Adhira Alindra adalah gadis berprestasi yang angkuh, sombong dan terkenal dengan harga dirinya yang tinggi, mulut pedas. dan prilaku nya yang sok berkuasa.
Ditambah posisinya sebagai ketua osis semakin membuatnya merajalela, lalu apa jadinya jika perilaku buruknya itu menimbulkan dendam pada anggota geng yang terdiri dari siswa-siswa buangan yang berandalan.
Awalnya Adhira tak begitu peduli dengan dendam geng sampah itu, Sampai akhirnya Dendam dan kejadian buruk mengubah kehidupan Adhira,
Gadis berprestasi itu bahkan ingin kembali mengiris nadinya saat percobaan bunuh dirinya gagal.
Adhira tak ingin membuka mata, menurutnya, lebih baik ia mati dengan mengenaskan dari pada menjawab siapa ayah dari anak dalam kandungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atmosfera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ego-32 Pertengkaran dan Alina
Zeo menatap pintu kamar dimana Adhira pergi tadi, apa Adhira yang mengangkatnya tadi? Apa Adhira sudah mengetahui hubungannya dengan Alina? Apa perempuan itu mengamuk karena hal itu? Tapi kenapa Adhira semarah itu?
Batin Zeo penuh dengan berbagai pertanyaan.
****
Setelah membereskan semua kekacauan dikamar, Zeo melangkah pelan mendekati Adhira, perempuan itu sudah tidak menangis. Namun, sesekali masih terisak. duduk termenung sambil sesekali mengelus kasar perutnya. Mungkin nyeri.
Zeo yang sudah hampir mendekat tiba-tiba memundurkan tubuhnya, pemuda itu memberi ruang pada Adhira selagi ia membuat sarapan sederhana, Bubur kacang hijau dengan gula merah.
Tak lama Zeo kembali mendatangi Adhira sambil membawa nampan yang berisi sarapan dan susu hamil diatasnya.
"Dhir," panggil Zeo duduk disebelah Adhira.
Adhira membuang mukanya, matanya tampak memerah, Adhira sendiri tidak tau kenapa dirinya bereaksi demikian, yang pasti ia merasa dipermainkan. Ia merasa dibohongi dan dimanfaatkan.
"Dhira, maaf ok. " kata Zeo bingung harus bereaksi apa. Sungguh, ia tak menyangka Adhira akan marah seperti ini, bukannya Adhira tak begitu peduli dengannya? Lalu kenapa perempuan ini bertindak demikian? Kenapa harus menangis dan marah seperti ini?
"Adhira, gue minta maaf, makan ya, Lo masih tetap harus naikin berat badan lo Dhir di masuk trimester ketiga ini" Kata Zeo melembut. Ia menyodorkan bubur buatannya kedepan Adhira.
Tapi perempuan itu kembali menepisnya.
Zeo memejamkan mata. dalam hati merapalkan ketenangan, mencoba mengingat pesan dokter yang melarangnya melakukan suatu hal yang nanti nya memicu Adhira untuk stress.
"Adhira, lo mau sampai kapan kayak gini hm? Lo mau tau tentang Alina. Iya?" Tanya Zeo memelan.
"Selingkuhan lo kan" Desis Adhira mengusap air matanya yang kembali jatuh.
Zeo mendengus, "Gue pacaran sama Alina uda tiga tahun kali Dhir, ya lo pikir aja siapa yang jadi selingkuhan siapa yang diselingkuhin."
Adhira menatap Zeo, perempuan itu jengkel, marah dan benci, tapi tak ada satupun kalimat yang keluar dari bibirnya kecuali isakan. Hatinya sakit sekali. Sejak hubungan mereka terjalin. Tampaknya hanya ia yang berkorban. Adhira harus merelakan pendidikannya, pergaulannya, kebahagiaannya bahkan harus putus dengan kekasihnya. Belum lagi tekanan mental dan psikisnya selama hamil.
Sedangkan Zeo, pemuda itu masih bisa lulus SMA, masih bisa kuliah, masih bisa main bersama teman-teman kampusnya, masih bisa berinteraksi dengan rekan kerjanya. masih bisa tidur nyenyak tanpa merasakan sesaknya tidur, masih bisa makan dengan puas tanpa mual, tanpa merasakan bagaimana meminum susu yang membuat lambungnya bergelonjak itu. Dan bahkan, Pemuda itu masih sanggup mengatakan kalau ia adalah selingkuhan dari pacar pemuda itu. Bagaimana bisa pemuda itu tak mempunyai hati sama sekali.
"Adhira makan"
"Gak"
" Adhira-jangan mancing emosi gue bisa? Jangan lo pikir cuma lo yang bisa marah dan emosi disini ya. Gue capek dan gue pusing. gue juga uda minta maaf tadi." kata Zeo akhirnya setelah ia pusing sendiri dengan peperangan batin dan logikanya.
Adhira menatapnya, pipi perempuan itu basah oleh air mata. "Lo gampang banget bilang maaf ha! Lo bajingan Zeo" Adhira memukul bahu Zeo, pemuda itu harus mengelakkan nampannya agar tak tumpah lalu meletakkannya dimeja.
"Iya gue bajingan, uda puaskan?" tanya Zeo , "Sekarang lo makan, ini uda jam 10 gak baik buat anak-anak gue." ketus Zeo.
