“Jangan sok suci, Kayuna! Kalau bukan aku yang menikahimu, kau hanya akan menjadi gadis murahan yang berkeliling menjual diri!”
Demi melunasi hutang ayahnya, Kayuna terpaksa menikah dengan Niko — CEO kejam nan tempramental. Ia kerap menerima hinaan dan siksaan fisik dari suaminya.
Setelah kehilangan bayinya dan mengetahui Niko bermain belakang dengan wanita lain. Tak hanya depresi, hidup Kayuna pun hancur sepenuhnya.
Namun, di titik terendahnya, muncul Shadow Cure — geng misterius yang membantunya bangkit. Dari gadis lemah, Kayuna berubah menjadi sosok yang siap membalas dendam terhadap orang-orang yang menghancurkannya.
Akankah Kayuna mampu menuntaskan dendamnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SooYuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 22
Di dalam clubbing malam, Kayuna terus merapatkan topi dan maskernya, berusaha menutupi wajahnya.
Dia mengikuti Niko hingga berakhir masuk ke dalam club tersebut. Matanya tampak gelisah, berulang kali menatap ke arah lantai dua — ruang VIP, tempat suaminya berjanji temu dengan wanita simpanannya.
“Sial, kenapa Kevin terus menatap ke arahku? Dia tahu ini aku?” gumamnya pelan saat melihat asisten Niko tampak menelisik curiga dari lantai dua.
Mata elang Kevin terus menyipit ke arah wanita yang duduk di depan meja bar tersebut. “Penampilannya aneh, gerak-geriknya seperti gelisah, mencurigakan. Siapa dia?” bisiknya sambil memegang railing lantai atas.
Kayuna cukup gegabah dan tak berpikir matang saat memata-matai suaminya, penampilannya yang mencolok dan mencurigakan cukup membuatnya menjadi pusat perhatian.
Dia memakai jaket bertudung dan topi, lalu wajahnya dibalut masker — persis seperti teroris. “Penampilanku … mana aku tau kalau Niko akan bertemu wanita itu di clubbing, kupikir dia akan ke apartemen atau hotel, makanya aku hanya memakai pakaian yang simple,” ujarnya setelah memperhatikan bajunya, membandingkan dengan penampilan orang-orang di sekitarnya.
Netra beningnya langsung membulat saat ia mendongak ke arah lantai dua. “Di mana Kevin? Cepet banget ngilangnya.”
Kayuna lalu beranjak dari kursinya. Melangkah menaiki tangga, ia menyusuri koridor menuju ruang VIP.
Sementara itu, Kevin membuka kasar pintu. Ia melebarkan mata kala melihat bosnya yang bertelanjang dada — tengah melumat brutal bibir wanita yang dikenalnya. “Maaf, Pak.” Ia langsung berbalik badan, mengalihkan pandangan.
Niko dan Airin tampak gelagapan, pria beristri itupun langsung menyambar kemejanya yang tergeletak di lantai. “Kau ini!” bentaknya pada Kevin. “Nggak bisa ketuk pintu?!”
Kevin menelan ludah. “Maaf, Pak. Saya ingin menyampaikan sesuatu yang mendesak,” ujarnya.
“Apa itu?!” tanya Niko sembari merapatkan resleting celananya.
Sementara Airin masih sibuk membenahi pakaiannya yang berantakan. “Ganggu aja,” gerutunya geram.
“Sepertinya ada seseorang yang mengintai Anda, saya curiga dia … adalah istri Anda,” jelas Kevin yang masih berdiri membelakangi bosnya. Ia menghela napas pelan saat sekilas pandangannya menangkap Airin dari pantulan dinding kaca.
Rambutnya acak-acakan, lipstiknya belepotan sampai ke pipi. ‘Dasar gadis bodoh.’
“Benarkah? Kayuna … nggak mungkin,” ujar Niko lalu berdiri. Wajahnya setengah panik. “Airin, aku keluar dahulu menyiapkan mobil, kau menyusul setelahnya.”
