BU DOSEN CANTIK

...............................

"Iya, Silahkan masuk." sahut Gavin.

Kemudian pintu terbuka, Pak Bima masuk dengan membawa beberapa berkas.

"Silahkan duduk, Pak Bima." ucap Gavin.

"Ini, Pak. berkas-berkas yang harus di tanda tangani, biar bisa saya ajukan ke bagian keuangan," ucap Pak Bima.

"Oh, Iya., iya. Ini semua buat biaya perawatan si Kasih.?" tanya Gavin.

"Iya, Pak. Seperti yang saya bilang tadi, hari ini Kasih boleh pulang." jawab Pak Bima.

"Baiklah, tolong, saya minta kepada Bapak, soal kesejahteraan para karyawan bener-bener di perhatikan. Saya nggak mau kinerja mereka turun lantaran pihak perusahaan tidak care." ucap Gavin.

"Iya, Pak. Saya juga selalu diingatkan sama Pak Indra. Jadi saya sudah faham itu. Pak Gavin ini memang nggak jauh beda dari Pak Indra." ucap Pak Bima.

"Pak Bima, bisa aja." sahut Gavin tersenyum sembari menanda tangani berkas-berkas tersebut.

"Terima kasih, Pak. Saya permisi dulu." ucap Pak Bima.

"Silahkan." sahut Gavin.

Pak Bima melangkah keluar meninggalkan Gavin di ruangan itu. Kembali Gavin dengan pikirannya, hari ini dia bekerja tanpa didampingi Papanya. Mungkin ini waktunya dia tunjukkan pada Papanya serta para karyawan kalau dia juga bisa.

.

Ditempat yang berbeda, di rumah sakit Kasih sudah diperbolehkan pulang. Dia dijemput keluarganya, disitu juga ada Pak Bima selaku HRD untuk mengurus semua.

"Kasih, sekarang kamu boleh pulang, untuk biaya semua di tanggung perusahaan. Tadi Pak Gavin berpesan sama saya, kalau saya harus menangani langsung soal musibah yang dialami karyawannya." ucap Pak Bima.

"Oh.., terima kasih, Pak." jawab Kasih.

"Iya, Kasih. Pak Gavin orangnya baik banget sama persis kayak Pak Indra." jawab Pak Bima.

"Iya, Pak. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih." ucap Kasih.

Kasih dan Pak Bima akhirnya meninggalkan rumah sakit. Pak Bima kembali ke kantor, sedangkan Kasih dibawa keluarganya pulang.

.

.

.

Jam menunjukkan pukul dua belas. Sekarang waktunya makan siang. Gavin sengaja makan siang diluar saja, sekalian ada yang dia cari. Dia menuju parkiran mobil.

Dilajukannya mobilnya menyusuri jalanan Ibukota. Dia mau makan yang dekat-dekat kantor saja, akhirnya dia membelokkan di warung soto madura saja.

Gavin memilih duduk di pinggir, sesekali matanya menjelajahi tempat makan itu. Ketika dia menunggu pesanan, matanya menangkap seseorang yang turun dari taxi. Gadis berhijab itu lagi, dia melangkah bersama dengan seorang perempuan paruh baya. Bukankah itu Kasih? Bathin Gavin.

Gavin sontak berdiri dari tempat duduk itu, lalu melangkah menuju gadis itu.

"Tunggu..!" teriak Gavin.

sontak kedua wanita itu berhenti dan menoleh ke arah suara itu. Gavin tersenyum dan mendekati mereka.

"Pak, Gavin.!" ucap Kasih dengan ekspresi kaget.

"Iya, gimana Kasih? kamu baik-baik saja kan.?" ucap Gavin.

"Iya, Pak. Alhamdulilah sudah nggak apa-apa." jawab Kasih.

"Rumah kamu, dimana? ayo saya antar." ucap Gavin.

"Makasih, Pak. Rumah saya sudah dekat, kok. Lagian mobil tidak bisa masuk karena rumah saya masuk gang kecil." jawab Kasih.

"Iya, Gak apa-apa, saya antar sambil jalan kaki. Kan saya juga harus memastikan kalau karyawan saya selamat sampai tujuan." jawab Gavin sembari melempar senyum.

Kasih semakin gugup saat Gavin tersenyum padanya. Akhirnya Kasih memperbolehkan Gavin untuk mengantarkannya sampai rumah.

Mereka masuk ke sebuah rumah yang sangat sederhana. Rumah padat penduduk tapi nggak kumuh.

"Silahkan masuk, Pak. Beginilah keadaan rumah saya." ucap Kasih.

"Oh, iya nggak apa-apa." jawab Gavin.

Dia sedikit tersentuh dengan keadaan mereka. Sungguh dia adalah orang beruntung dibandingkan dengan orang-orang seperti kasih. Kadang kenapa dia masih kurang bersyukur.

"Maaf, Pak Gavin. Mau minum?" tanya Kasih.

"Oh, jangan repot-repot, saya tadi sudah minum diwarung soto tadi." jawab Gavin bohong, karena dia nggak mau merepotkan.

"Nggak apa-apa, Pak. Cuma air putih saja kok." jawab Kasih.

"Kasih, saya boleh nanya sesuatu ke kamu?" ucap Gavin.

"Iya, Pak silahkan." jawab Kasih.

