Kolaborasi kisah generasi Hikmat dan Ramadhan.
Arsy, cucu dari Abimanyu Hikmat memilih dokter sebagai profesinya. Anak Kenzie itu kini tengah menjalani masa coasnya di sebuah rumah sakit milik keluarga Ramadhan.
Pertemuan tidak sengaja antara Arsy dan Irzal, anak bungsu dari Elang Ramadhan memicu pertengkaran dan menumbuhkan bibit-bibit kebencian.
"Aduh.. maaf-maaf," ujar Arsy seraya mengambilkan barang milik Irzal yang tidak sengaja ditabraknya.
"Punya mata ngga?!," bentak Irzal.
"Dasar tukang ngomel!"
"Apa kamu bilang?"
"Tukang ngomel! Budeg ya!! Itu kuping atau cantelan wajan?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternoda
Perlahan mata Renata terbuka. Rasa sakit terasa di sekujur tubuhnya, terutama di bagian intinya. Gadis itu mendesis ketika merasakan rasa nyeri yang begitu sangat di area intimnya. Tubuhnya yang polos juga terasa lengket dan bau carian kental pria langsung menusuk hidungnya. Untuk beberapa saat wanita itu terdiam, mencoba mengingat apa yang terjadi padanya.
Airmatanya mengalir saat ingat kalau Richie dan teman-temannya baru saja merenggut kehormatannya dengan paksa. Bukan itu saja, mereka menjadikan dirinya piala bergilir untuk melampiaskan hasrat bejat mereka. Tangis Renata semakin kencang meratapi nasib buruk yang menimpanya.
Puas menangis, wanita itu bangun. Dengan merangkak dia mengambil pakaiannya yang berceceran di lantai. Sambil menahan nyeri, Renata memakai kembali pakaiannya. Kemeja lengan pendek yang tadi kenakannya sudah tak berbentuk lagi. Sebelah tangannya terlepas, begitu juga dengan kancingnya.
Renata merapatkan kedua tangannya demi menutupi bagian atas tubuhnya karena kemeja yang dikenakannya tak bisa dikancingkan lagi. Kemudian dengan langkah terseok dia keluar dari gudang tempat Richie menyekapnya tadi. Pelan-pelan Renata berjalan yang kanan kirinya hanya diliputi kegelapan. Dia berusaha mencapai jalan raya untuk mengetahui di mana dirinya berada sekarang.
Jalanan terasa begitu lengang, sesekali terdengar deri kendaraan tapi entah di sebelah mana. Renata terus berjalan tanpa alas kaki sambil menahan sakit. Ketika mencapai jalan raya, kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. Kakinya mengambil arah ke kiri, menuju rumah sakit Ibnu Sina yang letaknya tidak jauh dari lokasinya sekarang.
Seorang security yang bertugas terkejut melihat seorang wanita memasuki gerbang rumah sakit dengan langkah terseok. Pria itu segera menghampiri Renata kemudian membantunya menuju IGD.
Arsy menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri seraya menepuk pundaknya yang sedikit pegal. Setengah jam lalu dia menyempatkan tidur di ruang istirahat dokter IGD dengan posisi duduk dan kepala direbahkan di atas meja. Saat masih mengumpulkan kesadarannya, matanya menangkap seorang security masuk bersama seorang wanita dengan penampilan acak-acakkan. Arsy segera mendekat.
“Rena!”
Arsy berteriak ketika mengetahui wanita yang tengah dipapah itu adalah Renata. Dua orang suster langsung membantu Renata dan membaringkannya di atas blankar. Arsy langsung memeriksa Renata dan meminta suster menghubungi dokter Linda. Dokter wanita tersebut adalah dokter spesialis kegawatdaruratan yang bertugas malam ini.
“Rena.. kamu kenapa?”
Arsy memeriksa kondisi tubuh Renata. Bibir wanita itu terluka, seperti bekas gigitan. Sebelah matanya juga lebam seperti habis dipukul. Kemudian bagian dadanya dipenuhi bercak merah kebiruan. Aroma kejantanan lelaki tercium dari tubuh wanita itu. Dokter Linda datang, kemudian memeriksa keadaan Renata.
“Sepertinya dia korban kekerasan seksual. Hubungi polisi supaya kita bisa melakukan visum.”
“Iya, dok,” jawab salah satu suster. Perawat wanita itu bergegas melakukan apa yang dikatakan dokter Linda.
“Kamu mengenalnya?” tanya Linda membuyarkan lamunan Arsy.
“Iya, dok.”
“Bisa kamu hubungi keluarganya?”
