Revisi PUEBI
Diminta oleh orang tuanya untuk menyelesaikan persoalan hutang keluarga serta harus mengganti rugi dari kerusakan mobil yang Aruna tabrak.
Manakah takdir yang dipilih untuk menyelesaikan persoalannya. Menjadi istri muda Broto sebagai pelunasan hutang atau menjalani One Night Stand dengan Ben agar urusan ganti rugi mobil selesai. Juga cinta Alan pada Aruna yang terhalang status sosial.
Manakah pilihan yang diambil Aruna ? Dengan siapakah Aruna akan menjalani hidup bahagia penuh cinta. Ben atau Alan ? Ikuti terus kisah Aruna
Cerita ini hanya kehaluan author untuk hiburan para pembaca. Silahkan ambil pesan yang baik dan tinggalkan yang buruk.
ig : dtyas_dtyas
fb : dtyas auliah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Clara (2)
Ben mengakhiri panggilan, agak terkejut saat menoleh pada Una. Una menatapnya seakan bertanya siapa wanita yang barusan menelponnya.
Lupa bahwa ia baru saja menerima panggilan dari seorang wanita, padahal ia sedang dekat Una. Dalam hati ia bersorak karena raut wajah Una menandakan kecemburuannya.
"Kenapa?" tanya Ben memasang wajah datar.
"Enggak apa-apa. Aku mau pulang," jawab Una lalu berdiri dan beranjak dari sofa menuju pintu.
"Aruna!" panggil Ben dengan intonasi suara agak tinggi.
Una terkejut, lalu berbalik menatap Ben. "Jangan membentakku, aku enggak suka."
"Duduk!" Perintah Ben pada Una. Una tetap pada posisinya.
"Pilih duduk di sini atau aku gendong ke kamar."
Una melangkah dengan gumaman yang tidak jelas, sengaja menyenggol tubuh Ben saat melewatinya lalu duduk di sofa tunggal.
"Kemarilah!" Titah Ben.
"Saya di sini aja," sahut Una.
"Aruna, biasakan tidak memperburuk keadaan karena miss komunikasi."
Una tetap diam dan melemparkan padangan ke arah lain. 'Dasar om-om enggak peka, bukannya ngejelasin siapa perempuan yang nelpon dia malah ceramah,' batin Una.
"Aruna!"
"Iya Pak Ben Chandra," seru Una.
"Kemari!"
Una bangun dan berjalan menuju sofa yang sama dengan Ben, ketika hendak duduk di samping Ben, pinggangnya ditarik Ben dan dia pun terduduk di pangkuan Ben.
"Kamu cemburu?"
Una hanya diam, "Baguslah kalau kamu cemburu," ucap Ben, lalu tangannya merangkul pinggang Una.
"Yang menelpon tadi Clara, dia anak dari rekan bisnis di Singapur. Ayahnya minta aku menemukannya karena komunikasi mereka terputus semenjak Clara pindah ke Jakarta."
"Kenapa nadanya manja gituh, apa jangan-jangan dia suka sama Om," ujar Una.
"Yang penting aku sukanya sama kamu," kata Ben sambil mencium pipi Una. Detak jantungnya tak beraturan, memikirkan bagaimana jika Una tahu bahwa sebelumnya Clara dan Ben adalah teman, teman di atas ranjang walaupun mereka menjalani tanpa ada rasa cinta.
Akhirnya kecemburuan Una malam itu mereda, pasangan itu menghabiskan malam dengan makan ramen, ngobrol ringan dan nonton film sesuai permintaan Una tanpa meninggalkan kediaman Ben. Meskipun akhirnya filmnya tidak mereka tonton karena keduanya tertidur di sofa dengan posisi Una bersandar pada Ben.
Una perlahan mengerjapkan matanya, memindai sinar matahari yang terlihat karena gorden yang tidak tertutup sepenuhnya. Beberapa saat kemudian dia menyadari bahwa saat ini dia bukan berada di kamar kostnya dan berada dalam pelukan Ben. Membalikan tubuhnya sehingga ia dapat melihat jelas wajah Ben yang saat ini sedang tidur. Sungguh sebuah anugrah terindah jika setiap ia membuka mata di pagi hari melihat pemandangan seperti saat ini.
Bibirnya tersenyum lalu telunjuknya sedang menelusuri hidung Ben yang mancung dan turun ke bibir pria tersebut, "Sudah puas belum, kalau belum aku pejamkan mata lagi," ucap Ben sambil tertawa. Una yang terkejut karena ternyata Ben sudah bangun bergerak menjauh namun Ben kembali menariknya dan merengkuhnya erat.
"Aku ingin setiap pagi seperti ini," ungkap Ben.