Adhira kian terisak, "Gak, gue gak mau. Lo bajingan"
Zeo tersenyum culas, "Iya, uda gue bilang gue bajingan terus apa lagi, lo kenapa sih? Lo marah gue punya pacar atau gimana? Jangan kekanak-kanakan lah Dhir, gue itu pusing. Sekarang makan." kata Zeo kian ketus.
"Lo cuma manfaatin gue doang kan?" kata Adhira menolak suapan Zeo.
"Astaga Adhira! Makan gue bilang, gue cuma mau libur dan tidur sehari aja gak bisa ya."
"Lo manfaatin gue buat ngandung anak-anak lo kan? Habis itu lo kabur sama pacar lo. Pantesan lo sayang banget sama anak-anak sialan ini. Tau gitu gue gugurin mereka dari dulu! hiks." Jerit Adhira menampik suapan Zeo.
"Ma-kan Dhir," kata Zeo enggan membahas.
"Lo-"
"Adhira stop, gue males ribut"
"Lo jahat, lo cuma manfaatin gue demi pacar lo itu, lo-
"IYA! Iya gue manfaatin elo, terus nanti gue bakal bawa anak-anak gue dari mamanya yang jahat kayak lo, PUAS!" Kata Zeo kesal. Ia hanya asal berucap saja, mana mungkin ia melakukan hal semacam itu.
Adhira menatapnya penuh kebencian. "Kenapa harus gue! Kenapa lo gak hamilin aja pacar lo yang jelek itu kenapa harus gue. Lo jahat."
"Pacar gue masih sekolah kali, dia juga bermartabat gak kayak lo" kata Zeo memakan bubur Adhira nya.
"Lo- akh huks." Adhira tersedak begitu Zeo mencium bibirnya dan memindahkan bubur dimulutnya kemulut Adhira.
"Kayak nya lo perlu disuapi pake cara gini ya. Suka banget dikasarin. Adhira. Berani lo muntahin gue bakal lakuin hal yang lebih ya Dhir" Ancam Zeo mencengkram mulut Adhira.
Adhira terisak, ia sangat jijik dengan bubur yang ada dimulutnya. Ia tak mampu menelannya. Dia menutup mulutnya dan terus menggeleng ketika Zeo kembali melakukan aksinya. Namun yang ia lakukan hanya sia-sia belaka. Zeo dan amarahnya adalah iblis yang tak bisa dibantah.
***
Siangnya, Adhira muntah-muntah, ia terlalu lama menangis, dan juga merasakan tubuhnya lemah karena hal itu. Ia jijik setiap ingat bagaimana bubur dan susu itu masuk kemulutnya.
Menjijikkan.
Adhira terus mencongkel kerongkongannya sebagai rangsangan untuk muntah. Alhasil, tubuhnya linglung dan membuatnya roboh. Tapi untungnya, Zeo yang sejak tadi memperhatikan aksi Adhira segara mengangkat tubuh itu kekamar. Menghentikan kegiatan menyakitkan itu.
Adhira terus menangis sepanjang hari, Zeo jadi tak tega.
"L-lepas hiks" Adhira mendorong tubuh Zeo yang duduk disebelahnya.
"Adhira, jangan bodoh bisa"
"hiks." Adhira hanya menangis.
"Namanya Alina Putri," Kata Zeo tiba-tiba, membuat Adhira mentap Pemuda itu dengan sembab. "Dia temen pertama gue waktu gue ke indonesia dulu. Oya, gue baru 3 tahun diindonesia, masa SMA. yah, kayak yang lo tau. Kita pacaran. Atau yah, like that."
Zeo menarik nafasnya, "Awalnya dia gak tau kalau gue uda nikah sama lo, bukan niat gak ngasih tau. tapi kita memang sejarang itu komunikasi, dia mahasiswa kedokteran, sibuknya luar biasa. dan gue bahkan gak sempet pegang hp kecuali ngurus kerjaan kan?"
"Kita sempet cekcok seminggu sebelum kita nikah, gue harus balik ke Jepang saat itu, sedangkan dia mau tetap stay di Jakarta. Dan setelah kami adu pendapat. kita lost kontak. Dia blok nomor gue, dan kalau lo inget, hp gue pecah waktu lo banting karena lo gak mau pindah dulu. Kita kontakan lagi, baru dua bulan terakahir, itupun gak sering, karena dia sibuk guepun gitu, kami bahkan gak pernah ketemu kalau lo mau tau"
"Gue benci ngakui ini.Tapi kami uda putus Dhir, Barusan Gue uda jelasin secara singkat sama Alina tadi. Yah, gue akui gue kayak bajingan dengan mutusin orang yang uda stay sama gue tiga tahun dari chat sih." Zeo terkekeh, agak perih karena sungguh, Alina memang sebaik itu.
"Gue bakal tetap sama lo, gak ada Alina atau Panji dihidup kita right?" Kata Zeo menarik Adhira kepelukannya.
Mereka butuh tidur sekarang, untuk mengembalikan tenaga yang terkuras habis.
****
W-waw. Banyak yang jengkel sama Zeo dibab semalam. hehehe.
Ada kah yang salah paham sama Alina? Alina baik loh, calon dokter.