Kepala Arsy mengangguk pelan, walau dia tak yakin harus menghubungi siapa. Akhirnya dia memilih menghubungi Irzal. Butuh waktu beberapa menit sampai pria itu menjawab panggilannya. Sepertinya pria itu sedang asik bermimpin indah.
“Assalamu’alaikum,” jawab Irzal dengan suara serak.
“Waalaikumsalam. Zal.. kamu bisa ke rumah sakit sekarang?”
“Ada apa?”
“Rena.. Rena ada di rumah sakit.”
“Ada apa dengan Rena?”
“Kamu ke sini aja dulu. Aku tunggu.”
Arsy mengakhiri panggilannya, kemudian dia kembali ke blankar Renata. Seorang suster tengah membersihkan dan mengobati luka luar yang dialami wanita tersebut. Arsy meraih tangan Renata, kemudian menggenggamnya erat.
“Siapa yang melakukan ini?” tanya Arsy pelan.
Tak ada jawaban dari Renata, hanya airmatanya saja yang bergulir dan membasahi pipinya. Arsy memeluk wanita itu, isak Renata semakin keras terdengar. Suster yang tengah mengobati luka Renata juga ikut prihatin melihat kondisi wanita itu.
Lima belas menit kemudian, petugas polisi yang dihubungi perawat datang. Pria itu memeriksa kondisi Renata sebentar. Tapi pertanyaannya tak kunjung dijawab oleh Renata. Akhirnya sang petugas meminta dokter melakukan visum. Renata segera dibawa ke ruangan dokter forensik yang akan melakukan visum.
Sementara itu, Irzal yang mendapatkan telepon dari Arsy langsung menuju ke rumah sakit. Pria itu memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Sesampainya di rumah sakit, Irzal menyerahkan kunci mobilnya ke petugas security, sedang dirinya segera masuk ke ruang instalasi gawat darurat.
“Arsy..”
Kepala Arsy menoleh ketika mendengar suara Irzal. Dia segera meninggalkan meja perawat kemudian menghampiri pria itu.
“Ada apa dengan Rena?”
“Sepertinya dia habis terkena kejahatan seksual.”
“Apa?”
“Dia habis diperk*sa.”
“Kamu yakin?”
“Iya. Sekarang dia sedang divisum. Dokter Linda juga sudah memanggil polisi. Tapi sepertinya Rena terlalu shock dan belum mau bicara.”
Irzal mengusap wajahnya kasar. Mendengar Renata kehilangan kehormatannya secara paksa membuat pria itu emosi. Beberapa kali dia menarik nafas dalam untuk menenangkan diri. Kemudian dia menghubungi Daffa dan juga Tamar untuk datang ke rumah sakit. Tak lupa dia juga menghubungi Fathir.
“Bagaimana dok? Sudah selesai visumnya?” tanya Arsy pada dokter Linda.
“Iya. Pasien akan langsung dipindahkan ke ruang perawatan.”
“Masukan dia ke ruang perawatan VIP, aku yang akan menanggung biayanya.”
“Baik pak Irzal.”
Tanpa banyak bertanya dokter wanita itu langsung menjalankan perintah Irzal. Dia tahu kalau Irzal adalah bagian keluarga Ramadhan yang juga sebagai pemegang saham terbesar di rumah sakit ini. Dokter Linda memberikan isyarat pada suster yang bertugas untuk memindahkan Renata ke ruang perawatan dimaksud.
“Bagaimana keadaannya sekarang dok?”
“Dia masih shock. Belum bisa ditanya apapun. Saya usul agar psikiater saja yang menanyainya. Korban kekerasan seksual biasanya mengalami trauma berat dan enggan untuk bicara.”
“Lakukan saja yang terbaik untuknya.”
“Iya, pak Irzal.”
Sekilas Arsy melihat pada Irzal. Kemarin pria itu nampak tidak peduli pada Renata. Tapi sekarang dia terlihat begitu mencemaskan Renata. Ada perasaan tidak suka merayapi hatinya melihat perhatian Irzal pada Renata. Seharusnya tadi dia menghubungi Daffa saja, bukan Irzal.
“Bang….”
Suara Daffa membuyarkan lamunan Arsy. Ternyata dokter residen itu sudah datang. Arsy semakin bertanya-tanya apa hubungan Renata dengan keluarga Ramdhan. Karena bukan hanya Daffa yang datang, tapi juga Aqeel, Rakan, Reyhan bahkan Elang juga datang ke rumah sakit.
“Apa yang terjadi?”
