Setelah kecelakaan yang hampir mengakibatkan Ashana keguguran, suaminya malah ingin meninggalkan nya. Bagai sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah keadaan miris yang harus dihadapi wanita muda yang baru berusia 21 tahun itu.
"Mas Nathan! Apa yang kamu katakan, Mas!" teriak Asha yang masih terbaring di ranjang rumah sakit.
"Aku menceraikan mu, Ashana! Mulai detik ini kau bukan lagi istriku!"
Setelah mengatakannya, laki-laki yang sudah membersamai hidup Ashana selama satu tahun sebagai suami itu pergi tanpa berbalik lagi.
Bahkan musibah tidak sampai disana, setelah pulang dari rumah sakit ada yang membakar rumah yang dimana Asha berada di dalam rumah itu. Meskipun nyawa Asha tertolong namun wajah dan tubuh Asha rusak terbakar.
Lima tahun kemudian, Asha dengan sosok baru telah kembali dengan nama Belvina Gania untuk membalas dendam dan merenggut kembali apa yang seharunya menjadi miliknya.
Cekidot...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Vana Dana Vano Dibawa Pergi.
Situasi Di Mansion pagi tadi, setelah Arkan pergi setelah selesai sarapan Selvina langsung mendekati Belvina.
PLAKKK!
Satu tamparan Selvina daratkan pada pipi Belvina.
"Kurang ajar! Apa maksud perkataan Arkan tadi, hah?! Kenapa dia memanggil mu Belvina padahal dia jelas-jelas bisa membedakan mu dan aku karena rambut kita yang berbeda! Apa kau melakukan sesuatu?!" geram Selvina.
Belvina tak merintih kesakitan sedikitpun setelah ditampar dengan keras, bibir wanita itu malah tersenyum mengejek.
"Hei, saudariku. Apa kau sedang ketakutan? Takut aku membongkar borok mu! Tenang lah, aku baru saja mulai. Jika permainan langsung ke garis finish... Itu nggak mengasyikkan!" tatapan Belvina penuh tantangan.
"Cih! Aku nggak takut sedikitpun! Kau pikir dengan berusaha menggoda suamiku, kau akan menang dariku! Hahaha... Bodoh! Aku dan Arkan sudah mempunyai anak, ada ikatan diantara kami yang tidak sembarangan bisa diputuskan begitu saja apalagi oleh godaan darimu! Jangan mimpi!" Selvina mendorong bahu Belvina dengan keras.
Belvina masih bersikap tenang. "Sel... aku bisa saja menampar mu balik atau menyakitimu! Tapi aku nggak akan melakukannya saat ini... karena aku tahu jika fisikmu masih lemah!" ejek Belvina.
"Apa maksudmu?!"
"Aku baru mendapatkan info... ternyata kau juga terbaring koma selama lima tahun ini sama sepertiku! Hahaha... ! Karma-mu ternyata sudah datang tak lama setelah kau menikah dengan Arkan! Bahkan aku denger ada wanita pengganti mu di rumah ini... dia menjadi Nyonya selama lima tahun dan selalu bersama Arkan selama ini. Apa kau pikir tidak terjadi apapun pada mereka?" Belvina tertawa sinis.
Selvina mengatupkan bibirnya.
"Kata Bibik, Arkan pernah mencium wanita penggantimu itu. Siapa namanya, ahh... Asha! Hahaha..." lanjutnya semakin membuat wajah Salvina merah menahan amarah.
"Sok tau! Meski lima tahun ini aku koma, Arkan tetap setia padaku! Kau menyedihkan sekali, Bel! Hanya karena ingin membuatku marah dan kesal, kau malah menghayal! Arkan tidak pernah menyentuh wanita manapun selain aku! Hahaha..." Selvina tidak ingin kalah dari Belvina, meskipun dia mulai terpengaruh saat mendengar Arkan sudah mencium Asha.
"Kau yang terlalu menyanjung dirimu sendiri, Selvina! Kalau kau tidak percaya, tanyakan pada suami mu!" Belvina tersenyum senang melihat wajah buruk Selvina, dia menyenggol bahu saudari nya itu kemudian keluar dari ruang makan dengan dagu terangkat.
"Sialan! Ternyata firasat ku benar, Arkan ada rasa pada wanita itu! Aku harus meraih hati suamiku lagi!" geram Selvina.
