NovelToon NovelToon
Inginku Bukan Ingin_Nya

Inginku Bukan Ingin_Nya

Status: tamat
Genre:Teen / Romantis / Tamat / Cerai / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / bapak rumah tangga
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Imas

Kisah ini berlatar belakang tentang persahabatan dan percintaan. Menceritakan kisah seorang gadis yang hidup penuh keberantakan, Jianka namananya.

Jianka mempunyai seorang sahabat dekat yang dia pikir benar-benar seorang sahabat. Namun tidak, dia adalah orang yang paling tidak rela melihat Jianka bahagia.

Beruntung dalam dunia percintaan. Jianka dicintai dengan hebat oleh dua lelaki yang memiliki latar dan gaya hidup yang berbeda.

Jianka menjalin hubungan dekat dengan seorang lelaki bernama Arbian. Remaja zaman sekarang biasa menyebut hubungan ini dengan HTS. Meski demikian, kesetiaannya tak dapat diragukan.

Selain itu, Jianka juga dicintai oleh seorang Gus Muda yang mampu menjaga kehormatannya dan bersikap sangat dewasa.

Bagaimana kisah lengkap mereka? Cinta manakah yang mampu memenangkan Jianka? Kuy, ikuti ceritanya ....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kisah Kita

..."Aku berharap bahagiamu setelah bahagiaku. Agar bahagia kita sama-sama mampu untuk diceritakan."...

...-Jianka Putri Dwianka...

.......

.......

.......

"Besok acaranya di pondok, habis itu kita tinggal di sana, ya?"

"Aku tinggal sama abah sama umma di sini aja boleh, nggak?" tanya balik Jianka yang merasa takut untuk tinggal di lingkungan pesantren.

Jianka yang duduk di pinggir kasur itu, dihampiri oleh Mahza yang telah selesai melipat sajadahnya, "Kok gitu, Sayang? Kan kamu sekarang istri aku, Cantik. Harusnya ikut aku."

"Bukan gitu, aku nggak siap tinggal di lingkungan pesantren," jawab Jianka  merendah.

"Apa yang ngebuat kamu nggak siap, Sayang? Aku temenin, kita lewati bareng-bareng, okay?"

Menatap sudut mata Jianka yang tampak begitu gelisah dan mengkhawatirkan hari esok. Mahza menarik ujung bibirnya, tersenyum indah yang tampak nyaman ditatap oleh siapa saja yang melihatny, "Boleh peluk?" tanyanya lembut.

Jianka menoleh saat wajah tampan suaminya tepat berada di samping wajahnya. Spontan Jianka menarik mundur wajahnya untuk sedikit menjauh dari muka Mahza.

"Nggak adil banget! Arbian yang bukan siapa-siapanya aja udah berkali-kali meluk kamu. Aku yang suaminya nggak boleh."

"Kayak gitu dosa, tau! Bukan mahram, main peluk aja. Mana tiap hari ketemuan, sering tinggal bareng," tambah Mahza yang penuh penekanan.

Senyum tipis Jianka yang mulai tampak melihat tingkah cemburu suaminya tersebut. Jianka meletakkan kepalanya yang masih tertutup hijab pada paha Mahza, berbaring dengan senyumnya yang paling indah, yang pertama kali dia tampakkan di hadapan Mahza.

Tangan kanan Mahza mengelus lembut kepala Jianka, dengan senyum yang tampak nyaman dipandang mata, Mahza mengucapkan shalawat yang turut menenangkan hati Jianka.

"Nggak usah khawatir, Cantikku. Mungkin akan sulit beradaptasi, aku tetap bersamamu. Jadi, jangan khawatir."

Pintu kamar terketuk dengan lembut, "Mahza, temen-temen kamu datang, Nak."

Suara tersebut membuat Jianka bergegas bangkit dan merapikan kembali hijabnya.

"Iya, Umma."

"Ikut keluar?" tanya Mahza pada Jianka yang kini menghadap cermin.

"Iyalah, kan mereka ke sini buat kita."

"Seharusnya nggak usah."

"Jangan posesif gitu, dong. Lagian temen kamu sendiri."

"Posesif kamu bilang? Sayang, dengerin, ya. Sayyidina Ali aja nggak rela bayangan Sayyidah Fatimah dilihat orang lain. Bayangan lho ini, bayangan, cuma bayangan!" bantah Mahza menekan nada bicaranya.

Wajah Mahza yang sedikit kesal ditatap bahagia oleh Jianka. Jianka menghampiri suaminya tersebut, memeluknya manja dengan wajah bangga, "Iya, Sayangku, iyaa. Aku minta maaf, ya?"

Mendengar panggilan manis dari istrinya yang baru dia dengar untuk kali pertamanya. Hati Mahza luluh seketika, tangannya mengelus lembut kepala yang telah rapi hijabnya.

"Cuma buat nyapa mereka aja. Kan mereka ke sini buat kita, kalau aku nggak ikut, pasti mereka nanya."

Langkah Mahza dan Jianka beriringan, disambut ramai oleh segerombol teman-teman Mahza. Mata Jianka kaku dengan circle halal Mahza dengan outfit halal mereka pula, "Buset, mimpi apa aku, ya? Aku yang biasanya pakai kerudung aja, nggak, malah ketemu orang-orang kek gini."