“Rena datang ke rumah sakit dalam keadaan yang tidak baik. Sepertinya dia baru saja mengalami kekerasan seksual.”
“Siapa yang melakukannya?” wajah Elang nampak mengeras.
“Belum tahu, Yah. Rena masih belum bisa diajak bicara.”
“Rena di mana sekarang?” tanya Rakan.
“Dia baru mau dipindahkan ke lantai 10. Tadi dia baru menjalani visum.”
“Ayo kita ke sana,” ajak Reyhan.
Langkah Irzal terhenti ketika melihat Tamar dan Fathir datang bersamaan. Dia memilih menemui kedua temannya itu.
“Ada apa? Rena kenapa?” tanya Tamar.
“Lo mending lihat sendiri. Dia ada di lantai 10.”
“Ok, bro.”
Tamar berlarim menuju lift. Tinggalah Fathir bersama dengan Irzal. Pria itu membawa temannya sekaligus salah satu tim keamanan keluarga Ramadhan ke tempat yang cukup sepi.
“Gue curiga kalau ini perbuatan Richie. Apa tim keluarga Hikmat belum dapat kabar soal Richie?”
“Sepertinya belum.”
“Minta Darren atau om Jayden bantu lacak di mana si brengsek itu.”
“Ok.”
“Rena datang ke sini sendiri. Mungkin aja TKP nya ngga jauh dari sini. Cek semua cctv yang ada di sekitar rumah sakit.”
“Ok. Gue cabut dulu ke markas.”
Irzal menjawab dengan anggukan saja. Fathir bergegas meninggalkan rumah sakit. sedang Irzal segera menuju lantai 10 untuk melihat keadaan Rena. Arsy yang belum bisa meninggalkan IGD hanya bisa diam menatap punggung Irzal yang semakin menjauh. Dia mengambil ponselnya, hendak menghubungi Zar. Namun diurungkannya, Zar sudah tidak mau lagi berhubungan dengan Renata. Pasti kakak kembarnya itu tidak akan peduli pada wanita tersebut.
🍁🍁🍁
Mata Renata menatap kosong ke arah depan. Tidak ada pertanyaan satu orang pun yang dijawab olehnya. Sundari sejak datang tak berhenti menangis melihat keadaan anak asuhnya. Baru saja Damar dan Dygta keluar dari rumah sakit, kini Renata yang masuk. Kondisinya juga sangat mengenaskan.
Kenzie yang mendengar kabar tentang Renata dari Arsy, segera datang bersama dengan Nara. Sebagai seorang perempuan, tentu saja Nara prihatin melihat keadaan wanita muda itu. Istri dari Kenzie tersebut mendekati bed Renata, kemudian duduk di dekat bed. Diraihnya tangan Renata.
“Rena..” panggil Nara pelan, namun tidak ada reaksi darinya.
“Sejak masuk rumah sakit, dia belum mengatakan apapun. Sepertinya dia sangat shock.”
Sundari kembali menangis. Hatinya sakit mengetahui anak yang sudah lama diasuhnya harus berakhir tragis seperti ini. Petugas kepolisian pun belum bisa melakukan apapun karena belum ada nama yang keluar dari mulut korban. Tamar yang merasa geram, memilih mencari bukti sendiri bersama dengan Fathir.
Kenzie menghampiri Elang yang sedang duduk di luar ruang perawatan. Sejak semalam pria itu berada di rumah sakit. Dia hanya pulang untuk berganti pakaian, dan kembali ke rumah sakit. Reyhan mengatakan sebentar lagi psikiater akan datang untuk berkonsultasi dengan Renata.
“Apa kamu tahu siapa dibalik ini semua?” tanya Kenzie seraya mendudukkan diri di samping Elang.
“Kalau menurut kecurigaanku, sepertinya Richie dan kawan-kawannya.”
“Anak itu,” geram Kenzie.
“Andriawan.. apa dia ikut menyembunyikan anaknya?” lanjut Kenzie.
“Sepertinya tidak. Tania yang membantu Richie. Saat ini tim keamananku sedang mengawasi Tania dan melacak orang yang membantunya.”
“Aku sudah menginstruksikan Duta untuk berkoordinasi dengan Rimba.”
“Iya. Itu lebih baik.”
Kedua pria itu menolehkan kepalanya ketika melihat kedatangan Reyhan bersama dengan Andhara, psikiater yang akan membantu Renata. Semua yang ada di ruangan diminta untuk keluar. Memberi waktu untuk Andhara berbicara dengan Renata.
🍁🍁🍁
“Selamat malam, pak Andriawan.”
