CINTA SHERINA

"Akkkhhhhh!!!! S*al!!! S*al!!!"

Ana memukul stir mobilnya melupakan segala amarahnya. Dia bahkan berteriak sekuat mungkin di dalam mobilnya yang sedang melaju itu.

"Awas lo Sherin!! Gara-gara lo, sekarang impian gue hancur!! Gue nggak bisa memiliki Abi gara-gara lo!!"

"Aakkkhhhh!!!!"

"Wanita s*alan!!!!!"

Ana tak menyangka jika rencananya kemarin justru berbalik ke dirinya sendiri. Andai saja kemarin Abi tidak melihat dirinya saat terjatuh, pasti rencananya akan berjalan dengan mulus.

Melihat Abi memarahi Sherin di depan banyak orang hanya untuk membelanya seharusnya menjadi senjata yang paling ampuh untuk menghancurkan Sherin.

Kini rencananya yang sudah di jalaninya bertahun-tahun, hancur sudah. Semuanya sia-sia, padahal pernikahan sudah ada di depan mata.

Abi sudah benar-benar membuangnya, memutuskannya bahkan mengusirnya tanpa perasaan.

"Tapi gue nggak akan biarkan kalian hidup bahagia!!" Ana memicing tajam menatap jalanan.

"Lo mau sama Abi atau sama laki-laki lain pun, gue jamin hidup lo nggak akan bahagia!!" Ana tidak bisa lagi bersama Abi. Itu tandanya siapapun juga tidak akan bisa memiliki Abi.

Dengan kemarahan yang masih memuncak, Ana kembali ke kantornya. Terpaksa dia harus kembali karena atasannya terus saja menghubunginya sejak tadi.

Ana dengan seenaknya memarkirkan mobilnya di parkiran. Berjalan masuk ke dalam kantor dengan begitu angkuh, dagunya yang di angkat tinggi seperti seorang Nyonya besar membuat semua orang di sana menatap Ana tak suka.

Mereka sudah tidak heran lagi melihat Ana yang baru datang ke kantor di saat jam istirahat makan siang baru tiba.

Ana tidak langsung menuju ke ruangannya, melainkan menuju ke ruangan atasannya. Yaitu GM di perusahaan Ana.

Cklek...

Ana masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Seolah sudah sangat bisa dia masuk ke dalam sana tanpa permisi.

"Dari mana saja kamu??" Pria yang menjabat sebagai GM di perusahaan itu menatap Ana garang.

"Sayaaaangggg" Ana mengerucutkan bibirnya sambil menghentak-hentakkan kakinya ketika menghampiri pria yang umurnya dua kali lipat dari umur Ana itu.

(Itung sendiri ygy, Ana lulus kuliah umur 22, abis itu lima tahun kemudian. Dan umur si GM ini dua kali umur Ana, berarti berapa??)

"Kenapa??"

Ana langsung duduk di pangkuan pria itu, melingkarkan tangannya di leher pria itu.

"Abi mutusin aku, gimana dong??"

"Apa??" Kaget pria itu.

"Terus gimana dong?? Nanti istri ku bisa curiga kalau kamu nggak nikah sama pacar kamu itu" Selama ini Bram menyembunyikan hubungan gelapnya dengan Ana dari istrinya. Meski begitu, Bram pernah beberapa kali terpergok istrinya sedang jalan dengan Ana.

Tapi Bram kembali berhasil meyakinkan istrinya karena menunjukkan jika Ana mempunyai calon suami dan akan segera menikah.

"Aku juga bingung. Aku juga udah kehilangan tambang emas ku yang udah di depan mata" Rengek Ana manja.

Dulu Ana mencoba setia dengan Abi. Menunggu pria itu sampai sukses. Tapi nyatanya, suksesnya Abi tak banyak merubah nasibnya.

Abi tak pernah memberinya uang. Abi hanya akan memberi Ana berupa barang saja. Meski yang di berikan Abi bukanlah barang murahan termasuk mobil, tapi Ana tetap merasa kurang. Mau di jual juga Ana takut kalau sampai Abi menanyakan di mana barang pemberiannya.

