungkin ini hukuman untuknya karena ingin melenyapkan darah daging sendiri yang tidak ia inginkan.
"Sudah, Pak. Baru saja datang bersa..." Ucapan security itu terjeda lantaran kedatangan seorang kurir.
"Permisi, Pak. Saya mau antar berkas untuk Pak Azka."
"Oh iya, langsung antar ke ruangannya saja." Kata security sembari memberitahukan dimana ruangan Azka.
Baru saja kurir tersebut akan melengkah, Raka mencegahnya.
"Berkas untuk Pak Azka biar Saya saja yang mengantarkan, kebetulan Saya mau ke ruangannya." Kata Raka.
"Baik, Pak." Kurir itupun memberikan berkas tersebut pada Raka lalu pamit pergi.
neng Kinan jangan ambil keputusan saat masih emosi ya g baik ntar nyesel lho g kasian itu babang Azka bisa2 jdi sad boy kalo kamu terus begitu 🥺🥺🥺