Karena Fitnah Ibu Mertua ku, rumah tangga ku berantakan. Dia tega memfitnah dan menghadirkan orang ketiga di dalam rumah tangga ku.
Aku tak tahu, kenapa ibu mertua jadi kejam seperti ini, bahkan bukannya dia yang meminta agar aku dan Mas Doni segera menikah.
Ada apa ini?
Bagaimana nasib rumah tangga ku?
Siapa yang akan bertahan, aku atau ibu mertua ku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meylani Putri Putti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasil Tes DNA
Setelah dua hari dirawat, keadaan Sindy mulai membaik. Sindy pun mulai menikmati perannya sebagai seorang ibu.
Dia mulai menyusui sendiri bayinya.
Sindy mengusap kepala bayinya itu sesekali dia mencium kepala bayi mungil itu.
"Kamu sudah punya nama untuknya Sin?" tanya Bu Anita.
"Belum Bu, Sindy mau beri nama Alesha saja."
"Iya nanti setelah tujuh hari kita adakan aqiqah untuk putri kamu."
Bu Anita membereskan pakaian mereka dan barang-barang yang akan mereka bawa pulang.
Tok tok.. tiba-tiba pintu digedor dari arah luar.
Bu Anita membuka pintu kamar.
"Assalamualaikum," ucap Doni.
"Waalaikumsalam."
"Ada apa Doni?" tanya Bu Anita.
"Saya ingin melihat bayi saya Bu. Bisa saya melihatnya?"
"Sebentar lagi ya Doni, Sindy sedang menyusuinya."
"Oh iya tak apa Bu, saya akan tunggu di luar saja."
Sudah dua hari ini Doni bolak-balik ke rumah sakit pada pagi dan sore harinya.
Entah kenapa wajah bayi mereka selalu terbayang-bayang di pelupuk mata Doni. Membuatnya tak kuasa untuk menahan rindu.
Doni menunggu di luar ruangan. Beberapa saat kemudian pak Bramantyo terlihat dari ujung koridor sedang menenteng sebuah amplop.
"Assalamualaikum," sapa Doni ketika pak Bramantyo berada di hadapannya.
"Waalaikumsalam."
"Kebetulan kamu ada Doni. Saya sudah mendapatkan hasil tes DNAnya."
Pak Bramantyo menyerahkan amplop yang belum dibuka tersebut.
"Saya sengaja tidak membuka amplop itu sampai menunggu kamu Doni."
Doni menatap dan tulisan yang ada di kop surat. Kemudian Ia membuka amplop itu secara perlahan.
Ada dua lembar kertas memuat keterangan hasil uji tes DNA.
Satu keterang menyatakan jika anak yang Sindy kandung itu adalah anaknya.
Dan satu lagi keterangan yang menjelaskan bahwa tak ada hubungan saudara antara Doni dan Sindy.
Sontak dada Doni terasa terhimpit karena merasakan sesak. Bola matanya perlahan memerah.
"Jadi, hiks saya dan Sindy bukanlah saudara?"
Pak Bramantyo meraih kertas tersebut kembali.
"Entahlah Doni, saya memang pernah bersalah pada ibumu, tapi saya tahu waktu dan kejadian itu jauh sebelum kamu lahir di dunia ini," pungkas Pak Bramantyo seraya meraih kembali kertas yang ada di tangan Doni.
Pak Bramantyo masuk kedalam kamar perawatan Sindy kemudian menutup pintunya.
Doni duduk bersandar pada kursi tunggu dengan rahang yang mengeras.
'Teganya mama membohongi ku! Anak kandungnya sendiri! Dia telah membuat aku mengabaikan darah dagingku sendiri," sesal Doni.
Doni menoleh ke arah pintu kemudian menangis karena sakit hati atas perlakuan Bu Misye.
Dia pun menyesal telah menceraikan Sindy dan tak menafkahi putrinya selama dalam kandungan.
Doni menangis tergugu dengan penyesalan yang mendalam.
Kreak… pintu ruangan tersebut kembali terbuka.
Doni menoleh ke arah Bu Anita yang keluar dengan menggendong bayi mereka.
"Doni katanya kamu mau menggendong anak kamu," ucap Bu Anita.
Doni segera menghapus air mata penyesalannya.