Dua orang petugas polisi mendatangi kediaman Andriawan. Mereka langsung bergerak setelah Andhara berhasil membujuk Renata untuk bicara. Dari bibir wanita itu keluar nama Richie dan tiga orang kawannya yang telah menghancurkan hidupnya.
Andriawan cukup terkejut melihat kedatangan dua petugas polisi ke rumahnya. Pria itu belum tahu apa yang dilakukan Richie pada Renata. Anak bungsunya itu tidak pulang ke rumah sejak penjebakan Zar terbongkar. Pria paruh baya itu mempersilahkan kedua petugas tersebut untuk masuk. Di dalam rumah, dua kakak Richie juga sedang berada di rumah. Mereka dan Jelita, istri Andriawan ikut dalam interogasi singkat sang petugas.
“Apa maksud bapak?” tanya Andriawan tak percaya setelah mendengar penuturan petugas polisi tersebut.
“Saat ini kami masih mencari saudara Richie. Harap bapak dan ibu bekerja sama dengan kami. Kasus kekerasan seksual yang saudara Richie lakukan, berkasnya sudah masuk ke kantor kami. Jika dalam waktu 2x24 jam belum ada itikad baik dari saudara Richie, maka kami akan mengeluarkan daftar DPO untuknya.”
“Tidak mungkin. Anak saya tidak mungkin melakukan itu. Pasti Rena sudah memfitnahnya,” ucap Jelita berapi-api membela anak bungsunya.
“Korban sudah bersaksi. Kalau memang anak ibu tidak bersalah, minta dirinya untuk segera menyerahkan diri. Kami permisi dulu.”
Kedua petugas tersebut segera pamit kemudian meninggalkan kediaman Andriawan. Kini tinggallah Andriawan dengan istri dan kedua anaknya yang kebingungan dengan tingkah polah Richie. Jelita terus bersikukuh kalau anaknya tidak salah. Bahkan dia tidak akan menyerahkan Richie ke polisi jika anaknya pulang.
“Pokoknya mama akan terus membela Richie.”
“Ma.. tolong berpikir jernih. Richie sudah melakukan kesalahan, sudah sepantasnya dia dihukum.”
“Dia itu adikmu!!” Jelita menatap kesal pada Suci, kakak dari Richie.
“Justru karena dia adikku, aku mau dia bertobat jika sudah melakukan kesalahan. Apalagi dia sudah memperk*sa Rena. Aku juga perempuan, ma. Aku ngga suka dengan sikap Richie yang seperti itu.”
“Suci benar, ma. Apalagi mama tahu kalau Rena berada dalam lindungan keluarga Ramadhan. Sudah cukup Richie membuat kita berhadapan dengan keluarga Hikmat, sekarang ditambah dengan keluarga Ramadhan. Apa mama tidak kasihan pada papa kalau harus menanggung semuanya?” Ricky, anak sulung Andriawan ikut membuka suaranya.
Tak ada tanggapan dari Jelita. Dalam hatinya dia bersikukuh untuk menyelamatkan anaknya. Dia akan menemui Renata dan meminta wanita itu untuk mengubah pernyataannya. Jelita akan menawarkan apa saja untuk Renata asalkan anaknya bisa bebas dari tuduhan.
🍁🍁🍁
Zar jatuh terduduk di kursi tunggu dekat ruang IGD setelah mendengar kabar tentang Renata. Apalagi kejadian tak lama setelah dirinya bertemu dengan Renata. Andai dia tidak mengabaikan permintaan tolong wanita itu, mungkin kejadian mengenaskan tersebut tidak akan menimpanya.
“Zar..” panggil Arsy pelan.
“Gue yang salah, Sy.. ini salah gue.”
“Apa maksud lo?”
Zar meremat rambutnya kasar, kemudian dia mulai menceritakan pertemuannya dengan Renata. Pria itu memilih mengabaikan Renata yang mengetuk pintu mobilnya. Rasa marah dan kesalnya pada wanita itu membuat hatinya mengeras dan tak peduli lagi pada Renata.
“Sumpah.. gue balik lagi, Sy. Tapi Renata udah ngga ada di sana. Gue pikir dia udah pulang. Ini semua salah gue.”
“Oh jadi elo penyebab Rena kaya gitu!”
Kedua saudara kembar itu terkejut ketika tiba-tiba Tamar datang. Pria itu ternyata mendengar apa yang diceritakan Zar pada Arsy. Tamar yang sudah menganggap Renata seperti adik sendiri, tentu saja kesal mendengar apa yang dikatakan Zar. Pria itu mendekat, ditariknya kerah kemeja Zar. Saat hendak melayangkan pukulan, Irzal dan Daffa datang bersamaan.
