Karena pertempuran antar saudara untuk memperebutkan hak waris di perusahaan milik Ayahnya. Chairil Rafqi Alfarezel terpaksa harus menikahi anak supirnya sendiri yang telah menyelamatkan Dirinya dari maut. Namun sang supir malah tidak terselamatkan dan ia pun meninggal dunia setelah Chairil mengijab qobul putrinya.
Dan yang paling mengejutkan bagi Chairil adalah ketika ia mengetahui usia istrinya yang ternyata baru berusia 17 tahun dan masih berstatuskan siswa SMA. Sementara umur dirinya sudah hampir melewati kepala tiga. Mampukah Ia membimbing istri kecilnya itu?
Yuk ikuti ceritanya, dan jangan lupa untuk memberikan dukungannya ya. Seperti menberi bintang, Vote, Like dan komentar. Karena itu menjadi modal penyemangat bagi Author. Jadi jangan lupa ya guys....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ramanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERGI KE KOTA.
Hari-hari telah berlalu begitu cepat, hingga tanpa terasa sudah satu Minggu juga Chairil dirawat oleh istri kecilnya itu. Yaa walaupun istrinya itu masih sulit didekati dan terkadang sikapnya juga masih sering dingin dan cuek. Namun dalam soal merawat dirinya, ia tak pernah absen. Bahkan ia begitu telaten dan cekatan saat merawat dirinya. Dan disaat saat itulah Chairil sering memanfaatkan untuk lebih dekat dengannya. Seperti saat ini, yang kebetulan akhir pekan, jadi ia pun ingin memanfaatkannya.
"Apakah kakinya sudah nyaman Kak?" Tanya Widiya setelah ia memindahkan Chairil dari tempat tidur, ke kursi rodanya.
"Sudah, terimakasih ya Wid?" Balas Chairil tampak senang. Karena di momen ini ia selalu mendapatkan pelukan dari istri kecilnya. "Oh iya, hari ini kamu liburkan Wid?" Tanyanya lagi.
"Iya," balas Widiya singkat.
"Ooh, hm... Kalau begitu bisakah kamu menemani Mamas ke kota?" Tanya Chairil tampak sangat berhati-hati sekali dalam berbicaranya.
"Emangnya mau ngapain kesana?" Tanya Widiya balik, tampa melirik sedikit pun pada Chairil. Ia hanya terfokus pada tempat tidur Chairil yang sedang ia rapihkan.
"Um... Begini Wid, sebenarnya, kemarin itu adalah waktunya Mamas kontrol ke rumah sakit. Tapi karena kaki Mamas seperti ini, nggak mungkinkan Mamas pergi sendiri? Jadi m..." Jelas Chairil. Namun belum lagi Ia menyelesaikan kata-katanya Widya sudah menjawabnya.
"Baiklah, Diya akan temani."
Chairil pun langsung tersenyum senang, setelah mendengar jawaban dari istrinya. "Alhamdulillah, ya sudah kalau begitu kamu bersiap-siaplah. Kita berangkat pagi ini, biar nanti ada kesempatan untuk jalan-jalan."
Mendengar kata jalan-jalan, dengan spontan pandangan mata Widiya yang terlihat berbinar langsung menatap wajah Chairil. Seraya berkata "Umm!" Katanya dengan singkat, tetapi tampak sekali ia begitu senang. Lalu ia pun langsung berlari meninggalkan Chairil.
Chairil yang sudah mulai memahami sifat istrinya yang sulit sekali mengeluarkan kata-katanya, hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya saja. "Hmm... Dasar, pelit sekali sih mengeluarkan suaranya." Gumanya. "Sudahlah sebaiknya Aku sholat subuh dulu. Dan bersiap-siap juga," gumamnya lagi lalu ia pun menggerakkan kursi rodanya ke kamar mandi.
┈•✾•┈
Sementara itu di kamar Widiya.
Setelah dari kamar Chairil, Widiya langsung membersihkan dirinya dan juga menjalankan kewajibannya. Setelah selesai ia langsung bergegas melihat isi didalam lemarinya. Tampak sekali ia begitu bingung dalam memilih baju yang hendak ia pakai.
"Aku pakai baju apa nih? Akukan nggak punya baju yang bagus," gumamnya tampak resah. "Hmm... Padahal dulu Ayah selalu memberiku uang untuk membeli baju, tapi tak pernah Aku turutin. Sebab dibeli pun percuma, karena Aku nggak pernah pergi kemana-mana. Makanya daripada membeli baju yang memenuhi lemari, mendingan uangnya Aku tabungkan saja. Tapi baru sekarang Aku baru paham maksud perkataan Ayah dulu."
