Amirul, yang dikira anak kandung ternyata hanyalah anak angkat yang tak sengaja tertukar pada saat bayi.
Setelah mengetahui jika ia anak angkat, Amirul di perlakukan dengan kasar oleh ibu angkat dan saudaranya yang lain. Apa lagi semenjak kepulangan Aris ke rumah, barang yang dulunya miliknya yang di beli oleh ibunya kini di rampas dan di ambil kembali.
Jadilah ia tinggal di rumah sama seperti pembantu, dan itu telah berlalu 2 tahun lalu.
Hingga akhirnya, Aris melakukan kesalahan, karena takut di salahka oleh ibunya, ia pun memfitnah Amirul dan Amirul pun di usir dari rumah.
Kini Amirul terluntang lantung pergi entah kemana, tempat tinggal orang tuanya dulu pun tidak ada yang mengenalinya juga, ia pun singgah di sebuah bangunan terbengkalai.
Di sana ada sebuah biji yang jatuh entah dari mana, karena kasihan, Amirul pun menanam di sampingnya, ia merasa ia dan biji itu senasib, tak di inginkan.
Tapi siapa sangka jika pohon itu tumbuh dalam semalam, dan hidupnya berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon less22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32
...🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️🤾♀️...
...happy reading...
...⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️⛹️♀️...
Seorang pria berusia sekitar 50 tahun keluar dari pintu kayu yang bergesek, jasnya yang hitam sedikit kusam tapi tetap rapi.
Rambutnya yang sebagian putih menutupi alisnya yang masih tebal, dan senyumnya yang lembut terlihat di sudut mulut ketika matanya menangkap sosok seorang pemuda yang sedang berdiri terpesona di halaman depan.
Amirul, masih fokus memandang rumah itu, rumah yang dia lihat di iklan online tadi. Setiap detilnya terasa seperti memanggilnya: jendela-jendela yang bersih, atap yang tampak kokoh, dan taman kecil di samping yang meskipun kacau, punya potensi untuk menjadi indah. Dia terkejut ketika suara orang tua menyapa, membuatnya menoleh dengan cepat.
"Kamu yang ingin membeli rumahku ini?" tanya pria itu, langkahnya pelan menuju Amirul. Suaranya tenang, seolah sudah terbiasa menunggu orang yang ingin mengambil tempatnya.
"Ah, iya, Pak. Saya yang ingin membeli rumah ini," jawab Amirul dengan tersenyum, tangannya terulur untuk bersalaman. Tangan Pak tersebut besar dan hangat, jempolnya penuh guratan yang menceritakan kerja keras.
"Baiklah, ayo masuk dan lihat-lihat rumahnya. Biar kamu tahu apa yang akan kamu dapatkan," ajak Pak tersebut, memutar kunci pintu dan mendorongnya terbuka. Bau kayu kering dan bunga melati dari dalam menyebar, membuat Amirul merasa seolah masuk ke dalam masa lalu.
"Ah, iya, Pak," ucap Amirul sambil mengangguk, matanya sudah tak sabar melihat dalamnya.
Di luar, di tepi jalan, Joko sedang duduk di jok sepeda motornya. Dia menunduk melihat ponsel, menunggu Amirul selesai melihat rumah.
Amirul dan Bapak tersebut masuk ke dalam rumah. Mereka berjalan ke dalam rumah, melihat-lihat ruangan dan fasilitas yang ada di rumah tersebut.
"Rumah ini sudah lama, tapi masih terawat dengan baik," kata Bapak tersebut dengan bangga.
"Ya, Pak. Rumah ini sangat bagus dan besar," kata Amirul, melihat ke sekeliling.
Mereka berjalan ke ruang tamu, dapur, dan kamar-kamar. Amirul sangat puas dengan apa yang ia lihat.
"Bagaimana, kamu suka rumah ini?" tanya Bapak tersebut.
"Saya sangat suka, Pak. Saya ingin membelinya," kata Amirul dengan senyum.
Bapak tersebut tersenyum. "Baiklah, kita bisa membahas harga dan lain-lainnya di ruang tamu."
Amirul mengangguk dan mereka duduk di ruang tamu, siap untuk membahas detail pembelian rumah.
Amirul dan Bapak tersebut duduk di ruang tamu, siap untuk membahas detail pembelian rumah. Bang Joko masih menunggu di luar, menikmati udara segar dan mengamati lingkungan sekitar.
"Baiklah, kita bahas harga rumah ini," kata Bapak tersebut, membuka pembicaraan. "Saya jual rumah ini dengan harga 150 juta, seperti yang sudah kamu lihat di iklan."
Amirul mengangguk, "Sesuai dengan kesepakatan tadi di telpon, aku aku bayar separuh, dan sisanya akan saya bayar 1 minggu lagi," kata Amirul.
"Berapa uang yang kamu pu ya sekarang?" tanya bapak itu.
"70 juta," kata Amirul.
Bapak itu sedikit terkejut. Pemuda seusia Amirul memiliki uang sebanyak itu, apakah dia dari keluarga kaya?
Bapak tersebut tersenyum. "Baiklah, kalau begitu kita buat perjanjian jual beli. Saya akan siapkan dokumen-dokumen yang diperlukan."
Amirul mengangguk, merasa senang karena proses pembelian rumahnya berjalan lancar. "Terima kasih, Pak. Saya sangat berterima kasih."
Bapak tersebut berdiri dan menuju ke ruangan lain, untuk mengambil dokumen-dokumen yang diperlukan. Amirul menunggu di ruang tamu, merasa gembira karena sebentar lagi ia akan memiliki rumah sendiri.
Setelah beberapa menit, Bapak tersebut kembali dengan dokumen-dokumen yang diperlukan. "Baiklah, ini dokumen-dokumennya. Kamu bisa periksa dulu, jika sudah setuju, kita tanda tangan."
Amirul mengambil dokumen-dokumen tersebut dan membacanya dengan teliti. Setelah yakin bahwa semuanya sudah benar, ia menandatangani dokumen-dokumen tersebut.
"Baiklah, sekarang rumah ini milikmu," kata Bapak tersebut, menyerahkan kunci rumah kepada Amirul.
Amirul tersenyum, merasa sangat bahagia. "Terima kasih, Pak. Saya sangat berterima kasih."
Bapak tersebut tersenyum dan mengangguk. "Sama-sama, semoga kamu bahagia di rumah baru ini."
Amirul keluar dari rumah, membawa kunci rumah yang baru saja ia beli. Bang Joko yang menunggu di luar, melihat ke arah Amirul dan tersenyum.
"Bagaimana? Sudah selesai?" tanya Bang Joko, ingin tahu hasilnya.
Amirul tersenyum, merasa sangat bahagia. "Sudah, Bang. Rumah ini sudah milikku."
Bang Joko tersenyum dan mengangguk. " Selamat! Semoga kamu bahagia di rumah baru ini."
"Baiklah, tolong antar aku ke rumah lama ku, aku ingin mengambil barang-barangku," kata Amirul.
...⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️⛹️♂️...
thanks teh 💪💪💪