NovelToon NovelToon
Rahasia Di Balik Cinta Terlarang

Rahasia Di Balik Cinta Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Duniahiburan / Rumahhantu / Mafia / Cintapertama / Berondong
Popularitas:875
Nilai: 5
Nama Author: Ulina Simanullang

Di Universitas Harapan Bangsa, cinta tumbuh di antara dua insan dari dunia yang berbeda. Stefanus, pemuda cerdas yang hidup serba kekurangan, menempuh pendidikan berkat beasiswa.Di sisi lain, ada Stefany, gadis cantik dan pintar, putri tunggal Pak Arman, seorang pengusaha kaya yang ternyata menyimpan rahasia kelam Ia adalah bos mafia kejam.Pertemuan sederhana di kampus membawa Stefanus dan Stefany pada perasaan yang tak bisa mereka tolak. Namun, cinta mereka terhalang restu keluarga. Pak Arman menentang hubungan itu, bukan hanya karena perbedaan status sosial,hingga suatu malam, takdir membawa malapetaka. Stefanus tanpa sengaja menyaksikan sendiri aksi brutal Pak Arman dan komplotannya membunuh seorang pengkhianat mafia. Rahasia berdarah itu membuat Stefanus menjadi target pembunuhan.Akhirnya Stefanus meninggal ditangan pak Arman.stelah meninggalnya Stefanus,Stefany bertemu dengan Ceo yang mirip dengan Stefanus namanya Julian.Apakah Julian itu adalah Stefanus?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ulina Simanullang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25: Malam setelah rapat

Villa pribadi Pak Arman di pinggir kota itu tampak sunyi. Lampu-lampu taman menyala remang, suara jangkrik sesekali terdengar dari kejauhan. Di ruang tamu, hanya ada sisa kopi di meja kaca, menandakan tuannya baru saja pulang dari urusan besar.

Pak Arman berjalan perlahan memasuki ruang kerjanya. Jas hitam yang tadi ia kenakan di rapat sudah dilepas, digantung di kursi. Wajahnya tetap dingin, tapi matanya menyimpan sesuatu yang tak ditunjukkannya pada siapa pun kemarahan yang menunggu saat untuk dilepaskan.

Ia duduk di kursi kulit hitam di balik meja kayu besar. Di hadapannya ada berkas-berkas bisnis, peta jalur pelabuhan, dan foto beberapa orang penting termasuk Surya.

“Boris,” panggilnya pelan.

Dari pintu, Boris masuk dengan langkah tenang. Pria bertubuh tinggi dengan wajah keras itu menutup pintu di belakangnya. Malam ini hanya mereka berdua di ruangan itu.

“Duduk,” kata Pak Arman tanpa menatap Boris.

Boris duduk di kursi depan meja. Tangannya diletakkan di lutut, posturnya tegap seperti prajurit siap menerima perintah.

“Bagaimana menurutmu tentang Surya?” suara Pak Arman pelan, tapi ada ketajaman di baliknya.

Boris berpikir sebentar. “Dia sudah terlalu berani, Pak. Mengancam jalur pelabuhan di depan Anda… itu bukan hanya soal uang. Itu soal kuasa.”

Pak Arman akhirnya menatap Boris. “Dan orang yang berani menyentuh kuasa… harus siap kehilangan nyawanya.”

Boris mengangguk pelan.

“Dia menyebut pihak ketiga,” lanjut Pak Arman. “Menurutmu siapa mereka?”

Boris menghela napas pendek. “Saya punya dugaan… mungkin Silver Claw. Mereka sudah lama mengincar jalur timur. Kalau Surya benar-benar bekerja sama dengan mereka, ini bisa jadi perang besar.”

Pak Arman mengetuk jarinya di meja, tatapannya kosong menembus kaca jendela di belakang Boris.

“Kita tidak bisa gegabah,” katanya akhirnya. “Kalau perang pecah, polisi akan ikut campur. Dan itu buruk untuk bisnis.”