Seketika wajah Widiya langsung berubah. Ia pun jadi terkenang pada masa-masa ketika ayahnya masih ada. Hingga tanpa terasa air matanya merembes ke pipinya.
"Maafkan Diya Yah, hiks..hiks, maaf karena Diya selalu saja tak mendengar kata-kata Ayah. Hiks...hiks... Maafkan juga karena Diya belum bisa membahagiakan Ayah. Hiks...hiks... Tapi Diya janji Yah, hiks..hiks... Diya janji akan menghargai dan menghormati pilihan Ayah sebagai suami Diya." Ucapnya terdengar lirih. Namun isakkan tangisnya terdengar jelas. Hingga tak berapa lama terdengar suara ketukan pintu, dan dibarengi dengan suara yang memanggil namanya.
"Widiya... Wid. Kamu sudah siap?"
Mendengar suara Chairil yang memanggil namanya. Widiya pun cepat-cepat menghapus air matanya, seraya ia berkata. "Sebentar lagi Kak!" Teriaknya, sambil ia mengambil baju dengan asal.
"Ooh, baiklah Mamas tunggu di depan ya?" Balas Chairil dari balik pintu.
"Iya!"
Setelah membalas perkataan Chairil, Widiya langsung memakai baju kaos berlengan panjang berwarna abu-abu yang ia padukan dengan celana kulot jeans berwarna biru langit. Sedangkan hijabnya ia samakan dengan warna celananya. Tampak sedikit tomboy tapi tetap cantik walaupun ia tak memakai apapun diwajahnya. Hanya memakai bedak yang biasa dipakai bayi,(my baby).
Setelah memakai sepatu skate berwarna putih. Serta memakai tas ransel kecil berwarna hitam, Widiya pun keluar dari kamarnya. Dan langsung menghampiri Chairil. "Diya, sudah siap Kak." Katanya pada Chairil yang terlihat sedikit terpelongoh melihat penampilan istri kecilnya.
"Kenapa Dia berpakaian seperti ini? Kok kayak gadis-gadis tomboy gitu ya? Hmm... Tapi sesuai sih sama umurnya yang masih belia. Tapi kalau Dia berpakaian seperti dan jalan sama Gua, pasti orang menyangka kalau gua ini Om nya, bukan suaminya. Aah... Sudahlah, biarkan saja dulu. Nanti di kota akan ku belikan Dia baju yang sesuai untuk Nyonya Chairil," batinnya.
"Kak! Kok malah bengong sih? Jadi nggak sih perginya?"
Mendengar pertanyaan Widiya, Chairil langsung tersadar dari lamunannya. "Eh! Jadi jadi, ya udah ayo kita berangkat sekarang." Katanya dan Widiya pun langsung mendorong kursi rodanya menuju pintu keluar. Sesampainya di luar, ternyata sudah ada mobil taksi yang sedang menunggu mereka.
"Kita naik taksi aja ya Wid, soalnya mobil Mamas ditinggal dikota waktu insiden kecelakaan waktu. Nanti pulangnya baru kita bawa kembali. Kamu nggak papakan kalau kita naik taksi?"
"Nggak papa sih. Tapi emangnya nggak mahal ya, pergi ke kota naik taksi?"
Chairil langsung tersenyum lucu mendengar pertanyaan istri kecilnya. "Emangnya kalau mahal kenapa, hm? Apa kamu mau naik angkot gitu?" Tanyanya balik.
"Bukan angkot sih, tapi biasanya orang sini, naik kereta api, atau naik bus, kan lebih murah." Balas Widiya terlihat begitu polos. Membuat Chairil langsung tertawa kecil.
"Hehehe... Kamu orangnya lugu banget ya. Tapi kamu tenang saja, walaupun mahal, tapi suami kamu ini, masih sanggup kok membayarnya. Jadi sekarang sebaiknya kita naik saja, Oke?" Ujar Chairil, seraya ia memberi kode pada supir taksi, agar ia membantu dirinya menaiki taksinya.
Sang supir pun langsung paham, dan ia pun membantu Chairil masuk ke dalam mobil dan susul Widiya yang duduk di sampingnya. Dan berapa lama mobil pun mulai melaju meninggalkan rumah Widiya.
Bersambung
┈┈••✾•◆❀◆•✾••┈┈
Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya guys. Kasih bintang, Like, Vote, dan komentar, kalau suka dengan novel baru Author ini, oke? Syukron 🙏🏻
thor prasaan dkit bngt dah up ny, ga terasa/Grin/
double up kk/Grin/
prsaan trsa dkit ya mmbca krya tiap bab ny/Grin/.
brhrap ada double up, triple up. pisss hny brcnda tpi smga diwujudkn/Grin/