Airin mengangguk sambil menutupi buah dadanya yang sudah terbuka, “Iya, Pak.”
“Kevin, periksa siapa wanita itu,” perintah Niko pada asistennya.
“Baik, Pak.” Kevin menunduk hormat.
Setelah Niko keluar, Kevin menoleh — menatap sinis Airin sambil berdecak pelan. “Ck.” Ia menyunggingkan bibirnya.
Airin menyadari itu. Matanya melotot pada Kevin yang baru saja menatap rendah dirinya. “Tatapan apa itu barusan? Pria itu ….” Airin semakin geram saat laki-laki itu menutup pintu dengan keras.
“Sialan! Lihat saja, kalau aku berhasil menjadi nyonya dan menikah dengan bosmu. Kau … orang pertama yang akan kusingkirkan,” desisnya tajam.
***
Di lorong clubbing yang remang. Kayuna masih melangkah dengan waspada, langkahnya mendadak terhenti kala netra beningnya menangkap bayangan tak asing di ujung koridor. “Kevin?!”
Ia segera berbalik arah, menghindari Kevin yang tampak berjalan mantap mengincar dirinya. “Aku beneran ketahuan?” gumamnya sambil tolah-toleh mencari tempat persembunyian.
Suasana menjadi menegang. Kayuna terus menggigit bibir bawahnya, kakinya gemetar — ketakutan, khawatir Kevin akan berhasil menangkap basah dirinya.
“Sial, dia semakin mendekat,” lirihnya sambil terus mempercepat langkah.
“Aakhh.” Tangan Kayuna ditarik paksa ke arah lorong sempit yang gelap. “Siapa, Kau—”
Mulut wanita itu langsung dibungkam pelan oleh seorang pria. “Ssttt.” Laki-laki itu menjatuhkan telunjuknya di atas bibir Kayuna. “Diam sebentar.”
Kayuna menahan napas, kelopak matanya terus mengerjap. Pria itu kemudian melepas jaketnya dan membungkus rapat tubuh Kayuna. Saat langkah Kevin mendekat, ia dengan sigap mendekap wanita muda itu.
Wajahnya semakin mendekat tepat di hadapan Kayuna.
“Kau—” Kayuna mendadak tercekat, suaranya tertahan di tenggorokan.
“Diamlah, sebentar saja,” bisik pria itu seraya menatap lekat Kayuna.
“Adrian ….” Kayuna lalu memejamkan mata, tak kuasa menatap bola mata jernih milik pria di hadapannya.
Adrian menatap wajah ayu Kayuna tanpa berkedip, memanfaatkan momen itu sepuasnya. Kapan lagi ia bisa sedekat ini dengan wanita yang terus mengganggu ketenangannya? Dalam cahaya temaram, kecantikan mantan kekasihnya terlihat jelas — cukup untuk kembali mengacaukan pikirannya.
“Di mana dia?” Suara Kevin terdengar samar. Dia tampak kelimpungan menelusuri setiap sudut lorong.
Mendengar itu. Kayuna semakin merapatkan tubuhnya di dalam dekapan Adrian. “Lindungi aku ….” lirihnya.
Adrian memiringkan sudut bibirnya, senyum singkat terulas di wajahnya. Dengan senang hati ia segera memeluk erat Kayuna hingga tubuh mungil wanita itu nyaris tenggelam dalam dekapannya.
Kevin menatap lorong kecil yang gelap. Mata elangnya menajam — menangkap dua sejoli yang terlihat seperti sedang bercumbu dari sisi pandangnya. “Ck, dasar manusia-manusia mesum,” cetusnya lalu melanjutkan langkahnya.
Setelah beberapa saat, suara Kevin sudah tak terdengar lagi. “Dia sudah pergi?” bisik Kayuna pada Adrian.
“Masih ada,” tipu Adrian, akal-akalannya agar bisa lebih lama bersama Kayuna.
Kayuna mengintip sedikit dari celah dekapan Adrian. “Kamu bohong. Udah nggak ada orang juga,” ucapnya seraya mendorong paksa pria di hadapannya. “Curi-curi kesempatan aja!”
