Hidup Freya Almeera Shanum berubah setelah tragedi tahun baru 6th silam yang membuatnya menjadi single parent dari anak bernama Maura Hanin Azzahra.
Maura, gadis berusia 5th itu selalu menanyakan keberadaan Ayahnya yang tak pernah diketemuinya dari kecil.
Pertanyaan sederhana tentang keberadaan sang Ayah yang selalu di lontarkan Maura membuat sang Bunda Freya (25th) merasa bersalah dan sedih. Bahkan Freya juga kadang teringat akan tragedi malam itu setiap sang putri bertanya keberadaan Ayahnya.
Semua salah wanita tak tahu terima kasih itu. Karena wanita itu, Freya sekarang menjadi single parent tanpa status.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi widya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalau anda mau, ambil saja Nona
Bryan terlihat mengeraskan rahangnya juga mengepalkan tangannya kuat, dia juga menajamkan mata dan telinganya melihat rekaman video yang Rendy berikan padanya.
"Berani-beraninya Manda melakukan itu pada Ibu dari anakku." geram Bryan saat melihat Manda menyiramkan air minumnya tepat di wajah Freya.
Dalam rekaman video
Byuurrrr
Freya memejamkan matanya saat minuman dingin yang Manda siram membasahi wajahnya.
"Sabar Freya!!! Sabar!!! Ingat, kamu tidak boleh lemah jika memang ingin dihargai oleh manusia kaya yang sombong dan angkuh di depanmu ini." batin Freya sambil mengusap kasar wajahnya yang basah.
"Tapi kalau seperti ini siapa juga yang tahan sih!" batin Freya menjerit, dia mengepalkan tangannya kuat di atas pahanya.
"Jaga ucapanmu wanita murahan!" bentak Manda saat Freya mengatakan kalau dirinya simpanan para sutradara bahkan produser.
"Siapa wanita ini sebenarnya sampai tahu kalau aku menjadi wanita simpanan." batin Manda menatap Freya tajam dengan nafas memburu karena amarah.
"Manda, jaga sikap kamu. Apa kamu mau repotasimu sebagai artis terkenal rusak gara-gara wanita murahan ini." kata Mama Lea tertahan dan geram akan sikap Manda barusan yang menurutnya rendahan itu.
Manda lantas duduk kembali dengan angkuh dan menyentak kasar tangan Mama Lea yang memegang lenganya.
"Selain perilaku anda yang angkuh dan arogan juga simpanan om-om, ternyata anda juga tidak memiliki sopan santun terhadap orang tua Nona Amanda Felisya Hertanto." Freya menggelengkan kepala melihat sikap Manda pada Mama Lea.
"Jadi seperti ini calon menantu yang dia inginkan? gak level banget kalau harus disandingkan dengan Bryan." batin Freya.
"Anak manja yang dijadikan alat orang tuanya untuk mencapai kekayaan dan kekuasaan." kata Freya menatap Manda dengan sinis.
"Kau!!! Siapa kau sebenarnya wanita murahan?" geram Manda pada Freya yang sepertinya begitu mengenal sosok dirinya.
Freya tersenyum menatap Manda. "Dua bulan yang lalu di sebuah event yang dilaksanakan di hotel Marriott di kota Y." kata Freya lantas berdiri dari duduknya.
"Saya permisi Nyonya Alea. Maaf membuat keributan disini." Freya lantas pergi setelah berpamitan pada Mama Lea.
Pause
"Apa maksud dari perkataan Freya tadi Rendy?" tanya Bryan pada asistennya itu.
"Saya tidak tahu Tuan. Tapi saya sudah meminta orang untuk menyelidikinya." jawab Rendy tenang karena dia sudah selangkah lebih maju lagi sebelum Tuan Mudanya memintanya untuk menyelidiki.
Bryan menyeringai mendengar jawaban Rendy, tidak perlu diperintahkan lagi asistennya ini sudah langsung bertindak.
"Tuan!" Bryan menatap Rendy yang memanggilnya.
"Tuan Bara beserta istrinya sudah sampai di bandara."
"Mereka ingin melihat kondisi Nona Muda Maura." kata Rendy memberi laporan pada Tuannya.
"Kalau sudah tidak ada kerjaan kita ke rumah sakit sekarang." perintah Bryan yang sudah berdiri dari duduknya.
"Tapi anda masih ada pembelajaran satu mata kuliah lagi, Tuan." Bryan mendengkus kesal, dia lupa kalau dia masih harus mengajar mata kuliah.
"Panggil Caca suruh kesini." Bryan kembali duduk dan membuat beberapa tugas buat mahasiswanya.
"Baik Tuan." Rendy segera menghubungi Caca untuk datang ke ruangan Bryan.
A few minutes later...