Boris tahu Pak Arman benar. Perang geng tidak pernah benar-benar menguntungkan siapa pun. Hanya memakan waktu, uang, dan nyawa.

Boris mencondongkan tubuh sedikit. “Pak, kita bisa pasang orang di sekitar Surya. Cari tahu siapa saja yang dia temui, siapa yang dia bayar. Kita potong sayapnya sebelum dia sempat terbang.”

Pak Arman tersenyum tipis, tapi senyum itu dingin. “Kau masih sama seperti dulu, Boris. Cepat, bersih, tanpa suara.”

Boris tidak menjawab. Ia tahu itu semacam pujian.

“Mulai besok,” lanjut Pak Arman, “kirim dua orangmu yang paling bisa dipercaya. Jangan pakai orang luar. Aku tidak mau ada kebocoran.”

“Siap, Pak.”

Pak Arman menyandarkan punggungnya. “Kalau benar Silver Claw terlibat, kita butuh bukti. Kita serang mereka hanya kalau ada alasan yang jelas. Aku tidak mau terlihat memulai perang.”

Boris mengangguk. “Saya akan pastikan semua berjalan diam-diam.”

Sesaat, ruangan itu hening.

Pak Arman mengambil foto kecil di laci meja. Foto Stefany. Putrinya yang kini berada jauh di Jerman, melanjutkan kuliah.

“Stefany tidak boleh tahu apa-apa tentang ini,” katanya pelan, lebih seperti bicara pada dirinya sendiri. “Dia pikir aku hanya pengusaha biasa. Biarlah dia pikir begitu.”

Boris diam saja. Ia tahu urusan keluarga bukan wilayahnya. Tapi ia juga tahu Pak Arman menyimpan luka di balik wajah dinginnya luka yang mungkin ada hubungannya dengan kematian Stefanus dulu.

Foto itu diletakkan kembali di laci, tertutup tumpukan berkas bisnis. Seolah dunia keluarga dan dunia mafia harus selalu dipisahkan dengan garis tebal.

“Boris,” kata Pak Arman akhirnya, “kalau Surya benar-benar berkhianat… aku ingin dia hilang. Tapi bukan sekarang. Kita tunggu dia melakukan kesalahan pertama. Satu langkah salah… baru kita hancurkan dia.”

Boris menatap Pak Arman lekat-lekat. “Saya mengerti, Pak. Kita tunggu momen yang tepat.”

“Dan kalau Silver Claw ikut campur,” suara Pak Arman menurun jadi dingin seperti es, “kita tidak akan memberi mereka kesempatan kedua.”

Boris mengangguk lagi. “Saya akan siapkan semua kemungkinan.”

Pak Arman bersandar di kursinya, menarik napas panjang. “Besok kita mulai gerakan kecil. Aku ingin semua pergerakan Surya di bawah mata kita. Satu langkah pun tidak boleh lepas.”

“Baik, Pak.”

Jam dinding menunjukkan lewat tengah malam. Di luar, suara jangkrik masih terdengar.

Pak Arman berdiri, menatap keluar jendela ke arah kebun villa yang sunyi. “Dunia ini… tidak pernah memberi ruang bagi orang yang ragu, Boris. Kita hidup atau kita hancur.”

Boris berdiri juga. “Kita akan tetap hidup, Pak. Selama Anda di puncak, tidak ada yang bisa menjatuhkan kita.”

Pak Arman menoleh sebentar, lalu tersenyum tipis. “Kita lihat saja nanti.”

Pertemuan malam itu berakhir tanpa banyak kata lagi. Tapi mereka berdua tahu, badai sedang terbentuk. Dan begitu meledak, tidak ada jalan kembali.

Malam itu lereng bukit terasa dingin. Angin bertiup membawa aroma tanah basah dari pepohonan di sekitarnya. Di puncak bukit berdiri villa pribadi Pak Arman bangunan megah dengan arsitektur modern, dinding batu alam, dan kaca-kaca besar yang memantulkan cahaya lampu temaram dari dalam.

