Dokter Cantik milik tuan mafia...
Di tengah malam yang sunyi dan hujan yang tak henti mengguyur kota, Flo seorang dokter muda yang baru saja di pindah tugaskan dari rumah sakit besar ke klinik kecil pinggiran kota, tanpa sengaja menemukan seorang pria tergeletak di tepi jalan bersimbah darah namun masih bernapas.
Pria itu misterius tanpa identitas jelas, hanya mengenakan jaket kulit hitam yang robek di bagian bahu, dan luka tembak di sisi tubuhnya, masih berdarah. Dengan naluri seorang dokternya meronta, dan tak bisa tinggal diam.
Flo membawanya ke rumahnya karena saat itu klinik tempat ia bekerja sudah tutup.Flo pun menolongnya.
sepanjang malam, ia hanya bisa menahan napas di antara rasa takut dan tanggung jawab.
Namun, siapa sangka, pria itu bukan orang biasa. Namanya Gilhan Alfaro seorang mantan agen intel yang kini diburu oleh orang-orang dari masa lalunya.
Luka yang ia bawa bukan hanya di tubuhnya, tapi juga di hatinya yang penuh rahasia, dendam, dan kehilangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lili Syakura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 32 Pertemuan terakhir, di tempat yang sama...
Dengan bersamaan seseorang bersiul pendek, memberi isyarat. Dalam sepersekian detik, ratusan langkah mengisi lapangan Black Serpent menyerbu.
Peperangan meledak. Peluru melesat, lampu sorot berkedip liar.
Gilhan dan Flo bergerak seperti dua bayangan yang terlatih.
Gilhan menahan pintu masuk agar Dr. Laksmi aman, sementara Flo menembus barisan untuk menutup jalur serangan.
Tubuh manusia dan logam bergesekan, teriakan, dan dentuman semua terdengar seperti simfoni perang.
Di tengah kekacauan, Damar memisahkan diri, melesat menuju meja dimana kotak besi berada. Raze menutup jalur, memberi waktu.
Damar mengangkat pistol, menatap ke arah liontin yang tergantung di leher Gilhan "Serahkan,!" desisnya.
Gilhan berlari dengan kecepatan dan ketangkasan yang dulu diasah di medan operasi dan seketika menabrak Damar dalam benturan kasar.
Mereka bergulat, kedua orang yang pernah bersaudara kini saling bahu membahu di ujung pertempuran terakhir.
Tangan Gilhan mencari liontin, sementara Flo menahan gelombang musuh yang menyerbu dari belakang.
Tepat saat tangan Damar hampir meraih liontin, Dr. Laksmi menerobos kerumunan, mengangkat sebuah alat kecil — perangkat penghancur inti yang dirancang untuk memutus dan memusnahkan struktur chip tanpa menimbulkan ledakan elektromagnetik besar.
"Ini satu-satunya cara aman,!" teriaknya di atas amukan.
"Aku butuh waktu tiga menit!"tambah nya lagi...
Damar mengacungkan senjata ke arahnya. "Jangan bergerak!"
Waktu terasa melambat. Gilhan menatap Dr. Laksmi, dia melihat raut wajah ilmuwan itu lelah, menanggung dosa masa lalu. Dalam sorot matanya seolah berkata " percayakan semuanya padaku..."
Gilhan mengangguk singkat. Di matanya muncul keputusan bulat.
Ia mengangkat liontin, membuka penutup kecilnya chip terlihat seperti kilau logam kecil.
Satu langkah, dua langkah. Damar mencoba mencengkeram tangan Gilhan, namun Gilhan memanfaatkan momentumnya dia menendang meja, membuat kotak metal bergeser, dan dengan tenaga terakhirnya melempar liontin ke dalam perangkat Dr. Laksmi.
Ledakan kecil suara mekanis — lalu alat itu mengunci liontin. Dr. Laksmi segera mulai serangkaian protokol,kabel menyala, indikator berkedip.
Di luar, Damar mengamuk, menerjang ke arah mereka, tetapi Gilhan dan Flo berdiri melindungi sang ilmuwan.
Tiga menit itu terasa seperti seumur hidup.
Di luar, Black Serpent terus berusaha menembus.
Sementara di dalam, Dr. Laksmi menekan tombol terakhir.
Sebuah denyut elektromagnetik lembut menyapu perangkat,layar menunjukkan pemecahan struktur chip.
Ada gemeretak halus seolah logam kecil itu melepaskan napas terakhir.
Di saat yang sama, gelombang itu memantul sedikit ke arah Gilhan.
ia merasakan dorongan panas menembus dadanya, ada kilatan menyengat di kepalanya ,energi yang selama ini seakan 'terhubung' dengan dirinya.
Ia terhuyung, lututnya goyah.
Flo memeluknya, menahan tubuhnya agar tidak jatuh.
Damar berteriak, melompati tembok pertahanan, namun pasukan Gilhan sudah menutup jalur mundurnya beberapa anak buah Damar tertangkap.
Serangan mereda perlahan, ketika berita bahwa chip telah dihancurkan menyebar.
Raze menumpahkan amarahnya sebentar, namun Damar tak mau menyerah,ia melepaskan satu tembakan ke udara kemudian menenggelamkan dirinya dalam kegelapan, menghilang.
Black Serpent mundur, menyusun ulang rencana baru...
Di lapangan yang kini dipenuhi asap dan bau tembakan, Dr. Laksmi menutup panel terakhir. "Selesai," suaranya hampir berbisik.
"Tidak ada lagi RM-27."
Gilhan terkulai di bahu Flo Ia membuka mata perlahan,ada kelegaan besar dalam matanya, namun juga muram.
"Kita… berhasil," bisiknya. Flo menatapnya, air mata menetes di pipinya.
Mereka saling menatap dua orang yang telah melewati prahara demi satu malam tenang yang mungkin akhirnya akan datang.
Namun ada harga yang harus dibayar.
Gilhan merasakan sesuatu yang hilang, kilasan kenangan, getaran yang dulu datang bersamanya sebuah efek samping yang tak terduga.
Dr. Laksmi menatap wajah Gilhan sedih.
"Energi feedback kecil saja kita tak bisa prediksi efeknya.
Kau mungkin butuh waktu untuk pulih."ujar sang ilmuwan.
Gilhan mengangguk, dan mengucapkan terima kasih kepada Dr. Laksmi.
Beberapa saat kemudian dokter Laksmi pun pergi bersama dengan orang-orangnya meninggalkan Gilhan dan Flo yang masih berdiri terpaku merasa tak percaya kalau semuanya benar-benar telah berakhir..
Namun pertanyaannya...mungkinkah setelah itu semuanya akan berubah dan dunia menjadi aman...?
To be continue.....
