Kala Azure adalah seorang kapten agen rahasia legendaris yang ditakuti musuh dan dihormati.
Namun, karier cemerlangnya berakhir tragis, saat menjalankan operasi penting, ia dikhianati oleh orang terdekatnya dan terbunuh secara mengenaskan, membawa serta dendam yang membara.
Ajaibnya, Kala tiba-tiba terbangun dan mendapati jiwanya berada dalam tubuh Keira, seorang siswi SMA yang lemah dan merupakan korban bullying kronis di sekolahnya.
Berbekal keahlian agen rahasia yang tak tertandingi, Kala segera beradaptasi dengan identitas barunya. Ia mulai membersihkan lingkungan Keira, dengan cepat mengatasi para pembuli dan secara bertahap membasmi jaringan kriminal mafia yang ternyata menyusup dan beroperasi di sekolah-sekolah.
Namun, tujuan utamanya tetap pembalasan. Saat Kala menyelidiki kematiannya, ia menemukan kaitan yang mengejutkan, para pengkhianat yang membunuhnya ternyata merupakan bagian dari faksi penjahat yang selama ini menjadi target perburuannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman Yang Mencekam
Akhirnya kini tiba waktu untuk Farco dan teman-temannya di adili. Ruang sidang biasanya tenang kini dipenuhi isak tangis saat hakim mengetuk palu.
Farco, Lucas, dan Violeta hanya bisa tertunduk lesu di kursi pesakitan. Mereka yang biasanya tampak arogan itu kini tampak rapuh di hadapan hukum.
Hakim membacakan putusan berdasarkan bukti-bukti yang akurat. Ketiganya di nyatakan telah bersalah secara sah.
"Menimbang bahwa para terdakwa masih di bawah umur, maka sesuai dengan sistem peradilan pidana anak, pengadilan menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara. Dan karena mereka positif mengonsumsi narkoba maka, mereka juga wajib rehabilitasi medis dan sosial."
Mendengar sidang putusan itu keluarga Farco dan yang lain menangis histeris. Tak terima jika masa depan anak mereka harus hancur seperti ini. Sementara Farco, Lucas, dan Violeta hanya bisa tertunduk penuh penyesalan.
Sementara Kapten Victor juga berhasil meringkus bandar narkoba yang memasok ke mereka. Entah mengapa Victor merasa semua begitu mudah, namun ia juga harus mencari tahu siapa pengirim pesan anonim itu.
Kediaman Dorion.
Lampu neon di ruang kerja Dorion berkedip. Di balik meja sang kapten pasukan khusus itu duduk dengan napas yang memburu.Tangannya yang biasa stabil kini gemetar hebat saat menggenggam ponsel satelit di telinganya.
Suara di seberang telepon terdengar berat, terdistrosil oleh alat penyamar suara yang membuatnya seperti geraman mesin.
"Kau ceroboh, Dorion," desis suara itu. Dinginnya kata-kata itu seakan mampu membekukan udara di sekitar Dorion. "Victor baru saja meringkus tiga orang kepercayaanku di pelabuhan. Apa kerjamu, hah?! Aku memberimu pangkat kapten bukan untuk menjadi pecundang seperti ini. Aku tidak mau tahu, atasi dia. Jangan biarkan dia terus menggerogoti rencanaku untuk membuat kota ini bertekuk lutut di bawah kakiku."
"Ba ... baik. Aku akan lakukan sesuai perintah Anda," jawab Dorion. Suaranya pecah, sebuah pengkhianatan dari keberanian yang selama ini ia banggakan.
Dengusan kesal terdengar dari balik saluran telepon, menusuk telinga Dorion. "Dan satu lagi, CIP itu. Di mana barang itu? Kenapa sampai sekarang kau belum menemukannya? Jika perlu, habisi tua bangka itu! Aku tidak mau mendengar alasan lagi. Cepat temukan CIP itu!"
Klik.
Sambungan diputus sepihak. Dorion menyandarkan punggungnya ke kursi, membiarkan ponsel satelit itu tergeletak begitu saja di atas meja. Ia meraup wajahnya dengan kasar. Untuk sesaat, ia merasa baru saja lolos dari jeratan maut yang mencekik lehernya.
Ia tahu, sejak ia memilih untuk menukar integritasnya dengan janji kekuasaan, ia bukan lagi seorang kapten. Ia hanyalah pion di papan catur yang berbahaya. Keserakahan telah membuatnya buta, menuntunnya masuk ke dalam kegelapan di mana setiap langkah yang ia ambil kini diawasi oleh mata-mata tak terlihat. Ia telah memilih jalan yang salah, dan kini, jalan itu menuntut bayaran yang mungkin tak sanggup ia penuhi.
Sementara di tempat lain. Udara lembap di gang sempit itu terasa kian menyesakkan. Cahaya matahari yang mulai meredup hanya mampu menyelinap tipis di antara celah bangunan tua, menyinari Keira yang kini berdiri terpojok. Di depannya, Meilan bersama gerombolannya telah menutup jalan keluar.
Keira menghela napas panjang, menatap ujung sepatunya sejenak sebelum mendongak dengan tatapan tenang yang mengherankan. Tidak ada air mata, tidak ada permohonan ampun. Ia hanya menggeleng pelan.
"Gila sih. Mereka jauh lebih brutal dari orang-orang di sekolah lamaku," gumam Keira pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh desis angin di gang itu. "Bahkan mereka berani bermain terang-terangan kayak gini."
Meilan melangkah maju, memecah kesunyian dengan denting ujung tongkat besi yang ia seret di atas aspal. Ia berhenti tepat satu meter di depan Keira, lalu mengangkat tongkat itu, mengarahkannya tepat ke dagu gadis di hadapannya.
"Heh, anak baru!" desis Meilan. "Lo nggak akan lolos lagi kali ini. Jangan kira lo udah menang hanya karena Zero berdiri di depan lo tempo hari. Justru karena dia membelamu, keinginan gue buat menghabisi lo makin besar."
Keira tidak berkedip. Ia menatap lurus ke dalam bola mata Meilan yang berapi-api. "Cukup, Meilan. Aku ke sini bukan untuk mencari musuh. Aku cuma mau sekolah dengan tenang. Aku nggak peduli apa pun ambisi kalian, asal jangan ganggu hidupku."
Tawa Meilan pecah, sebuah suara melengking yang terdengar sumbang di gang sempit itu. Ia mendekatkan wajahnya, memangkas jarak hingga Keira bisa merasakan aura amarah yang meledak-ledak.
"Jangan sok suci! Lo sudah berani masuk ke dalam lingkaran Zero, dan itu artinya lo sudah menabuh genderang perang sama gue," cecar Meilan. "Di sini, apa yang gue mau, harus jadi milik gue. Dan pengganggu sepertimu ... harus disingkirkan."
Teman-teman Meilan mulai bergerak mengepung, mempersempit ruang gerak Keira. Bunyi kayu yang dipukulkan ke telapak tangan menjadi musik latar yang mencekam. Namun, di balik ketenangannya, jemari Keira mulai mengepal kuat, siap untuk kemungkinan terburuk.
wuuu bara api mulai menyala.. ayo, hab*skan dan hanc*rkan semua yang menyakiti..
btw gimana kabar sekolah lama keira thor, penasaran sama gebrakan keira membuka aib sekolah lamanya😂
apakah dia ketemuan sama pahlawan merah