Asila Ayu Tahara. Perempuan yang tiba-tiba dituduh membunuh keluarganya, kata penyidik ini adalah perbuatan dendam ia sendiri karna sering di kucilkan oleh keluarganya . Apa benar? Ikut Hara mencari tahu siapa sih yang bunuh keluarga nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonjuwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berita
"Hanura! Dirga! Bangun!" teriak Sanura dari ruang makan
Pagi ini seperti biasa kegiatan ketiganya adalah sarapan bersama dengan beberapa sajian yang sudah Sanura masak, mereka membagi tugas rumah dengan rata ada Sanura yang selalu memasak, Hanura yang mengelola keuangan dan berbelanja, dan Dirga yang menjadi bagian kebersihan rumahnya.
Yang tadi dipanggil itu kini terduduk dengan wajah yang sama-sama khas bangun tidur, Hanura sudah membasuh wajahnya namun Dirga?
"Kamu cuci muka deh," ucap Sanura yang kini meletakan piring berisi roti sandwich di hadapan Dirga
"Nanti aja ah, abis makan." Dirga hendak mengambil sarapannya namun tiba-tiba piring itu di tarik kembali oleh Sanura
"C.U.C.I. M.U.K.A." ujar Sanura yang di iringi kekehan Hanura
Dirga yang sontak berdiri dan pergi ke toilet itu menyempatkan mencium pipi Sanura yang tengah merajuk. Membuat Hanura kini menutupi matanya karna merasa malu.
"Hari ini toko tutup dulu ya, Han." ujar Sanura
"Kenapa?"
"Papa sama Mama mau dateng, masalahnya gak tau jam berapa soalnya Dirga cuma dikasih tau hari ini aja."
Hanura menyuapkan sandwich ke mulutnya sambil mengangguk paham "Yaudah, paling aku bakal belanja soalnya isi kulkas kosong."
"Bertiga aja deh belanja nya, bosen di rumah." jawab Sanura
Dirga kembali dengan wajah yang lebih segar kali ini lalu menyantap sandwich dan segelas susu yang di hidangkan oleh kekasihnya.
Setelah rutinitas sarapan itu mereka kembali ke kamar masing-masing untuk bersiap ke supermarket membeli kebutuhan dirumah.
Seperti biasa Dirga adalah supir andalan mereka dan Hanura seperti anak kecil yang duduk di belakang bangku orang tuanya.
Hanura membuka handphonenya membuka pesan yang sedari tadi berisik memenuhi layar itu.
"Kamu tau Leo gak?" tanya Hanura tanpa menoleh ke arah depan kursinya
Sanura menoleh ke bangku belakang "Leo yang suka ajak kamu bareng kalo ke kampus?"
Hanura mengangguk "Berisik banget."
"Emang kenapa?" kali ini Dirga membalas
"Dia kemaren confes."
Sanura terbelalak lalu menoleh dan tersenyum bersama Dirga "Terima!"
Hanura diam saja sambil jemarinya mengambang diatas layar yang tak kunjung ia pencet
"Terima aja Han! Baik itu dia!" ujar Dirga tak kalah antusias
"Tau darimana dia baik?" tanya Hanura
"Yaaa, keliatan nya aja sih." Dirga menjawab santai yang berujung mendapatkan pukulan dari Sanura
"Kamu nih! Tapi Han, apa salah nya kamu coba. Ya, itung-itung buat lupain si itu."
Hanura kini mengangkat wajahnya "Aku baru pertama kali pacaran San, takut juga."
"Eh, tapi kamu suka ngga sama dia?" tanya Sanura penasaran
"Emm, suka sih."
"Tau, tau, pasti kamu suka karna dia baik kan. Bukan karna jatuh cinta beneran?"
Hanura terdiam dalam benaknya ia juga ingin melupakan soal Hakim yang sampai saat ini tak pernah lepas dari ingatannya, bahkan terkadang ia berharap ia akan bertemu lagi dengan Hakim meski dengan kondisinya yang berbeda saat ini.
Bahkan ia berjanji akan menjalani kisahnya dengan baik jika ia dibiarkan tuhan untuk bertemu Hakim lagi.
"Haruskah?" tanya Hanura
"HARUS!" jawab Sanura dan Dirga dengan kompak
Mereka sudah sampai basement supermarket lalu berjalan bersama sambil tertawa memasuki supermarket tersebut.
