Elara Calista seorang wanita cantik yang menjadi istri kedua dari Erlangga Lysander pria tampan yang begitu dicintainya. Sayang saja hubungan mereka tidak pernah mendapatkan restu. Membuat rumah tangga mereka sering di landa masalah. Yang dibuat oleh istri pertama Erlangga serta ibu mertuanya yang begitu tidak menyukainya.
Mereka melakukan berbagai cara untuk menghancurkan pernikahan nya. Hingga akhirnya pernikahan Elara dan Erlangga benar benar berada di ujung tanduk.
Apakah Elara harus bertahan atau memilih untuk menyerah?. Dan apakah Erlangga akan membiarkan Elara pergi dari kehidupannya?.
(Jangan lupa yaww bantu folow akun Ig @sya_gelow )
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syana Elvania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masalah
"Oh ya mas. Kamu kok bisa tahu aku disini?." Tanya Elara dengan penasaran. Jelas dirinya penasaran dari mana suaminya ini tahu lokasinya atau jangan jangan suaminya ini memasang alat pelacak?.
Erlangga tersenyum lembut. Menyingkirkan anak rambut istrinya kebelakang telinga. "Aku memasangkan alat pelacak di ponsel mu. Selama ponselmu aktif. Aku akan selalu tahu keberadaan mu sayang. Dan tolong jangan kabur kaburan ataupun menghindari ku. Saat kamu marah. Aku khawatir pada mu sayang." Pinta Erlangga dengan lembut. Sembari salah satu tangannya mengusap lembut perut buncit sang istri.
"Ya, salah kamu sendiri!. Aku juga kan pergi buat healing cari ketenangan biar bisa berpikir jernih. Dari pada dirumah mikirin kamu terus, bisa stress aku." Kesal Elara dengan cemberut. Tidak ingin disalahkan. Enak saja suaminya ini. Dipikir dirinya kabur kaburan seperti difilm film. Orang dirinya saja ingin mencari ketenangan agar bisa berpikir jernih dari masalah masalah di hidupnya ini.
"Maaf sayang. Aku hanya khawatir pada mu. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada mu." Pinta Erlangga merasa bersalah pada istrinya.
"Hm ya, gapapa. Aku juga khawatir sama kamu. Setiap aku hubungi pasti, sangat sulit dan aku sering mengira jika kamu sudah melupakan ku." cicit Elara. Memainkan jari jemari nya dengan resah.
Erlangga menggenggam jemari sang istri, menghentikan nya. "Aku tidak akan pernah melupakan mu sayang. Sejauh apapun aku pergi, aku akan selalu kembali pada mu."
Elara menatap suaminya merasa lega sekaligus senang akan perkataan suaminya. Dengan nyaman ia menyandarkan kepalanya bada dada bidang suaminya. "Iya... Yang terpenting sekarang kamu ada disini bersama ku." Ia pejam kan kedua matanya menikmati usapan lembut suaminya.
Drett... Dret...
Dering ponsel di saku Erlangga berdering. Sejenak mengalihkan mereka berdua dari momen intim mereka. Erlangga memilih tidak memperdulikan nya, menggerutu lantaran tidak men-silent ponselnya.
"Mas?. Kok ga diangkat?. Itu telfon terus loh. Siapa tahu penting?." Tanya Elara lantaran dering di ponsel suaminya tidak kunjung berhenti.
"Jangan pedulikan sayang. Biarkan saja aku sedang ingin menikmati waktu bersama mu."
Elara terdiam, sebelum akhirnya mengangguk pelan dengan senyum lembut. Ponsel suaminya akhirnya berhenti berdering malah gantian ponselnya yang terus menerus berdering. Ia menoleh menatap tasnya yang dimana ponsel nya berada.
"Sebentar mas. Siapa sih yang telfon malam malam." Gumam Elara lantaran dering ponsel nya tidak kunjung berhenti. Ia turun dari pangkuan suaminya. Mengambil ponselnya di dalam tas yang diletakkan di atas nakas. Elara terdiam sejenak. Mematung ditempat menatap layar ponsel yang masih terus berdering, dengan tegang.
"Hey sayang?. Siapa?. Kenapa kamu tegang?." Tanya Erlangga berdiri menghampiri Elara dengan penasaran akan siapa yang menelfon istri nya sampai membuat wanitanya tegang sendiri.
Elara menelan ludahnya, dengan susah payah. "Em... Mamah kamu, mas." Cicitnya menggigit bibir bawahnya dengan gugup. Menunggu jawaban dari suaminya.
Pria itu mengusap kasar wajahnya. Terlihat geram dengan ibunya yang selalu mengganggu waktunya saat bersama dengan Elara.
"Mas. Gimana ini?. Mamah kamu nelvon terus. Pasti mau bahas sesuatu yang penting." Cicit Elara.