"Bagaimana caranya? Ah! Sepertinya aku harus memanfaatkan putriku! Ya... Aku harus mengambil hati putriku lalu dengan sendirinya Arkan akan mendekat padaku!" Gumamnya penuh seringai licik.
.
.
.
Restoran.
Asha duduk dengan gugup, satu jam lalu dia pergi ke RSJ tempat Nathan dirawat. Kedatangan nya memang sudah ditunggu oleh Dokter yang menangani Nathan, karena permintaan dari Nathan sang Dokter menjelaskan semua pada Asha tentang kondisi Nathan kala itu. Bahkan Asha sempat melihat beberapa rekaman Cctv kondisi Nathan selama 2 tahun berada di rumah sakit jiwa, yang akhirnya benar-benar bisa meluruhkan rasa dendamnya begitu saja.
Saat melihat sosok Nathan yang berjalan menuju tempat dirinya duduk, raut wajah berbinar Nathan seketika mengurangi rasa gugupnya. Asha bahkan tersenyum saat akhirnya mereka berdua berhadapan.
"Mas, duduk. Beberapa menit lalu aku memesan kopi kesukaan mu, masih suka Espresso 'kan? Makanannya kita bisa memesan sekarang... aku belum makan siang."
Nathan menurut, lelaki itu duduk di seberang meja. Mengangguk kecil seraya tersenyum saat Asha bertanya padanya. "Kesukaanku pada sesuatu masih belum berubah seperti cintaku padamu... bahkan cintaku malah semakin besar untukmu. Makasih kamu masih ingat kopi kesukaan ku ya..."
Asha hanya merespon dengan senyumnya, sudah terbiasa di gombali lelaki yang sudah menjadi mantan suami.
"Kamu kesini sendirian, putra kita dengan siapa?" tanya Nathan.
"Sama Sus Mela, gapapa. Dia bisa dipercaya, karena sudah bekerja padaku sejak Devano kecil."
Nathan mengangguk.
"Jadi, apa kamu sudah siap mendengarkan penjelasan ku secara langsung?" tanya Nathan kembali.
"Ya, silahkan... Mas. Aku sudah menyiapkan hatiku."
Nathan menegakkan posisi duduknya, menyatukan kedua tangan untuk menguatkan hatinya juga. Jika setelah dia menjelaskan Asha masih tidak mau kembali padanya, dia harus bisa menerima dengan lapang dada namun setidaknya dia ingin menerima maaf dari Asha.
Lelaki yang kini berusia akhir dua puluhan itu menarik nafas pelan lalu menghembuskan nya, mencoba menetralisir perasaan. Kemudian mengalirkan lah cerita dari awal sampai saat ini dari mulutnya.
"Lalu kenapa kamu nggak jujur saja padaku dulu dan kita bisa mencari jalan keluarnya bersama? Bukankan suami istri harus saling berbagi di setiap keadaan, di kala senang dan susah? Kamu malah mengambil jalan dengan berpisah dariku dan meninggalkan ku sendiri...!" suara Asha tercekat, semampunya menahan laju air mata yang akan tumpah.
"Aku mengaku salah, Sha... ucapanmu benar. Seharusnya aku berbagi masalah itu denganmu, mencari solusi bersama. Aku salah... aku memang nggak membenarkan tindakanku saat itu." Nathan tersenyum getir, dia tahu sepertinya Asha akan sulit untuk menerimanya kembali. Kini lelaki itu tidak percaya diri, kepalanya tertunduk pasrah.
"Mas tahu? A-ku... berteriak kesakitan memanggil namamu saat api panas dari kebakaran itu mulai melahap setiap inci anggota tubuhku. Tapi... sampai aku menutup mataku, berpikir aku akan mati saat itu juga dengan membawa janin dalam rahimku... kau bahkan tidak muncul! Hati dan cintaku padamu pun ikut mati saat itu juga... Mas!"
Mendengar suara bergetar Asha, kepala Nathan terangkat. Ya... Asha menangis dengan menyedihkan di depannya. Nathan setengah berdiri dari duduknya ingin menghapus air mata Asha, tangan nya sudah terulur ke wajah wanita itu namun ditepis oleh Asha.
"Maaf, aku hanya ingin__"
"Tidak perlu, aku hanya sedikit melankolis karena mengingat rasa sakitku..." tolak Asha, dia lalu menghapus air mata di wajah dengan jemari gemetar.
