"Meski kau adalah satu-satunya lelaki di dunia ini, aku tetap tidak akan mau denganmu!" Britney menolak tegas cowok yang menyatakan cinta padanya.
Tapi bagaimana kalau di hari Britney mengatakan itu, terjadi invasi virus zombie? Seketika satu per satu manusia berubah menjadi zombie. Keadaan Zayden High School jadi kacau balau. Pertumpahan darah terjadi dimana-mana.
Untungnya Britney mampu bertahan hidup dengan bersembunyi. Setelah keadaan aman, dia mulai mencari teman. Dari semua orang, satu-satunya orang yang berhasil ditemukan Britney hanyalah Clay. Lelaki yang sudah dirinya tolak cintanya.
Bagaimana perjalanan survival Britney dan Clay di hari kiamat? Apakah ada orang lain yang masih hidup selain mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter ³¹ - couple months
Hari-hari berikutnya setelah hilangnya Jennifer terasa seperti berjalan di atas permukaan kaca yang rapuh. Setiap suara kecil membuat Clay menoleh. Setiap bayangan membuat Britney menggenggam lengannya. Namun perlahan, pencarian yang tak membuahkan apa-apa membuat mereka harus menerima fakta pahit: Jennifer benar-benar lenyap.
Tidak ada jejak baru. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Tidak ada kabar, tidak ada tubuh, tidak ada bekas perlawanan. Seolah ia ditelan bumi.
Minggu berubah menjadi bulan. Kabut di sekitar kota mulai menipis seiring musim berganti. Sekarang dunia lebih sering tampak seperti reruntuhan yang terpapar matahari pucat. Clay dan Britney telah menetap di mansion itu, menjadikannya rumah sementara.
Britney kini sering duduk di dekat jendela besar, memandangi pekarangan luas yang ditumbuhi ilalang. Perutnya semakin membesar, membuat Clay semakin protektif dari hari ke hari.
Suatu pagi, Clay bangun lebih awal dari biasanya. Ia memeriksa jendela, memastikan pagar darurat masih utuh, lalu masuk ke ruang tengah. Britney duduk di sofa dengan tangan memegangi punggungnya.
“Aduh… kayaknya si kecil ini hobi nendang pagi-pagi,” keluh Britney sambil meringis, tetapi wajahnya berseri-seri.
Clay tersenyum samar, langsung mendekatinya. Ia menempelkan telinganya ke perut Britney.
“Hei, jangan bikin mamamu susah ya,” katanya lembut.
Britney tertawa kecil. “Dia anakmu, Clay. Kamu juga suka bikin ribut.”
“Benar juga…” Clay mengangguk pelan. “Berarti aku harus siap diganggu tiap jam.”
Mereka tertawa bersama, suara hangat yang tidak pernah gagal membuat ruangan yang sepi itu terasa hidup.
Namun pada saat-saat sunyi, Clay masih sesekali terpaku menatap sudut-sudut gelap mansion, seolah mengharapkan Jennifer muncul. Dan Britney, meski berusaha ceria, kadang terbangun malam-malam dengan mimpi buruk tentang mata hitam Jennifer yang menatapnya sebelum menghilang.
Tapi hidup harus berjalan. Dalam beberapa bulan itu, Clay memaksakan diri untuk mencari lebih jauh, namun tidak lagi dengan terburu-buru. Sekarang ia memiliki prioritas lain, memastikan Britney dan bayinya selamat. Dia mengumpulkan buku-buku tentang persalinan dan kehamilan dari perpustakaan dan rumah sakit terdekat. Ia membaca sampai larut malam, mencoret catatan, menghafal langkah pertolongan dasar.
Suatu malam, Britney menemukan Clay duduk sambil memegang buku “Pertolongan Pertama untuk Persalinan Darurat.”
“Clay, kamu serius banget,” ucapnya sambil tersenyum menghampirinya.
Clay menutup bukunya. “Aku harus, Brit. Kita tidak punya dokter. Kita tidak tahu kapan kamu melahirkan. Aku harus siap.”
Britney memegang pipinya, tatapannya melembut. “Kamu akan jadi ayah yang hebat.”
Clay hampir menjawab, namun sesuatu di luar menarik perhatian Britney.
“Clay… apa itu toko berlian?” tanyanya, menunjuk bangunan yang terlihat dari jendela lantai dua, agak jauh di ujung jalan.
