Hanya karena bentuk fisik yang tak seindah wanita lain. Alice harus menelan pil pahit sebuah pengkhianatan suami.
"Ckkk." Gavin berdecak seraya terkekeh mengejek. "Apa kamu tak berkaca, Alice? Lihat tubuhmu itu, sudah seperti babi putih. Bulat tak ada lekukan. Ukuranmu yang besar itu sudah membuatku jijik. Jangankan untuk menyentuhmu, senjataku saja tak mau berdiri saat melihatmu mengenakan pakaian minim di kamar. Apa pun yang kamu kenakan untuk merayuku, tak mampu membuatku berhasrat padamu. Apa kau mengerti!"
Penghinaan serta pengkhianatan yang Gavin lakukan pada Alice meninggalkan luka yang begitu dalam, hingga membuat hati Alice membiru.
Mahkota yang seharusnya ia hadiahkan pada suaminya, justru menjadi malam petaka dan cinta satu malam yang Alice lakukan pada Bara, kakak iparnya sendiri.
Bagaimana malam petaka itu terjadi? Bagaimana Bara bisa menyentuh Alice saat suaminya saja jijik menyentuhnya? Lalu apa yang akan Alice lakukan untuk melanjutkan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunga Peony, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Mengejar cinta
Setelah acara makan malam yang berantakan, kini Yonna harus menghadapi panas di bawah terik matahari. Topi proyek yang terkipas di depan wajah tak cukup menghalau panas yang terasa menyentak di kepala.
Yonna memegang beberapa map di tangan, ia menemani Tama memantau perkembangan resortnya yang sempat terbengkalai beberapa bulan yang lalu.
Bata merah yang tersusun tinggi di sebelah kanan, berjejer dengan gunungan pasir yang tingginya tak sampai setinggi orang dewasa. Balok kayu panjang dan bulat melintang-melintang pada bangunan sebagai penopang.
Para pekerja tampak hilir mudik mengangkat ember hitam yang berisi semen yang telah di aduk dengan pasir dan air.
Bara yang sedang mengobrol dengan Tama kini menoleh pada Yonna. Wajah putih Yonna sedikit memerah, wanita itu tak menyangka pulau Lombok sepanas itu saat siang hari.
Jam menunjukkan pukul dua siang, namun sejak tadi matahari bukannya meredup justru semakin menantang. Bahkan Yonna sudah menghabiskan hampir tiga botol air mineral setinggi jengkalan tangannya ia minum dalam waktu dua jam sejak terakhir ia minum setelah makan siang.
Akibat terlalu banyak minum, wanita itu harus menanggung rasa sesak di ujung kantong kemihnya. Yonna mulai gelisah, namun bangunan yang masih berantakan seperti itu membuatnya tak yakin ada toilet yang cukup layak untuk ia gunakan.
“Ada apa?” tanya Bara. Ia sedari tadi melihat Yonna yang tampak gelisah. Tama yang sedari tadi membelakanginya pun juga ikut menoleh.
“Apa kau ingin ke toilet?” tanya Pria tinggi itu lagi. Ia hanya mencoba menebak.
“Di bagian dalam gedung dekat lobby, ada toilet yang sudah siap. Kamu bisa menggunakan itu,” timpal Tama. Tangannya menunjuk sisi barat gedung.
Tanpa banyak kata Yonna langsung bergegas menuju tempat yang dikatakan bosnya itu. Sebelum kran bagian bawahnya tak dapat ia tahan lagi hingga menyebabkan rasa malu untuknya seumur hidup.
“Sudah siap apanya? Ckkk,” decak Yonna. Wanita yang selalu menggunakan kemeja serta rok span saat bekerja itu mencebikkan bibir merahnya.
Setelah menuntaskan rasa sesak di kantong kemihnya, Yonna keluar dari kamar mandi dengan perasaan lega. Kamar mandi itu masih berantakan dengan plaster yang belum rapi.
Di tambah kaca jendela di dinding bagian atas serta bak mandi yang belum terpasang, untung ada ember kecil serta gayung yang dapat ia gunakan untuk menampung air yang cukup jernih.
Setidaknya masih bisa dikondisikan dengan keadaannya yang mendesak, dibandingkan ia harus menggunakan kamar mandi darurat tukang yang ada di luar sana. Melihat kondisinya dari jauh saja sudah membuat ia bergidik ngeri. Hanya ditutupi seng-seng bekas.
“Arkhhh.” Yonna tersentak kaget saat ada seseorang yang menariknya ke sebuah ruangan yang berada tak jauh dari kamar mandi itu.
Pria itu membekap mulutnya dari belakang sehingga Yonna tak dapat melihat siapa yang menariknya.
“Hmmm!” Yonna mencoba berteriak.
“Jangan berteriak, atau aku akan terus menutup mulutmu!” ancam lelaki itu, yonna mengangguk.
Dahi wanita itu berkerut, ia tidak begitu bodoh hingga tak menyadari suara siapa yang sedang berbicara padanya saat ini.