"Kakak ngapain sih minta aku kesini segala. Aku tuh sebentar lagi ada kelas Kak." gerutu Caca setelah dia masuk ke ruangan Bryan. Tadi dia dipaksa Rendy untuk segera datang ke ruangan Bryan sebelum Rendy membuka rahasianya.
"Gak Kak Bryan, gak asistennya selalu saja mengancam kalau aku gak mau menurut." geram Caca saat dia tadi mendapat telephone dari Rendy.
Bryan diam saja tak menyahuti kekesalan adiknya itu. Dia masih fokus dengan tugas yang akan diberikan untuk mahasiswanya.
"Kalau gak ada yang penting Caca pergi." kesal Caca saat orang yang memintanya datang ke ruangannya justru sibuk sendiri dengan pekerjaannya.
"Nih...barikan ke kelas bisnis semester akhir." Bryan memberikan flashdisk kepada Caca.
"Memang Kakak mau kemana?" tanya Caca setelah menerima flashdisk dari Bryan.
"Mau ketemu calon istri." jawab Bryan asal.
"Mau ketemu Manda si nenek lampir? tumben." ejek Caca pada Kakaknya yang memang tidak biasanya mau ketemu sama Manda. Biasanya Manda selalu diusir sama Bryan bahkan Rendy juga ikut turun tangan untuk membasmi Manda supaya menjauh dari Bryan.
"Ini lebih seram dari nenek lampir. Dia keras kepala, suka berteriak gak jelas, suka mencubit, juga suka mengatai Kakakmu yang tampan ini seperti monster." kata Bryan sambil membayangkan wajah Freya saat kesal dan marah kalau dia goda. Dia tersenyum sendiri cuma membayangkannya saja.
"Kak Bryan kenapa sih, Kak? Gak kesambetkan?" bisik Caca pada Rendy yang hanya berdiri tegak dan diam itu.
"Kakak Rendy, ishh." Caca memukul pelan lengan Rendy saat tak mendapat jawaban atas pertanyaannya.
"Tuan Bryan bukan kesambet, tapi dia lagi berfantasi dengan imajinasinya yang begitu liar." jawab Rendy asal membuat Caca semakin kesal saja.
"Kak Rendy sama Kak Bryan sama saja. Sama-sama kesambet." Caca lantas bergegas pergi dari ruangan Bryan sebelum dia juga ikut kesambet.
"Berangkat sekarang." Bryan segera beranjak dari duduknya dan berjalan keluar untuk segera kembali ke rumah sakit untuk menemui anaknya, Maura dan juga Ibu dari anaknya tentunya.
"Apa sebegitu rendahnya diriku sampai minuman yang begitu menyegarkan menyiram wajahku." Freya melihat pantulan wajahnya di cermin setelah tadi membersihkan diri juga berganti pakaian karena basah.
"Hanya karena aku memiliki anak diluar nikah membuat mereka memandang rendah diriku."
"Aku tidak salah disini. Tapi takdir yang membuatku seperti ini."
"Aku juga tidak menginginkan memiliki anak diluar nikah."
"Tapi aku juga tidak mungkin membunuh janin didalam rahimku saat itu."
"Aku sudah berdosa dan tidak mungkin aku membuat dosa lagi dengan membunuh Maura waktu itu."
Freya menatap wajahnya yang sudah basah karena air mata yang jatuh membasahi pipinya. Mata dan hidung memerah karena tangis yang sempat ditahannya akhirnya luruh juga.
"Maafkan Bunda, sayang. Maafkan Bunda." Freya bersandar di dinding kamar mandi, menengadahkan wajahnya dan menutup matanya.
Dia meningat dulu sempat pergi ke dukun untuk mengeluarkan janin di rahimnya karena tidak ingin mendapat gunjingan dan hinaan dari warga sekitar. Apalagi Ibunya saat itu sedang sakit.
"Maafkan Bunda, Maura." lirihnya dengan deraian air mata yang semakin deras membasahi pipinya.
"Maafkan Bunda. hik..hik..hik.." Freya menunduk dan menghapus air matanya kasar.
Dia mengambil air untuk membasuh wajahnya berulang kali supaya sembab di matanya berkurang juga supaya wajahnya kembali segar.
Freya segera keluar dari kamar mandi setelah dirasa dirinya sudah mulai tenang. Dia berjalan mendekat ke Maura yang masih terbaring lemah dalam kondisi belum sadar paska operasi.
"Sayangnya, Bunda." Freya mengusap lembut kepala Maura kemudian mencium kening putrinya.
"Bisakah kamu membuka mata kamu untuk Bunda, sayang?"
"Bunda rindu dengan mata biru kamu."
"Bunda juga rindu senyum manismu juga tawa ceriamu, sayang." Freya mencium tangan kanan Maura berkali-kali.
Freya tersentak saat tiba-tiba ada yang mengusap punggungnya perlahan.
"Bryan." lirihnya saat mendapati sosok laki-laki tinggi dan tampan juga berkarisma sebagai pelaku tindakan yang membuat Freya terkejut.