Clay mengikuti arah jarinya. Toko itu tampak gelap tapi utuh. Papan namanya masih bisa terbaca, BrightStar Jewelry.
Clay menarik napas. “Hm… sepertinya itu toko perhiasan.”
Britney tersenyum. “Romantis banget kalau tempat kayak gitu masih bertahan di dunia kiamat.”
Clay hanya menatapnya sejenak, lalu mengalihkan pandangan. Tapi sebuah ide kecil mulai tumbuh diam-diam dalam pikirannya.
Keesokan harinya, Clay mengatakan ia ingin mencari obat dan peralatan tambahan sebelum persalinan. Britney mencium pipinya dan mengingatkannya untuk hati-hati.
Clay membawa pedang anggarnya dan tas ransel. Dia berjalan menembus jalanan yang lebih sepi daripada biasanya. Zombie-zombie tidak lagi berkeliaran sebanyak bulan lalu. Entah karena musim, atau karena banyak dari mereka akhirnya membusuk sampai tidak bisa bergerak. Dia melewati apotek, mengambil beberapa perban dan botol air, lalu tanpa sadar kakinya membawanya ke arah toko perhiasan itu.
Bangunan itu masih kukuh, kaca depan retak tapi tidak pecah sepenuhnya. Clay mendorong pintu, dan lonceng kecil yang tergantung di ambang berbunyi lirih, suara yang sudah terlalu lama hilang dari dunia ini.
Clay berhenti. Rasanya hampir seperti memasuki masa lalu. Toko itu berdebu, tapi tertata. Cermin-cermin besar di lantai memantulkan bayangan dirinya yang kurus dan lelah. Rak-rak kaca penuh dengan cincin, gelang, dan kalung yang dijadikan lambang cinta pada masa ketika dunia masih normal.
Clay berjalan perlahan, seperti takut menghancurkan kenangan yang tersimpan di ruangan itu. Lalu dia melihatnya.
Sepasang cincin sederhana dalam kotak biru, sedikit berdebu tapi masih bersinar. Tidak terlalu mencolok. Tidak terlalu mahal. Namun indah.
Clay membuka kotaknya dengan hati-hati. Ia menatap kedua cincin itu diam-diam, seolah sedang memutuskan sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar mengambil perhiasan.
“Aku dan dia… hidup bersama di dunia yang sudah mati. Tapi… bukan berarti kita tidak berhak punya sesuatu yang berarti.”
Ia menutup kotak itu, memasukkannya ke dalam saku dalam jaketnya. Di belakangnya, sesuatu bergerak pelan. Clay memutar tubuh cepat, pedang anggar terangkat. Namun yang tampak hanya boneka etalase jatuh karena papan kayu yang lapuk.
Clay mengembuskan napas lega. “Hampir saja.”
Dia memeriksa seluruh toko, memastikan tidak ada zombie. Setelah yakin aman, ia kembali ke pintu depan dan melangkah keluar. Namun sebelum pergi, ia menatap toko itu sekali lagi.
“Aku nggak punya meja altar atau pendeta… tapi cincin ini cukup. Dia layak mendapatkannya.”
Dan ia berjalan pulang. Saat Clay kembali ke mansion, Britney sedang duduk di halaman depan yang sudah mereka bersihkan beberapa bulan lalu. Ia memegang buku kehamilan yang diambil Clay dari rumah sakit.
“Ada yang kamu temukan?” tanya Britney sambil tersenyum.
“Lumayan,” jawab Clay.
Britney melihat wajahnya. “Kamu kelihatan lega. Bahkan… bahagia.”
Clay tersenyum kecil. “Mungkin. Kita bakal punya masa depan, Brit. Dan aku ingin kita siap.”
Britney menyentuh perutnya. Senyum lembut muncul di sudut bibirnya. “Aku juga ingin itu.”
Clay mendekatinya, duduk bersandar pada kursi panjang. Dalam diam yang hangat itu, Clay meraba saku jaketnya, merasakan kotak cincin itu. Lalu dia berikan kotak cincin itu pada Britney.
semoga ada seoasen ke 2 nya 🥳
🎉🥰💖🤩🎊
Apa yg akan terjadi dengan Joy, mungkinkah berubah jadi zombie...🤔
Akan tetapi seharusnya Joy juga kebal seperti Britney.