Di saat itu juga, Bram datang menawarkan sesuatu yang membuat Ana tergiur. Uang puluhan juta akan mengalir ke rekening Ana setiap bulan. Di tambah lagi jabatan sebagai Manager yang di janjikan Bram asalkan Ana mau menjadi kekasih gelap pria beristri itu.

"Aku harus cari cara lain. Aku nggak akan melepas Abi begitu saja"

"Aku akan membantumu" Tangan pria paruh baya itu mulai bergerilya di paha Ana.

"Tapi kita main dulu sebentar" Bisik pria yang pantas menjadi Ayah Ana itu.

"Asalkan bulan ini, jatahku lebih besar dari istri kamu itu" Ana mengerling nakal.

"Itu gampang sayang" Keduanya hanyut dalam permainan panas yang entah sudah berapa kali mereka lakukan.

Di tempat lain....

Sore harinya Sherin di jemput Zain di kantornya untuk pergi ke butik melihat gaun yang akan dia pakai di hari pertunangannya beberapa hari lagi.

Butik yang sudah menjadi langganan para sosialita dan cukup terkenal di kalangan publik figur.

Tentu saja Sherin memesan gaun di sana atas rekomendasi Mamanya juga Mamanya Zain.

Kalau Sherin sendiri yang memilih, dia lebih baik mendesain gaunnya sendiri atau meminta Boyke untuk membantunya. Sherin melihat karya-karya Boyke di perusahaan Abi cukup kompeten, jadi mungkin Boyke bisa membuatkan Sherin sebuah gaun pertunangan.

Tapi Sherin tidak mau berdebat atau menentang keinginan orangtuanya. Sherin hanya menuruti apa yang orang tuanya katakan.

"Sudah sampai" Zain turun dari mobil dan menggandeng tangan Sherin masuk ke dalam butik mewah itu.

Sherin yakin jika nanti gaunnya akan berharga fantastis. Padahal hanya gaun yang akan di pakai sekali, namun menghabiskan uang yang begitu banyak.

"Selamat datang di Lavanya Collection, Tuan Zain dan Nona Sherin" Sapa Vanya pemilik butik itu. Dia secara khusus menyambut tamu istimewanya itu Korea tadi pagi Nyonya Mahesa sudah menghubunginya lebih dulu jika Sherin dan Zain akan datang.

"Hay Kak Vanya, aku mau lihat gaun yang di pesan Mama" Meski Sherin belum mengenal Vanya, tapi nama desainer itu sudah berseliweran di media sosial.

"Oke cantik, ayo ikut ke dalam" Vanya membawa Sherin dan Zain ke ruang ganti. Di sana terdapat ruangan mewah dengan sofa panjang yang empuk dan nyaman, serta berbahan lembut itu.

"Tunggu sebentar ya" Vanya menoleh mencari seseorang.

"Indah!! Tolong bawakan gaun yang aku minta tadi kemari!!" Teriak Vanya kepada salah seorang karyawannya.

"Indah??" Gumam salah satu sari mereka karena mengingat pemilik dari nama itu.

Ketiga orang itu menoleh menatap wanita yang di panggil Indah oleh Vanya.

"Ini Bu Vanya" Indah meletakkan patung mannequin di dekat Vanya.

"Tolong kamu bantu Nona Sherin untuk mencobanya. Nona, silahkan ikut Indah ke dalam. Saya akan siapkan baju untuk Pak Zain"

"Baiklah, tolong bantu aku mencobanya Indah" Sherin tersenyum ramah pada wanita yang memiliki mata indah itu.

"B-baik Nona, mari ikut saya" Jawab Indah dengan gugup.

Tanpa mereka sadari, sejak tadi ada seseorang yang menatap Indah dengan begitu dalam. Seolah-olah dia menatap wanita yang begitu ia cintai. Hampir sama seperti Zain saat menatap Sherin. Tapi yang ini lebih dalam dan lebih mengisyaratkan sesuatu yang begitu besar.