Ia Segera bangkit meski tubuhnya terasa begitu lemas.
Bu Anita melihat ke arah Doni yang sepertinya habis menangis, tapi dia tak perduli karena Bu Anita sudah menyangka hal itu pasti akan terjadi.
Dan ketika penyesalan Doni tiba, semua sudah terlambat dan dia juga tak Sudi lagi menerima Doni jadi menantunya.
Doni menimang bayi cantik berkulit putih dan halus.
Tak tahu harus berkata apa, perasaan Doni saat itu bercampur aduk.
Sedih, marah dan kecewa.
"Maafkan ayahmu ini Nak, yang sempat tak mengakui kehadiran mu di dunia ini," ucap Doni dengan lirih sambil mencium pipi bayi itu.
"Sudah ya Doni, kami semua mau pulang." Bu Anita kembali meraih bayi tersebut dari gendongan Doni, padahal dia belum puas mencium dan memeluknya.
Dan setelah mereka pulang entah kapan lagi Doni bisa bertemu dengan putrinya itu.
Bu Anita kembali masuk ke kamar sebentar dan keluar lagi dari ruangan tersebut bersama Sindy dan suaminya.
Sindy tampak semakin cantik dan bahagia, tapi tak sedikitpun Sindy menyapanya.
Doni hanya bisa menatap kepergian ketiga orang tersebut dengan pasrah.
Ketiga orang tersebut menghilang di ujung koridor. Sementara Doni masih terpaku tak tahu harus berbuat apa.
***
Hari ini karena keadaan hatinya begitu kacau. Doni memutuskan untuk tak bekerja.
Dia pulang ke rumahnya dan siap untuk melampiaskan kemarahannya.
Bruk ..pintu kamar Bu Misye terbuka.
Bu Misye kaget melihat wajah Doni yang memerah.
"Sudah puas Ma! Sudah puas menyebar fitnah menghancurkan hidupku!" teriak Doni dengan rahang yang mengeras dan gigi yang gemetar.
"Mama bilang kalau aku dan Sindy itu bersaudara! Mama bohong! Mama fitnah! Aku kecewa sama Mama!'
"Doni," lirih Bu Misye ketakutan.
Doni menatap nyalang kearah Bu Misye. Tangannya mengepal tapi tetap saja dia tak bisa melampiaskan kemarahannya itu pada Bu Misye.
Suara Doni terdengar ke seluruh penjuru rumah. Viola yang mendengar buru-buru menghampiri Doni.
"Sayang ada apa ini?" tanya Viola.
Doni menoleh ke arah Viola kemudian dia keluar dari kamar itu tanpa menjawab pertanyaan Viola.
Viola tersenyum menyeringai sambil menghampiri Bu Misye.
"Haha, sepertinya Doni sudah membencimu ibu mertua, itu berarti aku bisa lakukan apa saja terhadapmu, kita main balon pecah lagi yuk haha ha." Viola memutar mutar kursi roda Bu Misye.
"Jangan Viola! Jangan Viola!" Wanita tua itu hanya bisa menangis sementara tak ada satupun yang mendengar suaranya.
"Haha asik juga main dengan bayi tua seperti ini!"
Viola memutar mutar kursi roda Bu Misye sambil tertawa terbahak-bahak.
"Doni! Doni!"Bu Misye menangis memanggil Doni.
Doni keluar dari rumah itu entah kemana dia pergi.
***
Waktu menunjukkan pukul sebelas malam.
Viola menunggu dengan resah, sebelumnya Doni tak pernah pulang selarut ini.
"Aduh Doni kemana sih?"
Viola mondar-mandir di depan pintu rumahnya.
Tok tok tok
Pintu diketuk oleh seseorang.
Viola membuka pintu.
"Maaf Mbak, saya mengantarkan pak Doni," ucap dua orang pria yang menopang tubuh Doni.
Doni terkulai dengan aroma minuman alkohol yang menyengat.
"Astaga! Doni." Viola begitu kaget, melihat sang suami mabuk berat hingga tak sadarkan diri.
sungguh mantap sekali ✌️🌹🌹🌹
terus lah berkarya dan sehat selalu 😘😘
tahniah buat kehamilan mu Ainun
tahniah Ainun