Setelah menutup pintu itu dengan kakinya. Pria itu melepaskan tangannya, membalikkan tubuh Yonna dan menekan wanita itu ke pintu yang tidak terkunci. Ruangan kosong dengan dinding cat warna putih tulang.
“Pak Bara! Apa-apaan yang Bapak lakukan?”
“Sampai kapan kau akan pura-pura tak mengenaliku?” Bara justru balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Yonna.
“Apa yang bapak maksud? Saya tidak mengerti!” Yonna mengangkat kedua tangannya untuk mendorong dada bidang lelaki itu agar menjauh dari dirinya. Tetapi bukannya menjauh, lelaki itu justru semakin menghimpit tubuhnya dengan sebelah tangan berada di samping kepala Yonna sebagai tumpuan.
Jarak wajah mereka berdua terlalu dekat, Yonna bisa merasakan hembusan nafas pria itu membelai pipinya. Geli.
“Dirimu tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti. Alexandra Kiyonna … oh, aku salah. Dionne Alice Kiyonna!” ujar Bara memainkan nada bicaranya seakan mengolok penyamaran wanita yang ada tepat dihadapannya itu.
Yonna tersentak kaget. Ia menatap Bara tak suka. “Anda salah, saya Alexandra Kiyonna. Wanita bernama Alice sudah mati lima tahun yang lalu.”
“Mau kamu ubah identitasmu ribuan kali, bagiku kamu tetaplah Aliceku yang dulu.”
Yonna tersenyum miring. “Alicemu? Sejak kapan kau menganggap wanita gendut yang tidak berguna itu sebagai milikmu? Jangan konyol. Dan sekarang lepaskan aku atau aku akan berteriak!”
“Teriak saja, biar kita diarak massal dan dinikahin saat ini juga. Atau kamu mau aku perkosa di sini sekarang, hmm!” ujar Bara cukup membuat Yonna menganga mendengar ucapannya yang absurd.
“Apa kau gila, menjauhlah dariku.”
“Apa hubunganmu dengan Tama? Dan untuk apa kamu mendekati Gavin kembali, Alice?”
Yonna kembali menganga dengan mata yang melebar sempurna. Pertanyaan yang keluar dari mulut Bara membuat Yonna mendengkus jengkel. Ia dan Bara tak memiliki hubungan apa-apa yang bisa membuat lelaki itu ikut campur akan semua urusannya.
“Kamu memata-mataiku? Jangan lancang, kamu tidak punya hak untuk mengetahui apa yang aku lakukan dan juga ikut campur dengan segala urusanku!” marah Yonna.
Tatapan mata wanita itu begitu tajam seakan ingin menguliti Bara karena kesalahannya.
“Tentu aku punya hak. Dan aku peringatkan padamu, jangan pernah dekat dengan lelaki manapun, baik Tama ataupun Gavin!”
Bara bukan pria yang sabar untuk melihat Yonna bermain-main dengan banyak pria yang ada di dekatnya. Hatinya panas tiap wanita itu tersenyum manis pada lelaki lain sedangkan dengan dengannya Yonna justru tampak dingin dan tak saling mengenal.
“Menjauhlah da …,” ucapan Yonna terpotong karena Bara menciumnya. Menahan tengkuk Yonna saat wanita itu hendak.memberontak untuk melepaskan diri.
“Emmm." Yonna mendorong dada bidang Bara dengan keras, namun apa daya tenaganya sebagai wanita tak cukup kuat menghadapi tenaga pria seperti Bara.
Bara terus menciumnya, sampai Yonna hampir kehabisan napas baru Bara melepaskan ciumannya.
Plak!
Sebuah tamparan yang cukup keras Yonna layangkan pada wajah lelaki itu. Ia merasa sakit hati dan tersinggung atas apa yang mantan kakak iparnya itu lakukan padanya. Ia merasa seperti dilecehkan.
“Jaga sikap Anda, Pak! Saya harap ini akan menjadi pertama dan terakhir kalinya Anda bersikap kurang ajar pada saya. Jauhi dan menyingkirlah dari hidup saya!” tekan Yonna penuh amarah.
Tatapan matanya menyiratkan kekecewaan yang membuat Bara terdiam. Ia tak bermaksud untuk menyakiti wanita itu, namun nyatanya tindakannya yang begitu tergesa-gesa membuat Yonna semakin menjauh darinya.
Yonna membuka pintu dan berlari pergi meninggalkan tempat tersebut. Bara meninju dinding putih itu kuat, ia begitu kesal pada dirinya sendiri yang tak mampu menahan diri. Sebagai seorang.pengacara ia begitu pandai mengelola emosi dalam persidangan, akan tetapi kali ini.
Di hadapan seorang Yonna, Bara menjadi elang bodoh yang terburu-buru menerkam mangsa hingga mangsanya lari pergi meninggalkannya seorang diri dalam penyesalan.