Adiba Hanifah dimadu oleh suaminya saat dirinya tengah hamil muda.
Sebuah targedi tak terduga membuatnya keguguran, sekaligus mengantarkannya pada sosok pria asing yang ternyata menjadi bosnya dikantor.
Sakha Genta Buana, pria arogan dan ketus yang menawarkan pernikahan dengan sebuah imbalan keselamatan ayahnya.
Bagaimana perjalanan kisah mereka? Akankah Adiba menemukan kebahagiaannya setelah separuh hidupnya penuh dengan penderitaan?
Atau justru semakin buruk karena Sakha menikahinya karena sebuah dendam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afifatun Nasobah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tania Ainaya
Sakha menyemburkan tawanya melihat ekspresi wajah Adiba, sungguh mempermainkan wanita itu ternyata begitu menghibur.
Adiba mengepalkan tangan, wajahnya terasa panas saking emosinya.
Pintu ruangan terbuka tanpa diketuk, itu Arav, asisten pribadi sang Dirut yang tengah tertawa.
Pria dengan rambut cepak itu menatap sang atasan dan Adiba secara bergantian, ia mendekat pada bosnya yang terlihat berbeda.
Selama bertahun-tahun dia bekerja pada pria itu, namun baru kali ini ia melihat Sakha tertawa dengan bebas, tanpa beban sedikitpun.
Entah apa yang membuat bosnya itu tertawa terpingkal-pingkal, yang jelas ia yakin ada hubungannya dengan calon istri bosnya. Arav melirik Adiba sekilas, bisa ia lihat kekesalan diwajah wanita itu.
" Kau begitu percaya diri rupanya. Kau pikir aku benar-benar tertarik padamu?." Ujar Sakha dengan tatapan meremehkan.
Adiba menghentakkan kakinya dan berniat pergi, namun ucapan Sakha berhasil menghentikannya.
" Bersihkan semua ini!." Titah Sakha dengan wajah dinginnya, menunjuk pecahan cangkir dan air kopi dilantai.
Adiba segera keluar, dan tak lama kemudian kembali dengan lap dan sapu tanpa melirik sedikitpun pada dua pria disana. Dia sudah tak berselera bicara pada Sakha, atau dia akan terkena tekanan darah tinggi.
Segera setelah pekerjaan yang seharusnya dikerjakan OB itu selesai, dia keluar dari sana. Tak peduli jika meninggalkan pekerjaannya, toh sebentar lagi jam makan siang.
" Anda terlihat berbeda hari ini, Tuan?." Tanya Arav melihat Sakha yang masih saja tersenyum.
Suasana hati Sakha mendadak berubah, dia yang awalnya begitu bahagia mempermainkan Adiba, kini berubah sedih. Sakha segera merubah ekspresinya menjadi seperti biasa, dingin dan datar.
" Nona Yumna sudah dipulangkan Tuan." Lapor Arav.
" Hem, bagaimana keadaannya sekarang?." Tanyanya dengan tatapan hampa.
" Terlalu tenang."
Sakha memejamkan mata, ia mengerti apa yang Arav maksud terlalu tenang. Artinya, Yumna-nya hanya diam dengan tatapan kosong tanpa pergerakan sedikitpun, seperti biasa.
Kapan hari itu datang? Dimana adiknya akan sembuh. Sungguh! Ia sudah sangat menginginkan hari itu terjadi. Melihat senyum manis penuh keceriaan yang adiknya berikan adalah hal yang paling dia nantikan selama bertahun-tahun.
Sudah berbagai macam pengobatan yang dia berikan, bahkan beberapa kali ia membawa Yumna kepsikiater luar negeri, namun nyatanya tak ada perubahan. Adiknya masih saja terpuruk karena kisah kelamnya. Menolak lupa pada tragedi beberapa tahun lalu, tanpa berniat menatap masa depan, terkurung dalam dimensi waktu yang tak pernah berubah.
" Apa anda tak berniat mengenalkannya pada Nona kecil, Tuan?." Tanya Arav, menyebut anak dari adik bosnya, yakni keponakan Sakha.
" Tidak! Nia masih terlalu kecil untuk itu." Sakha menyadarkan tubuhnya pada kursi kerjanya.
Teringat gadis kecil yang selalu memanggilnya Papa, disaat statusnya adalah paman.
6 tahun lalu, seorang bayi yang terlahir dengan cara yang salah hadir dari seorang wanita yang masih memiliki gangguan jiwa.
Setelah tragedi beberapa bulan sebelumnya, Yumna yang hamil hasil perkosa*n akhirnya melahirkan seorang putri yang cantik.
Tak pernah ada niatan membunuh malaikat kecil yang tak berdosa itu, meski sebenarnya dia selalu benci dan marah, mengingat apa yang menjadi lantaran gadis yang ia beri nama Tania Ainaya hadir kedunia.