Keduanya tersenyum penuh makna, dilanjut dengan canda dan tawa hingga akhirnya keduanya bangkit dan mandi bergantian tanpa ada adegan yang aneh, bukan karena Ben tidak ingin. Sebenarnya dia sangat ingin menerkam dan menyalurkan hasrat penuh cinta pada Una tapi dia menahannya sampai Una kembali siap disentuh yaitu setelah mereka menikah. Bagi Una kejadian beberapa tahun lalu antara dirinya dan Ben adalah suatu kesalahan.
Ben sedang menyiapkan sarapan untuk mereka berdua, omelet juga roti bakar, teh manis untuk Una dan secangkir kopi untuk dirinya. Una keluar dari kamar mengenakan kaos Ben yang kebesaran di badannya. Ben memijat pelipisnya melihat penampakan yang menggoda karena ia tahu Una tidak memakai apapun dibalik kaos itu.
"Om, bajuku belum datang?"
"Hm," jawab Ben sambil menyesap kopinya tanpa menatap Una, khawatir bagian bawah tubuhnya bereaksi. Tidak lama bel berbunyi, Ben beranjak membuka pintu. Seseorang datang memberikan paperbag berisi pakaian ganti untuk Una. Sesuai perintah Ben pada orang suruhannya.
Sore hari, Una diantar oleh Ben kembali ke rumah kost tempat Una tinggal. Meskipun sebenarnya dia ingin Una tetap bersamanya.
***
Keesokan hari, Aruna bekerja seperti biasa. Meskipun memiliki kedekatan dengan CEO perusahaan tempatnya bekerja tapi dia tetap profesional mengerjakan semua tugasnya dengan baik.
Menjelang istirahat ponsel Una bergetar, ternyata pesan masuk dari Ben.
Om Rese : Sayang, makan siang denganku
Aruna : Hmm
Om Rese : Mau ke luar, ke tempat yang lebih private
Aruna : Enggak ah, pasti macet
Om Rese : Tunggu aku, hari ini aku belum dapat moodboster
Aruna : Kasih enggak ya
Om Rese : Kasihlah, masa enggak
Baru saja mengirim pesan pada Una, saat pintu ruangannya di buka terdengar suara perdebatan. Ben menatap seorang wanita yang masuk tanpa permisi diikuti Nora sekertaris Ben.
"Maaf pak, nona ini memaksa masuk," ucap Nora.
Ben menghela nafas melihat Clara yang datang, "Kamu boleh lanjutkan tugasmu," ucap Ben pada Nora.
"Aku sudah bilang padanya kalau kau tidak mungkin menolak kedatanganku."
"Ada apa Clara, aku sibuk. Belum lama aku kembali ke perusahaan ini, banyak yang harus aku evaluasi."
Clara duduk di kursi meja Ben, "Aku tidak menyangka kau akan menyusulku ke Jakarta."
"Kau salah, aku kembali karena perusahaanku bukan karenamu." Ben berdiri dan beranjak meninggalkan mejanya, "Aku sudah ada janji dan kau sebaiknya segera kembali ke Singapur."
"Ben, tunggu dulu, kita harus bicara."
"Clara, pulanglah! Aku sibuk." Ben meninggalkan Clara lalu masuk lift dan segera menekan tombol agar pintu tertutup.
Tiba di kantin, Bian yang sudah tiba lebih dulu menghampiri Ben, "Ke mana Ilham, bagaimana Clara bisa sampai ke ruanganku?"
"Aku akan hubungi Ilham dan pastikan ini tidak akan terjadi lagi."
"Hmm." Ben melihat sekeliling, tatapannya berhenti pada sosok wanita yang sedang tertawa bersama rekannya. Menghampiri lalu duduk di samping wanita tersebut.
"Sudah makan?"
"Belum, menunggu bos besar dulu," ucap Una. Ben tersenyum lalu mengacak rambut Una.
Ben meminum air mineralnya setelah menghabiskan makan siang dengan menu pilihan Una. Vino entah darimana tiba-tiba duduk di depan Ben, "Pak, masih butuh info Aruna enggak?" tanya Vino sambil melirik pada Una.
Una yang sedang melemparkan tisue pada Abil yang sejak Ben hadir selalu menggodanya, menoleh pada Vino mendengar ucapan pria tersebut.
"Jangan macem-macem Pak," sahut Una.
Vino terkekeh, "Takut ya ?"
Ben tersenyum melihat kemarahan Una, menggenggam jemarinya lalu mengajaknya meninggalkan kantin.
Sampai di depan ruangan Ben, tepatnya di ruang tunggu ada Clara yang ternyata masih menunggu Ben.
"Ben," panggil Clara.
Ben dan Una menoleh ke asal suara. Clara melihat Ben menggenggam jemari Una, "Jadi ini yang kamu bilang sedang sibuk."
Perjodohan Arini
Suami absurd
Suami rupa madu mulut racun