21+
Laura Anastasia, seorang gadis yatim piatu berusia 21 tahun, pemilik sebuah panti asuhan. Suatu hari ia dihadapkan dengan kenyataan bahwa mendiang sang ibu yang telah meminjam uang sebanyak 300 juta kepada seorang rentenir. Dengan menggadaikan sertifikat tanah panti asuhannya.
Mampukah Laura mendapatkan uang itu dalam waktu 2 hari? Atau ia harus rela kehilangan panti asuhan milik orang tuanya?
Edward Alexander Hugo, seorang pria mapan berusia 35 tahun. Seorang pewaris tunggal dari keluarga Hugo. Sampai saat ini, tidak ada yang tau tentang status hubungannya. Tidak pernah terdengar memiliki kekasih, mungkinkah dia seorang pria lajang atau mungkin sudah beristri?
Hingga suatu ketika, sang gadis yatim piatu dan sang pewaris di pertemukan oleh sebuah TAKDIR.
“Aku hanya membutuhkanmu saat aku tidur, jadi kembali lah sebelum aku tidur”. Edward Alexander Hugo.
.
.
.
.
Hai, aku baru belajar menulis. Mohon kritik dan saran dari pembaca sekalian.
Terima Gaji 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 33. Hidangan Penutup! 21++
Malam harinya, Laura menyiapkan makan malam untuk kedua pria tampan penghuni penthouse, yang katanya akan pulang lebih awal.
Tepat pukul 8 malam, pintu penthouse terbuka. Dua pria tampan berbeda usia muncul dengan wajah lelahnya.
‘Mereka berdua memang tampan. Tetapi untuk Edward, dia tidak hanya tampan tetapi juga gagah’ batin Laura menjerit, bibirnya menganga menatap pria matang yang menghampirinya. Entah kenapa, Edward terlihat lebih mempesona dengan penampilan lelahnya.
“Tutup bibir cantikmu itu, Ra. Atau aku akan menghisapnya disini.” Bisik Edward tepat di telinga Laura. Seketika gadis itu mengatupkan bibirnya. Ia tidak mau Edward melakukan hal gila di ruang terbuka.
“Ekhmm…” deheman keras menginterupsi. Johan tidak mau menjadi obat nyamuk di tempat ini.
“Aku lapar, nona. Bolehkah aku makan duluan?” Ucap pria itu, ia memang bertanya, tetapi tanpa menunggu jawaban, ia begitu saja mendudukkan bo*kongnya di kursi, dan membalik piring yang tersedia di meja makan.
“Dia memang asisten tidak memiliki akhlak.” Gerutu Edward yang juga ikut mendudukkan tubuh lelahnya.
“Jangan begitu, bagaimana pun juga, dia asisten mu.” Laura mengusap lengan Edward dengan lembut.
“Jaga tanganmu, Ara. Atau aku akan menjadikan mu makanan pembuka ku.” Geram Edward memejamkan matanya.
Seketika Laura menarik tangannya. Ia pun mulai mengambilkan makanan untuk pria itu.
“Wah, masakan nona enak sekali, bos.” Ucap Johan setelah merasakan satu suapan masakan Laura.
“Apa bos tidak ada rencana membuatkan restoran untuk nona?” Ucapnya lagi.
“Uhuk..Uhuk..” Laura tersedak makanannya sendiri.
“Pelan-pelan, Ra.” Edward menyodorkan gelas berisi air yang ada di depannya, kepada Laura.
Laura menerima gelas itu. Ia meminumnya setengah dan menyerahkannya kembali pada Edward.
Edward mengambil gelas itu, lalu meminum air yang tersisa hingga tandas. Hal itu membuat Laura kembali tersedak.
“Kenapa nona?” Tanya Johan tanpa dosa.
“Bisakah pak Jo tidak berbicara yang aneh-aneh?” Tanya gadis itu. Bagaimana bisa asisten itu menyarankan atasannya untuk membuatkan Laura sebuah restoran.
