Nadira, gadis yang harus menerima perjodohan dari kedua orang tuanya. Ia harus menerima perjodohan ini, karena perjanjian kedua orang tuanya dulu sewaktu mereka masih sama sama duduk di bangku kuliah. Bagaimna nasib pernikahan tanpa cinta yang akan di jalani Nadira?? Apakah akan ada benih cinta hadir? Atau Nadira memilih mundur dari pernikahan karena perjodohan ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonny Afriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 32
Sejak kejadian itu, Nadira tak pernah banyak bertanya pada Alby. Walau begitu, Nadira tidak pernah sekali pun absen mengurusi Alby. Bahkan selalu menemaninya setiap kali terapi. Nadira selalu berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi Alby.
" Mau makan sekarang, Mas?"
Saat Nadira melihat Alby mendorong kursi rodanya sendiri, Alby hanya mengangguk, lalu Nadira membantu Alby mendorong kursi rodanya. Dan Nadira pun menyiapkan makanan untuk Alby. Alby menatap lekat wajah Nadira, wajahnya tampak tirus dan sedikit pucat.
"Dira, apa kamu sakit ?"
"Huh, Oh, enggak kok, Mas. Dira gak apa-apa."
Dira menjawab sambil terus menyiapkan nasi di piring Alby. Saat Dira meletakkan nasi di meja Alby, dengan cepat, Alby memegang tangan Dira, dan meminta Dira untuk duduk. Di perlakukan seperti itu, tentu saja membuat Dira menjadi gugup.
" Dira, Maafkan semua sikap kasar ku selama ini. Aku belum bisa menerima keadaan ini, Dira. Aku merasa sangat putus asa."
Alby menunduk sambil terus menggenggam tangan Dira. Dira memberanikan diri membalas genggaman tangan Alby. Seraya mencoba tersenyum.
" Dira paham, Mas. Ini semua berat untuk Mas lalui. Tapi pas harus yakin, bahwa Mas akan sehat."
Mendengar penuturan Nadira, Alby menegakkan kepalanya, ia menatap Nadira, melihat tatapan lembut dari Nadira, membuat hati Alby berdesir. Apalagi selama ini, Nadira mengurusinya tanpa mengeluh, saat ingin buang air pun, Nadira dengan telaten membantunya. Tak ada rasa jijik ataupun risih di matanya.
Alby tersenyum lembut ke Nadira. Begitu pun sebaliknya.
" Sekarang, Mas makan dulu, terus istirahat. "
Alby pun mengangguk,dan menyuapkan nasi berserta lauknya ke dalam mulut.
" Kamu tidak makan, Dira?"
" Dira, sudah makan Mas. "
Alby menatap Dira. Alby tahu, dialah yang meminta Dira untuk tidak makan bersama dengan dirinya. Dan ternyata Dira memenuhi keinginannya. Entah mengapa, ada rasa bersalah yang sangat besar menghimpit relung hatinya. Saat Dira selesai menuangkan air minum dan ingin beranjak, tangan Alby menahan langkahnya.
" Apa kamu keberatan, menemani Mas makan, Dira?"
Dengan senyum mengembang, Dira menemani Alby makan. Tak banyak bicara, Alby hanya makan dan sesekali melihat ke arah Dira.
"Semoga Mas Alby selamanya bersikap baik seperti ini, aku tak berharap lebih, dengan dirinya bersikap baik, sudah cukup bagiku." Batin Nadira.
Hari ini adalah jadwal Alby untuk terapi. Pagi-pagi sekali Nadira sudah bangun dan bersiap, menyiapkan makan pagi sebelum keduanya berangkat ke rumah sakit.
Nadira membantu Alby bersiap. Memakaikan sepatu lalu mendorong kursi rodanya menuju meja makan.
" Mas, sarapan dulu, ya?"
Alby mengangguk, dan mereka menyantap makan pagi itu bersama. Tak lama terdengar suara mobil memasuki pekarangan rumah. Nadira sudah tahu, itu adalah Mang Diman. Nadira membuka pintu, lalu mengajak Mang Diman untuk sarapan bersama.
" Mang, ayo sarapan dulu. "
" Terima kasih, Neng. Tapi Mamang sudah sarapan tadi. "
" Kalau begitu, Dira buatin kopi ya? Sebentar ya,Mang."
Mang Diman hanya mengangguk tanda hormat. Nadira pun berjalan ke dapur, tapi Alby masih saja memperhatikannya. Nadira membuatkan kopi untuk Mang Diman, dan membawakan setoples cemilan untuk menemani kopinya.
" Ni, Mang. Di minum dulu kopinya. Mas Alby masih sarapan."
" Haduh, terima kasih, Neng. Mang jadi sungkan. Soalnya si Neng baik banget sama Mang."
" Cuma secangkir kopi, Mang. Mujinya sampe segitunya."
Nadira tertawa lalu kembali ke meja makan. Namun dirinya heran, melihat nasi di piring Alby belum juga berkurang.
salam kenal yah 🙏 🌹