Karenina, gadis cantik yang periang dan supel. Dia hidup sebatang kara setelah kehilangan seluruh keluarganya saat musibah tsunami Aceh. Setelah berpindah dari satu rumah singgah ke rumah singgah lainnya. Karenina diboyong ke Bandung dan kemudian tinggal di panti asuhan.
Setelah dewasa, dia memutuskan keluar dan hidup mandiri, bekerja sebagai perawat khusus home care. Dia membantu pasien yang mengalami kelumpuhan atau penderita stroke dengan kemampuan terapinya.
Abimanyu, pria berusia 28 tahun yang memiliki temperamen keras. Dia memiliki masa lalu kelam, dikhianati oleh orang yang begitu dicintainya.
Demi membangkitkan semangat Abimanyu yang terpuruk akibat kecelakaan dan kelumpuhan yang dialaminya. Keluarganya menyewa tenaga Karenina sebagai perawat sekaligus therapist Abimanyu.
Sanggupkah Karenina menjalankan tugasnya di tengah perangai Abimanyu yang menyebalkan? Apakah akan ada kisah cinta perawat dengan pasien?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Abi
Nina memandangi foto Anfa di tangannya. Dirinya menerka-nerka, jika sekarang adiknya itu masih hidup, seperti apa wajahnya. Lalu dia melihat keterangan lokasi makam Anfa di TPU Sirnaraga. Walaupun sudah lama tinggal di Bandung, namun Nina belum pernah menginjakkan kakinya di pemakaman yang cukup terkenal di kota Bandung itu.
Nina melirik ke arah Beno yang tengah serius mengemudi. Dia berpikir sejenak baru kemudian memberanikan diri berbicara dengan Beno.
“Hmm.. bang Beno.. bisa antar saya ke TPU Sirnaraga?”
“Tapi mba.. tadi mas Abi nyuruh langsung pulang.”
“Sebentar aja bang. Saya pengen lihat sebentar aja, bisa ya bang.”
“Mau ke blok mana?”
“Ini ke sini.”
Nina memberikan secarik kertas yang didapatnya dari Abi. Beno mengambilnya lalu melihatnya sebentar.
“Oh kalau blok ini saya tahu. Ok saya antar tapi jangan masuk ya. saya tunjukkan aja jalur yang cepat untuk sampai ke blok ini.”
“Iya ngga apa-apa, makasih bang.”
Beno mengarahkan kendaraannya menuju TPU Sirnaraga. Lima belas menit kemudian, mereka sudah memasuki area pemakaman. Nina memperhatikan bentangan pemakaman di depannya.
“Kalau blok ini patokannya pohon besar yang di sana mba.. nah sampai ke ujung sana itu batas bloknya. Lumayan banyak mba.. karena ini blok lama, sekitar dua ratus makam ada di sini. Dan ngga semua makam terurus dengan baik. Kadang ada yang nisannya sudah rusak atau namanya sudah pudar.”
Nina meneguk ludahnya kasar. Untuk menemukan kuburan Anfa, dia harus melihat satu per satu Nisan yang ada di sana.
“Kita pulang sekarang ya mba. Saya ngga mau kena tegur mas Abi.”
“Oh iya, makasih bang.”
Nina dan Beno kembali masuk ke dalam mobil. Pandangan Nina masih mengarah pada nisan yang berjajar di dekat pohon besar yang ditunjukkan Beno tadi. Besok dia akan mengajak Abi ke sini.
“Bang Beno kok tahu blok ini?” Nina membuka pembicaraan.
“Orang tua Fani dimakamkan di sana mba.”
“Oh.. eh maksudnya orang tua Fani, bang Beno bukan kakak kandungnya Fani?”
“Bukan mba. Saya ini tetangga mereka. Tapi orang tua Fani sangat baik sama saya, mereka sudah menganggap saya anaknya sendiri. Setelah orang tua saya meninggal, mereka yang sudah mengurus saya. Mereka juga menitipkan Fani pada saya sebelum meninggal. Tapi saya gagal menjalankan amanat mereka gara-gara si brengsek Dika.”
Wajah Beno nampak mengeras mengingat Dika. Tangannya memegang erat kemudi, kemarahan masih melingkupi pria itu.
“Kalau tidak ingat nasehat mas Abi, mungkin saya sudah habisi laki-laki itu,” lanjutnya.
“Bang Beno kenal mas Abi di mana?”