Gadis yang seharusnya memanggilnya 'paman' itu memanggilnya 'papa', menganggap dirinyalah satu-satunya orang tua tunggalnya.
Namun, rasa benci terhadap pria yang memperkos* adiknya membuat Sakha sangat jarang berada dirumah.
Bukan karena pekerjaan yang sibuk, dia hanya tak ingin pulang ketempat dimana dia harus melihat anak yang hadir saat adiknya tengah gila. Hanya dengan membayar seorang pengasuh lah dia bisa merasa aman meninggalkan anak itu.
Hanya sesekali dia pulang kerumah, selebihnya dia tinggal di apartemen yang berada dekat dengan kantor.
Menggunakan alasan pekerjaan padat dan harus pergi keluar kota yang menjadikan anak itu tak mencarinya, tak sepenuhnya bohong, tapi juga tak benar.
Pun sampai hari ini, dia tak pernah mempertemukan Nia dengan ibunya, dia tak siap dengan reaksi Yumna nantinya saat tau memiliki seorang anak. Lagi pula, Nia masih terlalu kecil untuk mengetahui keadaan ibunya yang sebenarnya.
" Apa jadwalku hari ini?." Tanyanya setelah teralihkan dari ingatan masa lalu.
" Ada pertemuan dengan manager Nona Angel dijam makan siang direstoran Jepang, Tuan."
" Angel?."
" Benar Tuan, dalam beberapa minggu kita berencana mengadakan fashion show dengan menggunakan beberapa model, salah satunya Nona Angel. Surat kontraknya sudah disiapkan, tinggal mengambil kesepakatan."
" Kenapa harus melibatkan dia?."
Rasanya Sakha tak ingin berurusan lebih lama dengan wanita yang selalu menganggapnya kekasih.
" Nona Angel termasuk model papan atas Tuan. Fashion show ini pasti berjalan sukses dengan keberadaannya." Jelas Arav.
" Baiklah."
" Kamu belum jawab pertanyaanku tadi pagi." Ujar Santi.
Adiba mengaduk jus jeruknya dengan sedotan, entah harus berbohong apa pada sahabatnya itu.
Pagi tadi, Santi terus mencecarnya yang secara mendadak menjadi sekretaris Sakha. Namun karena jam kerja sudah mulai, dia tak sempat menjawab. Dan sekarang, wanita itu tengah menagih janji padanya.
" Ya mana aku tau, itukan keputusan Dirut." Ucapnya yang tak tahu harus berkata apa.
" Tapi masa sih? Dirut tiba-tiba minta kamu jadi sekretarisnya tanpa alasan yang jelas? Kayanya kurang masuk akal deh."
" Masuk akalah, masa enggak. Udahlah, jangan pikirin itu."
" Hah, gara-gara kamu dipindahin jadi sekretaris dengan alasan yang gak pasti, semua pekerjaan kamu dibebankan ke Vani."
" Vani?."
" Heum, dia ngedumel terus nyebut nama kamu. Ya wajar sih dia sebel, dia udah buat design sendiri, tapi disuruh buat design lagi gantiin pekerjaan kamu."
Adiba diam, ia merasa bersalah pada salah satu teman divisinya itu.
" Bu Vira juga kayanya nyimpen tanda tanya dikepalanya, tapi karena Pak Arav langsung yang memberi perintah, ya dia gak bisa nolak." Lanjut Santi.
" Ya mau gimana lagi, aku juga gak minta jadi sekretaris. Hah! Udahlah jangan bahas itu, mending pikiran hubungan kamu sama si Davin." Adiba mengedipkan mata menggoda Santi, berharap fokus wanita itu teralihkan.
Dan benar saja, Santi langsung membahas kedekatannya dengan seorang karyawan dari divisi lain. Adiba lega, untungnya Santi seseorang yang mudah mengalihkan perhatian.
Saat mereka tengah asik mengobrol, seseorang menghampiri mereka.
" Adiba." Panggilan itu berasal dari seorang karyawati.
" Iya?."
" Kamu dipanggil keruangan Dirut." Ucap wanita itu dan berlalu begitu saja.
Adiba mencebikkan bibirnya, bahkan disaat jam istirahat dia tak diberi waktu sekedar bersantai. Menyebalkan!.
" Aku duluan ya..." Pamitnya pada Santi yang dijawab dengan tanda jempol karena wanita itu tengah makan.
Adiba segera menuju ruangan Sakha, tepat saat Sakha dan Arav keluar dari sana.
" Ikuti kami!." Ucap Arav membuat Adiba kelabakan. Dia yang sama sekali tak mengerti langsung mengambil tasnya diruang kerja, dan menyusul dua pria itu.
Bersambung.