“Bicara aneh apanya, nona?” Johan kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
“Aku hanya menanyakan pada bos, apa tidak berniat membuatkan nona sebuah restoran?” Imbuhnya lagi.
“Bisakah kamu diam saat sedang makan, Jo?” Kali ini sang pemilik penthouse yang bersuara.
“Tentu bos.” Jawab Johan tersenyum lebar.
Mereka pun kembali melanjutkan acara makan malam itu dengan tenang.
Beberapa saat kemudian makan malam itu pun berakhir.
“Biarkan Johan yang membereskan mejanya, Ra.” Kata Edward saat melihat pergerakan Laura yang akan membereskan peralatan makan mereka.
“Tapi, Ed..”
“Biarkan saja, itu hukuman karena dia terlalu banyak bicara saat makan.” Pria matang itu menarik pinggang Laura, membuat gadis itu menempel padanya.
“Jo, bereskan semua ini. Aku akan memakan hidangan penutup ku.” Ucap Edward.
“Ed, aku tidak membuat makanan penutup.” Ucap Laura polos.
“Ah nona, ikut saja dengan bos. Nanti bos akan menunjukkan pada nona hidangan penutupnya.” Jawab Johan sambil menaik turunkan alisnya.
Edward menyeringai mendengar ucapan Johan. Ia menggiring tubuh semampai milik Laura menuju arah tangga.
Sebelum menapaki anak tangga, pria berusia 35 tahun berhenti dan berbalik melihat ke arah Johan.
“Jo, besok jika aku bangun terlambat lagi. Kamu langsung pergi ke kantor saja. Jangan menggedor pintu kamarku lagi.” Seru Edward.
“Siap bos.” Johan menaikan satu tangannya ke samping alisnya, tanda ia memberi hormat pada atasannya.
*****
“Ed, hidangan penutup apa yang kamu katakan?” Laura masih belum mengerti dengan ucapan Edward di meja makan tadi.
Ia heran, katanya pria ini ingin memakan hidangan penutupnya, tetapi kenapa malah membawanya ke kamar dan mengunci pintu?
Edward melepas jas yang ia kenakan lalu membuangnya ke atas sofa yang ada di dalam kamar. Pria itu kemudian melepas kemeja, dan celana bahan yang ia kenakan untuk bekerja tadi pagi.
Kini tubuh kekar Edward hanya terbalut celana da*lam berwarna hitam.
Dengan susah payah Laura menelan ludahnya. Seakan ada batu besar yang mengganjal tenggorokannya. Melihat pemandangan yang Edward sajikan.
“Kamu ingin tau apa hidangan penutup yang aku maksud?” Pria dewasa itu mendekat ke arah Laura. Tatapan matanya tertuju pada mata indah milik Laura. Seketika membuat gadis itu mundur secara perlahan.
“I-iya.” Jawab Laura terbata.
Pria itu semakin mendekat ke arah Laura, hingga gadis itu jatuh terlentang di atas ranjang.
Edward naik ke atas tubuh semampai itu, dan mengukungnya. Perlahan wajah pria itu turun mendekat ke arah wajah cantik alami tanpa riasan milik Laura.
“Hidangan penutup ku itu kamu, Laura Anastasia.” Bisik Edward parau di telinga Laura. Ia menghembuskan nafas panasnya di ceruk leher gadisnya, sehingga membuat sang gadis bergidik.
“E-Ed.” Laura memberanikan diri untuk memeluk kepala Edward, yang kini menciu*mi lehernya.
Pria matang itu semakin rakus memberi kecu*pan basah pada leher jenjang Laura.
“Edhh.. kamu belum mandi.” Laura mengingatkan.
“Nanti saja. Toh aku juga akan berkeringat lagi setelah ini.” Pria itu menarik ke atas kaos yang Laura kenakan. Meloloskannya dari kepala gadis itu, lalu membuangnya ke sembarang arah.
“Sial. Kamu tidak menggunakan mereka penutup sejak tadi?.” Mata Edward membulat sempurna, saat mendapati ‘bantal kenyal’ kesukaannya bergelantungan begitu saja tanpa penutup. Apalagi tadi gadis itu sedang berada di ruang makan.