“Dia yang menemukan saya mba. Dia datang membawa informasi tentang siapa lelaki yang telah menodai Fani. Awalnya saya ingin membunuhnya, tapi kemudian mas Abi memberikan penawaran lain. Dia minta saya membuat Dika membatalkan pernikahannya. Mas Abi mau memberi saya berapa pun yang saya minta. Tapi saya hanya butuh pekerjaan baru. Saya ingin memberi nafkah untuk Fani dan anaknya dari uang halal. Akhirnya mas Abi memberikan saya pekerjaan di kantornya sebagai tim keamanan. Dia juga berjanji akan membiayai pernikahan saya dengan Fani setelah melahirkan.”
“Bang Beno mencintai Fani?”
“Iya mba.. sudah sejak dulu,” Beno mengusap tengkuknya. Sedikit malu mengungkapkan apa yang dirasakan pada adik angkatnya itu.
“Bang Beno pria baik, mau menerima Fani beserta bayinya. Saya doakan abang bahagia.”
“Makasih mba.. saya tidak peduli anak siapa yang dikandung Fani. Saya mencintainya dan menerimanya apa adanya. Saya juga bukan manusia sempurna, bahkan bukan orang baik. Ada hikmahnya dari kejadian ini, saya bisa keluar dari dunia hitam saya.”
“Jadi judulnya preman pensiun ya bang, kaya kang Mus.”
“Hehehe... iya mba.”
Perbincangan terus mengalir di antara keduanya. Ternyata Beno tak semenyeramkan penampilan fisiknya. Dia juga orang yang humoris, mungkin karena lingkungannya dia seperti orang yang keras dan kejam. Nina cukup kagum dengan Abi yang bisa menundukkan preman seperti Beno.
Tak terasa perjalanan berakhir. Mereka sudah tiba di kediaman Teddy. Setelah mengucapkan terima kasih, Nina turun dari mobil lalu masuk ke dalam rumah. Sedang Beno langsung kembali ke kantor. Ada tugas yang diberikan Cakra padanya.
☘️☘️☘️
Beno baru saja selesai memasang kamera tersembunyi di ruangan Ruby. Selain itu, dia juga memasang kamera di koridor yang menuju ruangan Abi. Kamera tersebut langsung terhubung pada ponselnya. Jadi dia bisa memantau langsung pergerakan Ruby. Tugas yang diberikan Cakra untuknya.
Beno bergegas pergi dari lantai 19 melalui tangga darurat ketika pintu lift terbuka. Abi, Ruby, Cakra serta Sekar baru kembali dari ruang meeting. Sekar langsung menuju ruangannya untuk mengetik hasil meeting, begitu pula dengan Ruby. Sedang Cakra memilih mengikuti Abi ke ruangannya.
Abi mengeluarkan kotak bekal yang tadi dibawa oleh Nina. Cakra yang memang sudah keroncongan perutnya langsung saja mencomot salah satu isi di dalamnya membuat Abi mendelik padanya. Tapi pria itu nampak masa bodoh. Dengan wajah tanpa dosa, dia mengunyah makanan hasil jarahannya.
“Bi.. lo tahu siapa Ruby?”
“Hmm.. sekretaris gue yang baru.”
“Bukan itu maksudnya PEA!”
“Maksud lo adiknya Fahira?”
Uhuk.. uhuk..
Cakra terbatuk mendengarnya. Dia segera menuju ke arah chiler untuk mengambil minuman dingin. Gara-gara ucapan Abi, dia jadi tersedak. Bisa jadi sahabatnya itu tak ikhlas berbagi makanan dengannya.
“Lo tahu dari mana itu adeknya Fahira? Pantes kok mukanya familiar.”
“Fahira pernah cerita kalau dia punya adik perempuan. Tapi adiknya itu diurus oleh kakak dari ibunya karena mereka tidak bisa punya anak.”
“Kalau lo tahu, kenapa lo masih terima dia kerja di sini? Tapi di riwayat hidupnya kok gue ngga nemu hubungannya sama Fahira ya.”
“Karena ada orang yang udah malsuin datanya dia. Sebelum nikah sama Fahira, gue sempat cari tahu soal adiknya. Dia tinggal di Surabaya dengan paman Fahira. Makanya gue tau soal dia.”
“Siapa yang malsuin datanya?”