Adrian menyeringai. “Curi-curi kesempatan?” Ia mengangkat tinggi alisnya. “Wah … ini caramu berterima kasih? Aku baru saja menyelamatkanmu,” protesnya.
Kayuna menelan ludah. Memang benar, apa jadinya kalau Adrian tak muncul tepat waktu, dia pasti sudah diseret paksa oleh Kevin asisten suaminya. Lalu ia melangkah mendekat — menyodorkan jaket ke Adrian. “Makasih.”
“Kali ini … siapa pria itu? Kenapa mengejarmu?” tanya Adrian sambil meraih jaketnya.
Kayuna mengerjap cepat, sorot matanya bergetar gelisah. “Bukan urusanmu.” Ia menjawab dengan lirih. “Aku pergi dulu.”
Tak mau terlibat lebih jauh dengan Adrian, perempuan itu memilih bungkam dan menghindar.
Adrian menahan pergelangan tangan Kayuna dengan erat. “Kayuna …,” ucapnya lirih tapi menekan. “Ikut aku.”
“Adrian—”
Adrian menarik paksa tapi tak kasar, ia membawa Kayuna keluar dari gedung itu. Sementara Kayuna terus meronta berusaha menolak Adrian.
“Lepas!” Kayuna menepis kasar tangan Adrian.
“Kayuna —”
“Kenapa kau terus muncul di sekitarku?” Kayuna menatap nanar Adrian. “Adrian … aku sudah pernah bilang, jangan pedulikan aku.” Setiap katanya terdengar penuh penekanan.
Adrian diam sejenak seolah berpikir dalam. “Bagaimana bisa aku mengabaikanmu, setelah mengetahui penderitaanmu. Kayuna … aku —”
“Bukankah selama ini kamu juga baik-baik saja dan mengabaikanku?” potong Kayuna cepat. “Kenapa tiba-tiba muncul dan sok peduli?!”
“Sok peduli?” Adrian mengangkat sudut bibirnya. Lalu mengalihkan wajah sebentar, tangannya menyibak kasar rambut di keningnya. “Bukankah itu keinginanmu? Dulu kamu yang memintaku untuk menjauhimu,” balasnya.
“Benar, itu benar. Memang keinginanku. Jadi turuti juga permintaanku kali ini, lakukan seperti sebelumnya, kamu sudah cukup mahir mengabaikan orang.” Kayuna menegaskan tiap bait ucapannya.
Adrian menghela napas berat, sorot matanya berkaca-kaca. “Aku melepasmu berharap hidupmu bisa jauh lebih baik, bukan untuk hidup seperti ini, Kayuna!” Adrian sedikit meninggikan suaranya. “Apa kau bahagia setelah mencampakkanku? Dan menikah dengan pria bejat seperti Niko?!”
“Kayuna, dahulu bahkan sampai sekarang aku masih belum mengerti alasanmu memutuskanku, aku masih belum terima soal itu.” Adrian menajamkan tatapannya, tapi masih bertutur lembut pada Kayuna. “Aku masih belum benar-benar rela melepasmu.”
“Tapi kau tetap pergi meninggalkanku,” sergah Kayuna, rahangnya menegang tiap kali menatap Adrian. “Sudahlah, bagaimanapun juga aku yang tetap salah di masa lalu.”
Kayuna lalu berbalik pergi.
“Kayuna ….”
“Jangan pedulikan aku!”
“Dengarkan aku!” Adrian berteriak sambil menahan bahu Kayuna. Perempuan itu hendak pergi, tapi langkahnya tersentak berhenti saat tatapan tajam Adrian mengurungnya, mencekal Kayuna agar tetap di tempat.
Kayuna membeku, wajahnya tampak getir, ia tak percaya Adrian yang dikenalnya lembut kini berteriak di hadapannya.
“Kayuna, m-maaf … aku terbawa emosi. Aku—” Adrian tertegun.
“Semua pria … sama saja.”
*
*
Bersambung.