Sama seperti Mahza, tak satu pun dari mereka yang berniat menjabat tangan Jianka.

"Weehh, keren banget. Gus kita sudah beristri, ada niatan buat nambah mboten, Gus?" canda salah satu temannya.

"Boleh, nggak? Kalau boleh, masa mau disia-siain kesempatannya," jawab Mahza yang mengarahkan wajahnya pada Jianka.

Seisi ruang dipenuhi canda dan ramainya tawa. Hingga ponsel Jianka yang berdering dalam sakunya, membuat suasana sedikit lebih mengurangi keramaiannya.

"Iza," ucap Jianka yang bermaksud memberi tahu Mahza.

"Jawab aja, siapa tau penting."

Jianka menjauh untuk menjawab panggilan tersebut.

"Ji ...."

Suara tangis yang bercampur dengan gemetarnya terdengar, seketika Jianka dibuat panik.

"Kenapa, Za? Kamu kenapa?"

"Kak Arbian, Ji. Kak Arbian."

"Kak Arbian kenapa?" Jianka yang mulai panik dengan suaranya yang mulai mengeras. Seisi ruang yang mampu mendengar suaranya, seketika terdiam, seluruh mata tertuju pada Jianka sekarang.

Tangis itu pecah seketika setelah Iza menjelaskan semuanya. Tangan Jianka seolah tak mampu hanya sekedar untuk memegangi ponselnya. Ponselnya yang terjatuh bersama tangis histerisnya. Dengan sigap, Mahza berlari menghampiri istrinya tersebut.

Tubuh yang kehilangan keseimbangannya itu, tepat ditangkap oleh Mahza. Tanpa lebih dulu bertanya tentang apa yang sedang terjadi, Mahza lebih memilih memeluk dan menenangkan Jianka dalam dekapannya.

Salah satu teman Mahza mengambil langkah untuk mengambil kembali ponsel Jianka yang terjatuh. Dalam panggilan yang masih terhubung tersebut, Iza juga mampu mendengar kehancuran Jianka.

Ponsel tersebut diarahkan pada Mahza yang masih mendekap istrinya.

"Iza? Kamu dengar saya?"

"Iya, saya dengar," jawab Iza yang masih terdengar tangisannya.

"Ada apa, Za? Kenapa?"

Iza kembali menjelaskannya, semua yang mendengarnya pun dapat menjelaskan ketidak sanggupannya meski mereka tak mengetahui siapa korban tersebut. Hingga membuat istri sahabatnya itu seolah tak sanggup hanya untuk menopang dirinya.

"Iza, kita ke sana sekarang. Tolong share lokasi aja, ya."

Di bangku rumah sakit, terlihat Iza yang terduduk lemah. Air matanya yang tak pernah tampak, hari ini Jianka menyaksikannya dengan jelas.

Di samping tempat Iza duduk, bunga yang Jianka kenal kembali terlihat. Ya, bunga yang Jianka berikan pada Arbian tadi pagi.

Hari ini, setalah menghadiri pernikahan Jianka. Arbian berpamitan untuk pergi. Entah kemana, Arbian tak mengatakan hal tersebut saat Iza bertanya.

Mereka tak pulang bersama. Hingga sore tiba, Arbian tak juga kembali. Sebuah kabar menyapa Iza yang sedang menanti.

Kabar terjadinya kecelakaan beruntun yang melibatkan kakak lelakinya tersebut. Arbian  terluka parah. Di balik dinding kaca rumah sakit itulah. Iza, Jianka, dan Mahza menatap Arbian yang tak kunjung sadar.

Tangis Jianka yang semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak, lelaki yang selalu tampak kuat dan menguatkan dirinya, yang menghapus kesepian yang terus-terusan menyapa Jianka. Kini berbaring sendirian, hanya ditemani alat-alat rumah sakit yang menegangkan.

"Kak Arbian, Jianka di sini untuk Kak Arbian. Tolong, tolong tetap baik-baik saja."

Tetap berada di samping istrinya hingga Jianka merasa sedikit lebih tenang. Hingga malam tiba, Jianka tetap memilih untuk menunggu Arbian.

"Sayang, aku tinggal bentar, boleh? Temen-temen masih nunggu, kayaknya perlu bicara juga sama abah sama umma untuk acara besok di pondok. Kita undur aja, ya?"

Mata Iza yang menatap tak tega. Di hari bahagia ini, lagi-lagi tawanya terkikis. Bahkan, hari esok yang seharusnya menjadi hari bahagia selanjutnya yang harusnya mereka lewati. Diputuskan untuk ditunda.

"Ji, kamu pulang aja nggak papa. Kak Arbian  biar aku yang jagain."

"Jangan ditunda. Kasian, pasti semua udah disiapin."

Mahza hanya menatap diam, membiarkan Jianka menyuarakan keinginannya.

"Aku nggak bisa menyapa mereka dalam keadaan kayak gini, Za."

"Udah, nggak papa. Semua bisa dikondisikan," tambah Mahza tenang.

"Kak, lihat ini! Jianka tidak membatalkan pernikahannya untuk kakak, tapi dia menunda acara berharga ini untuk kakak," batin lirih Iza yang menatap kedua pasangan itu penuh makna.

...***...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!