"Tidak ada yang namanya cinta sejati di dunia ini. Kalaupun ada, seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami." ~Liam
"Cinta sejati tak perlu dicari. Dia bisa menemukan takdirnya sendiri." ~Lilis.
Bagaimana ceritanya jika dua kepribadian yang saling bertolak belakang ini tiba-tiba menjadi suami istri?
Penasaran? Ikuti kisahnya sekarang ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Penguasa Dilawan Penguasa
...----------------...
"Di mana Rara, Yan?"
"Lagi diperiksa dokter." Ryan menjawab pertanyaan Lilis yang baru datang bersama Liam dan orang tua Rara. Lelaki itu terlihat kelelahan seperti habis dikejar-kejar setan.
Bagi Ryan, mungkin lebih baik lari tujuh putaran daripada harus disuruh menjaga perempuan yang tengah dipengaruhi oleh obat perangssang. Sungguh, membuat tubuhnya lemas sebadan-badan.
"Terima kasih, ya, Nak. Kamu udah menyelamatkan anak saya," ucap Roni yang merupakan ayah kandung Rara.
"Sama-sama, Pak. Tapi yang lebih pantas mendapatkan ucapan terima kasih itu Lilis. Kalau bukan dia yang menyuruh saya untuk memastikan Rara baik-baik saja di ruangan sutradara, saya tidak akan tahu jika anak Anda sedang berada di dalam bahaya," tutur Ryan sambil menatap ke arah Lilis.
Perhatian semua orang pun berpindah pada Lilis. "Makasih, ya, Lis," ucap Bu Salma sambil menangis.
Lilis menepuk-nepuk pundak Salma lalu berkata, "Lilis nggak berbuat apa-apa, Bu. Mungkin Rara emang udah beruntung bisa selamat dari insiden memalukan ini. Lilis benar-benar nggak nyangka kalau Pak Sutradara itu bejat pisan. Lilis mau laporin dia ke pihak berwenang."
"Percuma aja, Lis. Orang itu kebal hukum," celetuk Ryan yang membuat pandangan Lilis sontak beralih kepadanya.
"Kebal hukum kumaha?" tanya Lilis sambil mengernyitkan kening.
"Kejadian kali ini bukan untuk pertama kalinya terjadi di lokasi syuting. Sutradara cabul itu sudah sering memanfaatkan kepolosan artis baru atau selebgram yang tertarik main film," jawab Ryan.
"Ah, gelo pisan! Mana bisa kayak gitu dibiarin aja. Memangnya selama ini nggak ada yang berani laporin dia?" Lilis geram bukan main. Bagaimana bisa hal bejat seperti itu dibiarkan terjadi berulang-ulang di tempat kerjanya.
"Udah pernah. Paling sehari aja dipenjara, abis itu langsung keluar karena ada yang menjamin dia."
"Siapa?" Lilis bertanya lagi.
"Yang punya rumah produksi film. Dia saudara dekatnya. Kita hanya bisa menghela napas lalu tidak ada cara lain selain ikhlas. Zaman sekarang apa pun bisa dilancarkan dengan uang, Lis. Keluarga korban pada akhirnya mengikhlaskan karena katanya mereka sudah mendapatkan uang ganti rugi. Padahal aku pernah denger ada beberapa pengakuan tersembunyi dari keluarga korban. Sebenarnya mereka hanya diberikan dua pilihan, yakni mengambil uang ganti rugi dan mencabut tuntutan atau harus mati di tangan preman."
Lilis memang sering mendengar banyak ketidakadilan di negeri ini, tetapi dia tidak percaya jika ternyata dia juga harus melihatnya sendiri. Bagaimana kuasanya uang yang begitu mendominasi, hingga orang biasa tak layak untuk dikasihani.
"Bejat! Kenapa mereka bisa nggak punya hati nurani sama sekali? Pokoknya Lilis nggak bakalan biarin masalah ini terus terjadi. Mereka bisa berbuat curang dengan uang. Lilis juga bisa membalikkan keadaan. Apa pun caranya orang itu harus mendapatkan hukuman yang setimpal berdasarkan hukum di negara ini."
"Sayang, kamu jangan terlalu memaksakan diri. Bisa-bisa kamu sendiri yang mendapat masalah. Yang penting kan sekarang Rara udah selamat dari kejahatan sutradara itu. Kamu nggak perlu ikut campur urusan mereka. Oke," bujuk Liam pada istrinya yang terlihat marah sekali. Luapan emosinya begitu menggebu-gebu. Liam takut jika istrinya akan berbuat hal nekat yang akan membahayakan dirinya sendiri. Terlebih mendengar cerita Ryan seperti itu.
"Te bisa kitu atuh, Ay! Kalau misalnya kejadian tadi menimpa Lilis, memangnya kamu mau ikhlasin gitu aja? Kita teh hidup di negara hukum, maka orang yang jahat harus mendapatkan hukuman yang setimpal. Kalau kita lepasin dia sekarang, nanti bakalan ada korban selanjutnya. Bagaimana kalau selanjutnya Lilis yang akan jadi incaran dia? Lilis kan kerja di sana juga."