“Bang.. sabar, bang,” cegah Daffa.
“Tam..”
Irzal menahan tangan Tamar yang sedikit lagi akan menyentuh wajah Zar. Jika Irzal tak mencegah tepat waktu, bisa dipastikan bogeman Tamar akan mengenai Arsy, karena gadis itu refleks bergerak maju menghalangi Zar dengan tubuhnya. Tamar melepaskan tangannya kemudian melampiaskan kekesalan pada tembok di dekatnya.
“Gue emang salah. Lo mau pukul gue silahkan,” seru Zar.
“Bersikaplah dewasa kalian berdua! Ini bukan salah lo, Zar. Ini semua salah Richie. Dia yang sudah melakukan perbuatan bejat itu, kenapa lo yang harus merasa bersalah? Tam.. gue tau lo peduli sama Rena, tapi bukan berarti lo membabi buta menyalahkan semua orang. Fokus sama pelaku sebenarnya!”
Baik Zar maupun Tamar hanya terdiam mendengar ucapan Irzal. Tanpa mengatakan apapun, Tamar segera meninggalkan ruang tunggu tersebut. Dia lebih baik kembali ke kantor dan melacak keberadaan Richie.
“Rena.. di mana dia?” tanya Zar.
“Dia di lantai 10,” jawab Daffa pelan.
Dengan langkah pelan, Zar menuju lift yang tak jauh dari tempatnya berada. Dia ingin menemui Renata dan meminta maaf pada gadis itu. Sepeninggal Zar, Daffa pun pergi dari sana. Dia segera menuju IGD untuk kembali bertugas. Kini hanya tinggal Arsy dan Irzal di sana.
“Apa kamu gila?! Kalau aku tidak menahannya, kamu bisa terkena pukulan Tamar!”
Irzal melihat kesal pada Arsy. Tindakan impulsifnya tadi bisa membahayakan dirinya. Arsy cukup terkejut mendengar Irzal yang berteriak padanya.
“Apa perlu kamu berteriak seperti itu?!”
“Lalu apa aku harus berbisik? Kadang otakmu itu tidak dipakai jika melakukan sesuatu,” Irzal menunjuk dahi Arsy dengan telunjuknya. Dengan kasar Arsy menyingkirkan jari Irzal dari keningnya.
“Apa kamu tidak bisa berlaku lembut? Menyebalkan!!”
Sambil menghentakkan kaki, Arsy meninggalkan Irzal yang masih kesal melihat reaksi gadis itu. Matanya terus memandangi Arsy yang kemudian menghilang dibalik pintu IGD. Sambil berteriak kencang, Irzal meninggalkan ruang tunggu. Pria itu memilih kembali ke kantor. Karena masalah Renata, banyak pekerjaannya yang terbengkalai.
“Dasar cowok nyebelin! Ngga punya perasaan! Es kering jomblo!!” maki Arsy sambil masuk ke IGD. Daffa yang sempat mendengar makian Arsy mendekati gadis itu.
“Siapa es kering jomblo?”
“Tuh sepupunya dokter. Dasar es kering, ngga bisa ya, kalo ngomong enakan dikit. Kerjanya marah-marah terus. Aarrgghhh… bener-bener bikin kesel!”
“Biar nyebelin tapi ngangenin kan?” goda Daffa.
“Apa??!!!”
Mata Arsy melotot pada Daffa. Tapi dokter residen itu malah terbahak. Dia meninggalkan Arsy yang masih terlihat kesal pada Irzal. Tangan pria itu mengambil ponsel dan hendak melaporkan perkembangan Arsy dan Irzal pada ketua komplotan comblang, alias Abimanyu Hikmat.
🍁🍁🍁
**Yesss.. Ribut maning🤣🤣🤣
Othor jahat, tega bener Renata dibikin gitu. Iya, aku jahat, aku lagi berperan jadi ibu tiri🤭
Thor, kok keamanan keluarga Hikmat belum bisa nangkep Tania ama Richie sih? Mereka bukan malaikat apalagi Tuhan. Musuh pun ngga kalah hebatnya dari mereka. Nanti kalian bakal tahu siapa sih yg udah bantu mereka😉
Yang ngga kuat dan ngga mau baca, silahkan. Tak ada paksaan😉
Thor double up dunks. Maaf ye, ngga bisa. Tiap hari aku up 3 novel yg genrenya beda², jadi kasihanilah otakku kalau kalian minta double up. Yang penting aku up tiap hari buat kalian, bahkan di waktu family timeku, okay👌**