Abi hanya mengangkat bahunya. Dia melanjutkan makannya tanpa mempedulikan Cakra yang terlihat masih belum puas dengan jawabannya.
“Saran gue nih. Mending lo tendang si Ruby, sebelum dia berulah. Jangan miara anak macan. Dia pasti punya niat ngga baik.”
“Justru itu, dia harus tetap di sini. Gue pengen tahu siapa yang ada dibaliknya. Dia harus ada di deket gue supaya gue tahu apa yang dia rencanain. Dia itu cuma pion, gue harus tahu siapa dalangnya.”
“Tapi lo harus tetap hati-hati. Tuh cewek sama liciknya sama kakaknya. Dan jangan sampai lo jatuh cinta sama dia.”
“Jaga tuh mulut, jangan sampai gue sumpel pake truk molen!”
“Ck.. biasa aja keles ngga usah ngegas. Gue juga tahu kok lo udah bucin parah sama Nina hahaha...”
Cakra segera melesat keluar dari ruangan Abi sebelum tubuhnya terkena lemparan barang-barang berbahaya di dekat sahabatnya itu. Dia kembali ke ruangannya lalu mendekati Sekar yang tengah sibuk mengetik.
“Se..”
“Hmm..”
“Bantuin abang dong.”
“Bantu apa.”
Cakra menarik sebuah kursi lalu duduk di dekat Sekar. Dia memutar kursi gadis itu hingga berbalik menghadapnya.
“Se.. kamu tahu Atika kan?”
“Hmm.. cewek yang pernah jadi model salah satu produk kita kan?”
“Nah bener.”
“Kenapa emang?”
“Hadeuh.. tuh cewek sarap. Masa dia ngajakin abang ketemu orang tuanya. Gila aja, bakal ditodong langsung nikah nanti.”
“Sokooor... makanya jangan suka tebar pesona kalau jadi cowok.”
“Ck.. abang tuh tebar pesona sama kamu doang.”
“Dih.. apa kabarnya tuh Mona, Lisa, Deta, Laksmi, Jubaedah, Entin.. mereka semua baper gara-gara bang Cakra tebar pesona mulu kerjaannya.”
“Jiaaahh itu mah mereka aja yang kegeeran. BTW Jubaedah sama Entin siapa? Ngga usah ngarang kamu Se.”
“Jubaedah dan Entin itu asisten rumah tangga di rumah sebelah. Tiap hari kepoin abang sama Ita juga pak Bagja.”
“Set... mereka tahu abang dari mana?”
Sekar hanya mengendikkan bahunya. dia kembali memutar kursi untuk melanjutkan pekerjaannya. Tapi lagi-lagi Cakra membalikkan kursi ke arahnya. Sekar menatap kesal pria di hadapannya ini.
“Abang kalau gangguin mulu, kerjaan aku ngga beres-beres nih.”
“Bentar doang. Se.. tolongin abang ya soal Tika.”
“Ogah.”
“Ayolah Se.. ya tolong ya.”
“Tolong pegimane maksudnya?”
“Bikin Tika sama keluarganya ilfil ama abang. Mau ya?”
“Kapan?”
“Pas acara makan malam sama mereka. Sehari setelah resepsi kak Juna.”
Sekar berpikir sejenak, kemudian mengangguk setelah dirinya mendapatkan ide brilian untuk membantu Cakra. Pria itu tersenyum senang. Dia bermaksud memeluk Sekar tapi terhenti begitu mendapat tatapan horor dari gadis itu.
“Ngga usah modus ya bang. Suka cari-cari kesempatan dalam kesempitan.”
“Namanya juga usaha Se. Jadi apa rencana kamu?”
“Ra-ha-si-a. Tunggu aja tanggal mainnya, ok.”
Sekar mengedipkan matanya lalu mendorong kursi yang diduduki oleh Cakra agar menjauh darinya. Dia kembali berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Cakra hanya tersenyum melihat tingkah Sekar. Adik dari sahabatnya yang telah menjungkir balikkan dunianya sejak tiga tahun lalu. Namun sampai kini gadis itu masih bergeming, dia tak mempan oleh bujuk rayu sang casanova.
☘️☘️☘️
**Oh jadi Abi udah tahu ya siapa Ruby. Yang Abi belum tahu dalang dibalik Ruby. Mamake kasih tau ya, dalangnya itu Asep Sunandar Sunarya🤣
Kira² apa rencana Sekar ya buat bantu Cakra🤔**