Dirga menjadi lelaki yang peka terhadap Sanura dan Hanura setiap saat, buktinya ia dengan gerakan refleks mengambil troli yang sudah di dorong Hanura saat sampai.
Ia akan dengan cekatan mengambil barang yang sekiranya terlalu tinggi dan terlalu berat agar kedua gadis itu tak repot mengambilnya.
"Karna Papa sama Mama kamu mau dateng, kita perlu beli perlengkapan mandi mereka juga gak?" tanya Hanura
"Nggak, nggak. Papa sama Mama pasti gak akan lama."
"Beli bahan masakan aja." lanjut Sanura
Hanura hanya mengangguk dan kembali meneliti catatannya agar tak ada yang tertinggal.
Dirga yang mengikuti di belakang langkah keduanya itu selalu ikut tersenyum kala keduanya bercanda sederhana yang menimbulkan tawa nyaring disana.
Seolah lupa oleh bayang-bayang kasusnya dua tahun silam, mereka kini menjalani hidup dengan damai.
"Udah ayo, bayar." ujar Hanura
Mereka mengikuti Dirga yang mendorong troli itu ke arah kasir lalu Hanura yang menjadi bendahara itu kini mengeluarkan kartu debitnya untuk membayar.
"Mau sekalian makan?" tanya Hanura
"Balik aja, si bos katanya udah berangkat dari sana." jawab Dirga
Akhirnya mereka memutuskan kembali ke rumah dan membantu Sanura memasak makanannya.
Dirga yang kini tengah beres-beres itu memilih menyalakan TV agar situasi tak terlalu sepi, ia memencet chanel yang kini menampilkan berita terkini.
"Baik pemirsa saat ini saya membawakan berita terkini terkait seorang penyidik yang di nonaktifkan secara tidak terhormat oleh badan kepolisian karna lalai nya dalam penyidikan kasus berantai dua tahun silam. Hakim Anggana, seorang penyidik yang sudah di berhentikan secara tidak hormat itu kini tengah menjadi olok-olokan masyarakat karna gagalnya dalam kasus tersebut, kini masyarakat sudah memenuhi halaman kantor kepolisian untuk ber--demo agar Hakim segera di berhentikan karna di anggap tak mampu menjalankan tugasnya-"
Suara reporter itu hilang karna TV yang semula menyala kini sudah Dirga matikan, nafas Dirga memburu lalu menoleh ke arah Hanura dan Sanura yang saling terdiam dengan tatap.
Mereka kini menetralkan lagi keadaan dengan kembali sibuk pada kegiatannya masing-masing.
"Halo!"
Suara berat lelaki di ambang pintu itu memecah keheningan rumah, dengan serempak mereka menoleh ke arah pintu yang sudah dibuka.
"Sanura?"
Papa dari Sanura itu kini menampakkan tubuhnya dari balik tembok yang menghalangi ruang tamu dan ruang makan.
"Loh, kenapa ini kok pada diem sih?"
Kali ini Mama Sanura memecah keheningan.
"Papa! Mama!"
Sanura kini berlari menghampiri kedua orangtuanya dengan bersemangat, ia memeluk keduanya yang juga kini tengah tertawa.
Mereka menyelesaikan masakannya dengan dibantu oleh Mama Sanura, sementara Dirga dan Papa Sanura kini tengah berbincang perihal toko kue yang berjalan sangat lancar di tangan ketiganya.
"Pa! Dirga! Ayo makan." teriak Mama Sanura
Kini mereka sudah duduk di bangkunya masing-masing dan menyantap makanan yang dimasak dengan sepenuh hati.
Di iringi tawa kecil semuanya meja makan itu rupanya menjadi dambaan Hanura sejak kecil, dan ia baru mendapatkannya saat dengan orangtuanya Sanura.
"Papa kesini sekalian mau bilang, kalo Hakim udah di keluarin dari kepolisian."
Sontak sendok dan garpu yang semula berdenting itu kini tak mengeluarkan sedikit suara apapun.
"Papa mau kalian hati-hati, karna adiknya Hakim kan di kota ini."
Mereka silih tatap dengan tatapan bingung.
"Udah ah, jangan terlalu tegang gitu. Sekarang kan wajah kalian berubah, nama juga berubah."
"Iya gak usah dibawa takut." sahut Mama Sanura
Mereka kembali menyantap makanannya dengan perasaan gelisah, terkecuali Sanura.
Ia malah melayangkan senyum miringnya.