Laura mengangguk. Ia memang tidak menggunakan pakaian da*lamnya setelah ia selesai mandi sore tadi.
“Bagaimana jika Johan melihatnya, Ara?” Geram pria itu. Matanya tertutup, tangannya terkepal. Ia tidak bisa membayangkan jika ada pria lain yang melihat tubuh indah milik Laura.
“Kaos yang aku gunakan cukup longgar, Ed. Aku jamin tidak ada yang menyadari jika aku tidak menggunakan—hhmmpptt”
Ucapan Laura terpotong begitu saja oleh ciu*man kasar yang Edward berikan. Serangan itu lalu pindah menuju dua ‘bantal kenyal’ Laura.
Edward dengan rakusnya memasukkan dua benda itu ke dalam mulutnya. Tanda merah ia buat begitu banyak di sekitar benda itu.
Laura hanya bisa pasrah. Ia mengusap, sesekali menjambak rambut tebal milik pria dewasa itu, saat ia merasa Edward menggigit ujung ‘bantal kenyal’ nya.
Edward yang sedang tersulut emosi dan juga gai*rahh, lalu melepas celana pendek yang Laura gunakan.
“Sial.” lagi-lagi pria itu mengumpat. Ia kembali mendapati pusat sasarannya tidak tertutupi oleh kain yang berbentuk segitiga.
“Ara..kamu..” nafas Edward naik turun. Emosi dan gai*rah benar-benar telah di sulut oleh gadis berusia 21 tahun ini.
Laura berusaha menenangkan pria tuanya, ia mengusap rahang kokoh milik Edward.
“Edhh, bukankah aku sudah mengatakan padamu waktu itu, jika aku sudah terbiasa tidur tanpa menggunakan pakaian da*lam?” Suara gadis itu di buat semendayu mungkin. Supaya amarah Edward tidak semakin menjadi.
Tangan gadis itu pun turun ke arah pinggang Edward, lalu ia menurunkan celana da*lam yang Ed kenakan. Tanpa di minta, tangan Laura meraih benda tak bertulang yang menggantung di antara paha pria itu.
Ia menaik turunkan tangannya pada benda itu. Sehingga membuatnya menjadi keras, kokoh, dan menjulang.
“Dasar gadis nakal.” Edward menyeringai. Ia menepis tangan Laura dari pusakanya. Lalu menggunakan tangannya sendiri, dan mengarahkan pada pusat sasarannya.
“Akhhh”
*****
“Kenapa kamu belum tidur, Maria?” Tanya bibi Lily saat mendapati sahabatnya masih terjaga di dalam kamarnya.
“Aku tidak bisa tidur, Ly. Perasaan ku tidak enak dari kemarin. Apa mungkin terjadi sesuatu dengan Lala?” Ucap wanita paruh baya itu.
“Kamu sudah menghubunginya?” Tanya bibi Lily lagi.
“Sudah, tetapi tidak terjawab.” Ia menunjukkan ponselnya.
“Mungkin Lala sudah tidur. Kita hubungi dia besok pagi.” Bibi Lily menutup pintu kamar ibu Maria, lalu ia menuju ke tepian ranjang yang lainnya.
“Aku akan menemani mu tidur malam ini.” Ia pun merebahkan dirinya di samping sahabatnya itu.
‘Semoga kamu baik-baik saja, Nak’ ucap ibu Maria dalam batinnya. Ia lalu ikut merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
.
.
.
To be continue
Kita manis-manisan dulu ya teman Readers.
Sabar-sabar ya, nanti ada saatnya jati diri Felisha terungkap.
Semoga ceritaku ini tidak berbelit-belit.
Tetapi yang pasti cerita ini beralur lambat. Karena aku baru belajar menulis novel 🤗🤗
Terimakasih untuk segala dukungannya.
I love you all ❤️
bab nya jdi sama ceritanya
lanjutkeun... 👍👍👍