"Aku tak akan memaksamu menerima ku kembali... Sha. Aku tahu aku terlalu menyakiti mu meski dengan alasan-alasan yang aku jelaskan padamu... Itu semua tidak akan mampu menghapuskan semua kesalahanku. Aku hanya ingin kamu memaafkan ku..." Nathan sudah kembali duduk, dia menghela nafas panjang.
Asha ikut menghela nafas. "Setelah membaca pesan darimu, aku sudah memaafkan mu Mas. Namun, untuk kita kembali bersama... Aku rasa itu akan sulit untukku. Hatiku terlampau sakit..."
"Aku tau, Sha... Aku nggak akan memaksamu. Tapi jika suatu hari hatimu kembali ada rasa padaku... bisakah memberikan aku kesempatan kedua?"
"Aku__"
Perkataan Asha terpotong karena deringan ponsel milik wanita itu di meja. Babysitter putranya menelepon, biasanya ada situasi mendesak.
"Ya, halo Sus. Vano dan Vana baik-baik saja kan?"
"Itu Nyah... Nyonya Belvina datang kesini dan membawa Non Vana pergi. Saya sudah melarang, saya bilang harus meminta izin lebih dulu pada Anda, tapi Nyonya Belvina bilang dia adalah Ibu kandung Non Vana dan berhak membawa putrinya pergi."
"Sekarang Vana sudah berhasil dibawa?" tanya Asha.
"Sudah Nyah, Nyonya Belvina sudah pergi... tapi bukan hanya Non Vana yang dibawa pergi tetapi Tuan muda kecil juga. Tuan muda menangis melihat Non Vana dibawa pergi jadi Den Vano meminta ikut. Maafkan saya, Nyah. Saya bahkan dilarang ikut oleh Nyonya Belvina, entah dibawa kemana Non Vana dan Tuan muda Vano..."
"Tidak apa-apa, jangan merasa bersalah. Saya tahu kamu sudah berusaha, saya tutup."
Asha mematikan telepon, wajahnya gusar dia takut Belvina tidak bisa menjaga kedua anaknya.
"Ada apa? Terjadi sesuatu pada putra kita?" Nathan ikut khawatir melihat raut kecemasan pada mantan istrinya.
"Belvina membawanya, Vana dan Vano dibawa pergi entah kemana!" jawab Asha kemudian wanita itu menelepon seseorang.
Panggilan terhubung.
"Ya, Sha? Kamu baik-baik saja, bukankah kamu ada pertemuan dengan Nathan?" tanya Arkan dalam sambungan.
Asha sempat heran darimana Arkan tahu ada pertemuan antara dirinya dan Nathan, namun kecemasan pada kedua anaknya menyingkirkan rasa penasarannya.
"Istrimu membawa Vana dari rumahku, dia juga membawa Vano karena putraku ingin bersama Vana. Kamu segera telepon istrimu dan tanyakan kemana dia membawa mereka. Aku khawatir..."
"Oke, Sha. Jangan cemas, ya. Gimana pun Belvina adalah Ibu kandung Vana, nggak mungkin dia berbuat macam-macam yang akan membahayakan kedua anak kita."
Penempatan 'kata kedua anak kita' yang diucapkan Arkan terasa salah di telinga Asha, tetapi saat ini wanita itu tidak ingin memikirkan apa-apa selain mengetahui keberadaan Devano dan Devana.
"Secepatnya kabari aku, kau juga tahu meskipun daya tubuh Vano sudah lebih baik tapi situasi tertentu bisa membahayakan nyawanya!" jawab Asha dengan tegas.
"Aku tahu segalanya tentang putra kita, aku adalah Ayahnya sejak dia bayi... aku akan menelepon Belvina sekarang! Aku janji... Putra kita akan baik-baik saja, begitu pun Putri kita!"
"Baik, aku percaya pada padamu!" Asha mengakhiri panggilan. Dia menatap Nathan yang sejak tadi menatap dirinya dengan lekat. "Mas, aku harus pergi! Aku rasa pembicaraan kita sudah cukup, aku benar-benar sudah memaafkan mu... Permisi!"
Asha bangun dari duduknya, melewati posisi Nathan dimana Pria itu duduk namun lengan wanita itu ditahan.
"Aku ikut! Vano adalah putraku juga!"
Tanpa menunggu ijin dari empu tangan, Nathan tidak melepas pegangan nya pada tangan Asha lalu membawa wanita itu keluar dari Restoran setelah membayar bill.
nathan dan asha semoga saling mencintai