"Maura akan segera sadar. Bersabarlah." kata Bryan lirih memandang wajah putrinya yang masih terlihat pucat dengan mata terpejam.
Freya mengangguk, "Bukannya tadi anda bilang kalau ada banyak kerjaan." kata Freya setelah melihat Bryan duduk di sofa.
"Iya, tapi karena ada teman yang mau menjenguk Maura makanya saya sempatkan untuk kembali ke sini." ucap Bryan sambil memainkan handphonenya.
Freya hanya mengangguk. Dia tidak ingin tahu siapa teman yang Bryan maksud. Yang dia inginkan saat ini Maura sadar dan mau pergi bersama dengannya dan meninggalkan Bryan dan yang berhubungan dengan Bryan.
"Kemana kamu tadi?" tanya Bryan yang tiba-tiba sudah ada disamping Freya kembali.
"Gak kemana-mana. Bukannya anda tadi meminta saya untuk menjaga Maura untuk anda." ucap Freya tenang, padahal tadi dia sempat kaget saat Bryan menanyakan keberadaannya.
Gak mungkinkan Freya bilang kalau tadi dia ketemu sama Mama Lea juga Manda dan dirinya kembali dalam keadaan menyedihkan karena sempat disiram air sama Manda. Yang ada nanti Bryan marah sama Mama Lea dan Freya kembali dihujat lagi sama Mama Lea maupun Manda
"Kenapa dia gak mau jujur sih? Padahal kan aku sudah tahu semuanya tadi." kata Bryan dalam hati.
"Mama tadi gak kesini kan?" tanya Bryan yang masih ingin melihat kejujuran Freya.
"Iya, Nyonya Alea tadi kesini sebentar untuk melihat kondisi Maura." kata Freya jujur, karena tadi Mama Lea sempat menjenguk Maura sebentar sebelum mengajak Freya keluar.
"Kamu gak bertengkar sama Mama?"
"Memang aku anak kecil apa harus bertengkar dengan orang tua." sewot Freya saat mendapatkan pertanyaan dari Bryan.
Bryan tersenyum tipis dan mengacak gemas rambut Freya.
"Ihhh...Berantakan rambut aku jadinya." gerutu Freya dengan wajah cemberut sambil merapikan kembali rambutnya dengan jari tangannya.
"Pacaran terus!!!"
"Kalian sudah datang." sapa Bryan saat mendapati Bara datang bersama istrinya juga Alex yang datang bersama Mutia.
"Mutia kok bisa bareng sama Tuan Alex." pikir Freya.
"Duduklah." perentah Bryan untuk mereka duduk di sofa.
Mutia sendiri dia berjalan mendekat ke arah Freya yang duduk di sebelah brankar Maura.
"Kamu kok bisa sama Tuan Alex?" tanya Freya pelan.
"Tadi gak sengaja ketemu di Lobby rumah sakit, jadi bareng kesininya." Freya mengangguk sebagai jawabannya.
"Hai Frey...Aku prihatin ya atas musibah yang menimpa anak kamu." kata Shelin yang ikut bergabung dengan Freya dan Mutia.
Namun Mutia dapat melihat dari tatapan wajah wanita itu terlihat sinis dan dari nada perkataan wanita itu juga terdengar mengejek.
"Siapa dia sampai kenal sama Freya?" tanya Mutia dalam hati.
"Coba dulu aku gak meminta mu untuk menggantikan posisiku. Mungkin sekarang aku sudah menjadi milik Bryan Alvaro." kata Shelin memandang penuh minat pada Bryan yang duduk di sofa bersama para lelaki.
"Kalau anda mau, ambil saja Nona Shelin. Biar nanti anda dicap sebagai perusak hubungan persahabatan mereka."ucap Freya tenang.
"Apa dia yang dulu menjebak kamu?" bisik Mutia dan Freya hanya mengangguk.
"Aku gak perduli. Aku akan mengambil Bryan dari kamu dan akan ku jadikan dia milikku satu-satunya." kata Shelin dengan penuh percaya diri.
"Ambil saja Nona. Tuan Bryan bukan milik Freya kok." sahut Mutia.
"Jadi tak perlu merasa tersaingi." sambungnya.
"Siapa juga yang merasa tersaing dengan wanita murahan seperti dia." Shelin memandang rendah Freya.
Freya hanya tersenyum menanggapinya, dia malas menanggapi omongan orang yang tidak pernah merasa puas itu. Mungkin kalau disandingkan dengan Manda sangat cocok, pikir Freya.
"Nyonya Alea, bersiaplah anda akan memiliki menantu yang bisanya hanya memerintah dan menghabiskan uang anakmu saja." batin Freya begitu senang kalau memang itu terjadi.
Freya akan tertawa puas nantinya saat melihat Mama Lea yang merasa salah pilih menantu.