"Apa sebelum kita bertemu di kantor, kita sudah bertemu sebelumnya.?" tanya Gavin.

Kasih sedikit kaget, kenapa Gavin kok tiba-tiba menanyakan seperti itu. Tentunya pertama bertemu adalah di kantor.

"Maksudnya Pak.?"tanya Kasih balik.

"Soalnya saya nggak asing dengan wajah kamu, tapi pernah ketemu dimana, saya juga lupa.!" ucap Gavin.

"Ah, Pak Gavin ini ada-ada saja." jawab Kasih pelan.

"Iya, Kasih. Ketika saya melihat kamu, saya langsung kaget, kayak pernah ketemu sebelumnya. Cuma bingung saya lupa ketemu dimana." ucap Gavin.

Kasih menunduk, seakan nggak berani menatap wajah atasannya itu. Kalau boleh jujur, Kasih sebenernya pengen bilang yang sebenernya. Tapi dia takut, karena apa yang dia fikirkan selama ini adalah hal yang sangat-sangat tidak masuk akal.

Dia nggak berani bermimpi, karena jika terbangun maka akan terasa sakit.

Kasih sebenernya adalah gadis yang menolong Gavin disaat dia mengalami kecelakaan yang dulu.

"Haloo..! kok bengong.?" tanya Gavin.

"Eeh.. maaf, Pak." jawabnya.

"Kamu, kenapa Sih?" tanya Gavin.

"Baiklah, Pak. Saya akan bicara jujur sama Pak Gavin." ucap Kasih sambil bibirnya bergetar.

"Iya, bicara saja. Saya akan lebih senang kalau kamu jujur." ucap Gavin.

"Iya, Pak. Memang bener, kita sebelumnya sudah pernah bertemu" ucap Kasih sambil menunundukkan kepalanya.

Gavin sontak kaget, kemudian ekspresinya berubah. Wajahnya nggak tahu lagi berubah jadi warna apa.

"Bener, Sih? emangnya kita ketemu dimana?" tanya Gavin.

"Pak Gavin apa bener-bener tidak ingat.?" tanya Kasih.

"Iya, bener saya lupa. Cuma wajah kamu yang aku nggak asing." jawab Gavin.

"Tunggu sebentar, Pak!" ucap Kasih sambil meninggalkan Gavin sendiri di ruang tamu.

Beberapa menit kemudian Kasih kembali sambil membawa sesuatu.

"Pak Gavin ingat ini punya siapa?" tanya Kasih sambil menunjukkan sebuah sapu tangan warna abu kearah Gavin.

Sedangkan Gavin seketika kaget, ini sapu tangan miliknya. Kenapa ada pada dia. bathinnya.

"Ini punya saya, kenapa ada pada kamu?" tanya Gavin.

"Saat Pak Gavin mengalami kecelakaan yang dulu, waktu itu saya ada di pinggir trotoar. Mobil Pak Gavin menabrak trotoar tersebut. Spontan saya kaget, lalu dengan cepat saya mencoba mengeluarkan Pak Gavin dari mobil, berkat bantuan orang-orang disekitar akhirnya pintu mobil terbuka.

Saya dan orang-orang mendudukkan Pak Gavin ketepi. Pak gavin sempat tersadar. Darah mengalir dari sudut mulut Pak gavin. Waktu itu saya bingung untuk membersihkan darah yang menetes.

Akhirnya Pak Gavin sendiri yang mengeluarkan sapu tangan dari kantong celana. Akhirnya saya bersihkan semua darah tersebut. Tapi Pak Gavin saat itu yang dieluhkan cuma kaki, sampai-sampai Pak Gavin menjerit kesakitan dan akhirnya pingsan.

Kemudian warga membawa Pak Gavin ke rumah sakit. Sementara sapu tangan ini saya bawa pulang ke rumah buat saya cuci." jelas Kasih.

"Ya ampun, Kasih. kamu masih menyimpan sapu tangan ini dengan rapi. Pantesan saya nggak asing sama muka kamu. Cuma sayangnya saya lupa ketemu dimana. Terima kasih telah menolongku saat itu." ucap Gavin sambil memegang pundak Kasih.

Sedangkan Kasih masih menunduk malu karena hari ini dia bertemu kembali dengan sosok pangeran yang pernah dia tolong. Bagai di dongeng-dongeng, Kasih sempat menghayal bakal ketemu dengan orang yang ia tolong.

Hatinya tidak bisa berbohong kalau sebenarnya menyimpan rasa dengan sang pemilik sapu tangan itu. Berhubung sekarang dia tahu bahwa Gavin adalah atasannya, maka dia akan membuang jauh-jauh perasaannya itu. Dia juga sadar, kalau saat itu mungkin dia hanya terbawa suasana saja, karena telah menolong laki-laki tampan.

"Sekarang Pak Gavin sudah nggak penasaran lagi kan?" tanya Kasih.

"Iya, Kasih. Saya sudah lega. Sekarang kita akan jadi teman, karena sekarang kita bekerja didalam satu atap." ucap Gavin.

"Iya, Pak." ucap Kasih.

"Oke, saya permisi balik ke kantor lagi." ucap Gavin.

"Iya, Pak. Silahkan" jawab Kasih.

Gavin melangkah keluar menuju jalan raya. Dia nggak jadi makan siang, langsung dia kemudikan mobilnya menuju kantor.

Next.............(33).