Bagi orang luar, villa itu mungkin tampak seperti rumah seorang pengusaha sukses. Tapi bagi orang-orang di dunia bawah tanah, semua tahu bahwa di balik tembok megah itu bersemayam salah satu penguasa jalur pelabuhan terbesar di negeri ini Arman, pria yang namanya membuat banyak orang segan, bahkan takut.

Di ruang utama villa, suasana malam itu jauh dari santai. Meja panjang dari kayu hitam membentang di tengah ruangan. Di atasnya hanya ada asbak berisi beberapa puntung cerutu, botol minuman mahal, dan beberapa map hitam tebal.

Boris berdiri di pojok ruangan, tubuhnya tegap, wajahnya keras tanpa ekspresi. Pria itu dikenal sebagai tangan kanan Pak Arman yang paling mematikan. Ia jarang bicara, tapi sekali bicara, selalu membawa keputusan penting kadang juga kematian.

Pak Arman duduk di kursi utama di ujung meja. Jas hitamnya rapi, rambutnya yang mulai memutih disisir ke belakang. Meski usianya sudah di atas lima puluh, tubuhnya masih tegap dan sorot matanya setajam pisau.

“Surya sudah dihubungi?” suara Pak Arman terdengar rendah namun penuh wibawa.

“Sebentar lagi dia datang, Pak,” jawab Boris dengan nada datar.

Pak Arman mengangguk pelan. Ia menyandarkan punggungnya di kursi, jari-jarinya mengetuk meja perlahan kebiasaannya ketika sedang memikirkan sesuatu yang berat. Malam itu bukan rapat biasa. Malam itu akan menentukan siapa kawan, siapa lawan.

Beberapa anak buah berjaga di pintu. Mereka membawa senjata, tapi wajah mereka datar, profesional. Di villa ini, mereka tahu urusannya bisa berubah jadi berdarah kapan saja.

Pintu besar berderit pelan. Surya masuk dengan setelan jas biru gelap, wajahnya tenang tapi langkahnya sedikit kaku. Ia membawa map hitam di tangan kanan, berusaha terlihat percaya diri.

“Selamat malam, Pak Arman,” ucap Surya, suaranya terdengar datar namun ada sedikit ketegangan di ujungnya.

Pak Arman hanya mengangguk. “Duduk. Kita punya banyak hal untuk dibicarakan malam ini.”

Surya menarik kursi di ujung meja. Setelah duduk, ia langsung membuka mapnya, mengeluarkan beberapa lembar laporan.

“Semua jalur pelabuhan berjalan lancar, Pak,” katanya, mencoba terdengar meyakinkan. “Tapi… ada tawaran kerja sama dari pihak luar. Organisasi baru. Mereka menyebut diri mereka Silver Claw.”

Pak Arman menaikkan alisnya sedikit. “Silver Claw?”

“Mereka menawarkan modal besar, jaringan internasional,” Surya melanjutkan. “Kalau kita izinkan mereka mengelola sebagian jalur pelabuhan timur, keuntungan kita bisa berlipat. Mereka punya koneksi luar negeri. Kita tidak bisa menutup mata terhadap peluang ini, Pak.”

Hening sesaat.

Pak Arman menatapnya lama. “Kerja sama, atau kau sudah menjual jalur kita ke mereka?”

Surya menggeleng cepat. “Tidak, Pak. Ini murni bisnis. Mereka butuh kita, kita bisa butuh mereka. Dunia berubah, Pak. Kita perlu sekutu baru.”

1
Ida Bolon Ida Borsimbolon
mantap,Tetap semangat berkarya💪☺️
argen tambunan
istriku jenius bgt lah♥️♥️
argen tambunan
mantap
Risno Simanullang
mkasi kk
Aiko
Gila keren!
Lourdes zabala
Ngangenin ceritanya!
Risno Simanullang: mkasi kk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!