"Kalau gitu kamu harus keluar kerja. Aku nggak akan biarin kamu kerja di lingkungan yang tidak sehat seperti itu," seru Liam tanpa berpikir lagi.
"Ih, itu 'kan semisalnya Lilis yang ngalamin, kalau perempuan lain yang ngalamin gimana?"
Liam terdiam seolah tidak peduli jika hal itu terjadi. Baginya, yang terpenting adalah keselamatan sang istri.
"Keluarganya pasien Rara." Suara seorang perawat yang baru keluar dari ruangan pemeriksaan menyita perhatian semua orang.
"Iya, Sus. Saya ibunya," ucap Salma yang langsung menyerobot mendekati perawat tersebut.
"Silakan masuk! Dokter mau berbicara dengan keluarga pasien."
"Baik, Sus."
Kedua orang tua Rara pun masuk ke ruangan, sedangkan Lilis, Liam, dan Ryan menunggu di luar. Perdebatan Lilis dan Liam tak lagi dilanjutkan. Ketiganya hanya terdiam sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Lalu tak berselang lama mereka bergantian menjenguk Rara di ruangannya hingga tak terasa waktu berjalan cepat hingga malam kian larut. Lilis, Liam, dan Ryan pun pamit untuk pulang kepada keluarga Rara.
****
"Kamu serius mau ikut melaporkan sutradara itu, Lis?" Liam bertanya pada Lilis ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang dari rumah sakit.
"Iya, pokoknya Lilis mah nggak terima si Rara digituin sama sutradara itu. Dari kecil Lilis selalu dididik agar selalu menolong yang sedang kesusahan dan membasmi kejahatan. Makanya, Lilis pernah bercita-cita menjadi seorang power rangers yang suka membela kebenaran."
Liam menghela napas panjang lalu mengeluarkannya perlahan. Lilis menganggap hal itu seperti permainan, padahal itu sangat membahayakan. "Tapi, Lis ...."
"Memangnya Ay nggak mau dukung Lilis? Ini 'kan demi kebaikan," potong Lilis dengan wajah memelas. Ia seolah paham dengan maksud dari ucapan yang hendak Liam lontarkan.
"Aku akan selalu dukung kamu, Sayang. Tapi ... aku nggak yakin bisa menang melawan penguasa seperti mereka."
"Kenapa nggak yakin?" Lilis mengernyit seperti aneh mendengar Liam pesimis seperti itu. "Penguasa itu harus dilawan sama penguasa lagi, Ay. Memangnya Ay lupa kalau Lilis ini cucunya penguasa yang kaya raya?" lanjut Lilis yang membuat kedua alis Liam terangkat seketika.
"Ah, iya. Kenapa aku bisa lupa? Tapi, apa kamu yakin jika Kakek Wahyu mau membantu Rara?" tanya Liam lalu menoleh sejenak pada Lilis sebelum kemudian beralih lagi ke jalan raya.
"Menurut kamu?" Kerlingan genit yang Lilis tunjukkan seolah mengisyaratkan jika Liam pasti sudah tahu jawabannya. Seharusnya Liam tahu betul jika Kakek Wahyu akan melakukan apa pun yang diinginkan oleh cucu satu-satunya itu.
Liam sejenak menoleh pada istrinya lalu tersenyum melihat mimik wajah Lilis yang menurutnya sangat lucu. "Iya, iya. Aku tahu kamu adalah cucu kesayangan dan satu-satunya. Apa pun yang kamu minta, pasti dikabulkan sama beliau," ucap Liam. Sebelah tangannya pun terangkat untuk mengacak rambut Lilis. "Pinter banget istri aku ini," katanya dengan gemas. Lilis pun tersenyum tersipu.
"Iya, atuh. Siapa dulu suaminya ... A liam." Lilis berkata dengan gaya jumawa. Liam hanya tersenyum menanggapinya.
"Sekarang antar Lilis ke rumahnya Kakek Wahyu, ya. Lilis mau ngomongin masalah ini sama beliau. Setahu Lilis, kakek punya banyak kenalan di kepolisian. Kalau perlu, keluarga Rara kita berikan perlindungan supaya mereka nggak mendapat ancaman dari pihak sutradara bejat itu."
"Aku bangga sama kamu, Lis. Ternyata selain cantik, hatimu juga sangat baik. Aku jadi makin cinta sama kamu," ucap Liam sambil menggenggam tangan Lilis.
"Lilis juga cinta sama Ay. Cinta banget malah," balas Lilis lalu mencium punggung suaminya dengan mesra.
Senyuman Liam tak pernah lepas dari bibirnya. Sungguh, dia sangat beruntung mempunyai istri seperti Lilis. Sudah kaya, baik hati pula.
...----------------...
...To be continued...
Mampir thor 🙋
mimpi ternyata
pengen narik rara