"Hm.. angkat saja dan speaker biar aku bisa mendengar nya juga." Suruh Erlangga. Merangkul pinggang sang istri.
Elara mengangguk menggeser ikon berwarna hijau dan men-speaker panggilan telfonnya agar suaminya juga bisa mendengar nya. Elara dan juga Erlangga terdiam bingung ketika mendengar suara Lala dari sebrang telfon, bukan Mita.
"Kenapa lama sekali mengangkat nya?!. Dimana Erlangga?. Pasti dia bersama mu kan." Cecar Lala dengan marah sekaligus kesal.
Elara menatap suaminya yang menggeram menahan amarah. " iya dia ada bersama ku. Ada apa?."
"Berikan ponselnya pada Erlangga. Ada hal penting." Desak Lala dengan marah dan panik.
"Katakan." Jawab Erlangga dengan dingin. Mencoba menahan kekesalan nya pada Lala yang sudah tidak sopan terhadap Elara.
"Erlangga!. Ibu mu mengalami serangan jantung. Dia tidak mau dibawa kerumah sakit, jika bukan kamu yang membawanya. Aku serius Erlangga!."
Mendengar itu Erlangga terdiam dengan khawatir. Sekesal apapun Erlangga pada ibunya. Tetap saja Erlangga menyayangi ibunya. "Tunggu aku akan kesana."
"Oke, ku tunggu. Ku mohon cepat lah." Pinta Lala sebelum akhirnya mengakhiri panggilan telfonnya.
Erlangga menghela nafas berat. "Sayang maaf. Aku akan kembali nanti." Bisik Erlangga menggenggam jemari sang istri erat mencium punggung tangan nya dengan rasa bersalah. Lantaran harus mengingkari janjinya lagi.
Elara tersenyum tipis mengerti situasinya dan membiarkan suaminya untuk pergi dengan berat hati. Namun, Elara tidak ingin egois apalagi menyangkut nyawa seseorang. "Hati hati, mas." Teriak Elara dan sepertinya Erlangga tidak mendengarkannya. Suaminya itu terlalu terburu-buru pergi.
Elara menghela nafas kasar duduk di sisi ranjang. Entah itu hanya sebuah alasan yang dibuat buat atau memang benar adanya. Elara tidak tahu dan ini bukan hanya sekali dua kali tapi kesekian kalinya.
Elara tetap terjaga menunggu kabar dari suaminya. Ingin menelfon tapi takut mengganggu. "Huh... Kenapa sih harus seperti ini." Lirih elara kedua mata indah nya mengembung kembali dengan sedih.
"Tuhan... Kapan ini akan berakhir. Aku lelah." Batin Elara.
Elara terus menunggu suaminya, membuka ponselnya setiap beberapa menit berharap mendapatkan pesan masuk dari suaminya. Sayangnya apa yang ditunggu nya percuma.
Ia menggigit ujung ibu jarinya. Berjalan mondar-mandir dengan resah memikirkan suaminya. "Lebih baik aku pulang saja." Lirih Elara menghela nafas kasar. Memilih untuk kembali pulang saja supaya dirinya bisa mendapatkan setidaknya sedikit informasi tentang apa yang terjadi disana melalui pembantu dirumah nya yang terhubung dengan rumah utama. Dengan langkah cepat Elara keluar dari kamar hotelnya. Menghapus kasar sisa air matanya. Menunggu pihak valet mengambil mobilnya.
Elara memberikan sedikit tip kepada petugas valet sebagai tanda terimakasih dan masuk kedalam mobil, mengendarainya dengan kecepatan sedang.
Perjalanan lama Elara tempuh ditengah malam yang sunyi dan sepi. Jam juga sudah menunjukkan pukul 11 malam. Sebenarnya ada rasa khawatir dan takut. Apa lagi melihat jika dirinya lah satu satunya pengendara yang melewati jalanan ini. Jalanan yang sepi yang biasanya sangat rawan menjadi tempat pembegalan.
Ia tetap mencoba berpikir positif dan semuanya pasti akan baik-baik saja. Namun, sepertinya apa yang diharapkannya tidak sesuai harapannya. Lantaran ada satu mobil yang dari jauh semakin mendekat ke arah mobilnya. Ia melirik mobil itu melalui kaca spion mobilnya. Mulai takut melihat mobil sedan hitam yang begitu mencurigakan lantaran kaca mobil yang gelap. segera ia menambahkan kecepatan mobilnya takut jikalau itu benar benar begal. Apa tidak mampus dia.
"Aduh El bodoh banget sih kamu. Kenapa pakai lewat jalanan sepi ini." Gerutu elara panik melihat mobil itu semakin mendekat, melalui kaca spion mobilnya.