NovelToon NovelToon
Balas Dendam Si Pecundang

Balas Dendam Si Pecundang

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Identitas Tersembunyi / Dendam Kesumat / Persaingan Mafia / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: nurliana

kehilangan bukan lah kesalahan ku, tetapi alasan kehilangan aku membutuhkan itu, apa alasan mu membunuh ayah ku? kenapa begitu banyak konspirasi dan rahasia di dalam dirimu?, hidup ku hampa karena semua masalah yang datang pada ku, sampai aku memutuskan untuk balas dendam atas kematian ayah ku, tetapi semua rahasia mu terbongkar, tujuan ku hanya satu, yaitu balas dendam, bukan jatuh cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kabut malam

Gedung perjamuan keluarga Ahmad

Waktu: Malam hari

Zelena telah tiba di lokasi. Gaun mewah berwarna gading membalut tubuhnya, sementara riasan wajahnya yang lembut membuat kecantikannya terlihat nyaris tak nyata. Namun tubuhnya lemah, matanya terpejam akibat sisa efek bius yang perlahan menghilang.

Leon berdiri di dekat pintu. Pandangannya tak lepas dari sosok Zelena yang tengah didudukkan di atas kursi beludru. Ada sesuatu yang terasa asing di dadanya—rasa kasihan... disusul dengan sesuatu yang tak bisa ia jelaskan. Degup jantungnya pun berlari lebih cepat dari biasanya.

"Leon! Cepat pasangkan cincin ini padanya. Kenapa kau hanya diam?" suara tajam Amara memecah keheningan.

Semua anak buah Ahmad telah berkumpul di ruangan itu. Namun satu sosok penting tak terlihat—Ahmad sendiri. Ketidakhadirannya menimbulkan tanda tanya.

Leon tampak ragu. Tatapannya kosong, tubuhnya tak bergerak sedikit pun. Dia tidak seperti ini sebelumnya. Ada keraguan yang menjalar dalam benaknya, seolah ada yang tidak sesuai dengan rencana.

"Apa yang kau tunggu? Menunggu dia sadar? Semuanya akan kacau jika kau terus seperti ini! Kita semua akan dihukum oleh Tuan!" bentak salah satu bawahan, matanya menyorot tajam ke arah Leon.

"Kenapa aku merasa ini semua salah... dan bukan perintah langsung dari Tuan Ahmad?" gumam Leon, matanya menyapu wajah semua orang di ruangan.

Amara menghampirinya dan menyodorkan cincin. "Pasangkan padanya. Jika tidak, nyawa kita semua dalam bahaya."

Leon masih diam, padahal sebelumnya dialah yang paling ingin rencana ini berjalan mulus. Ini adalah langkah awal yang penting... tapi kini langkahnya goyah.

Tiba-tiba terdengar suara lirih, "Di... mana aku...?" Zelena membuka mata perlahan. Efek bius telah sepenuhnya hilang.

"Pakai air es! Siram sekarang juga!" perintah salah satu bawahan Ahmad dengan panik.

Leon segera menghalangi. "Jangan! Dia adalah putri Tuan Ahmad. Air es akan membuat tubuhnya menggigil!"

"Aku hanya akan berhenti jika kau segera memasangkan cincinnya!" bentaknya sambil mendorong Leon.

Tanpa bisa dicegah, segayung air es disiramkan ke tubuh Zelena. Gaunnya basah kuyup, riasannya luntur. Matanya membelalak, dan tubuhnya gemetar.

"Ayah...? Di mana ayahku?" tanyanya dengan suara gemetar, tatapan matanya menelisik wajah-wajah asing. Hanya Leon yang dikenalnya di ruangan itu. Amara? Dia telah pergi lebih dulu, menghindari kemungkinan kehilangan kepercayaan dari Zelena.

Leon menatapnya dengan ragu. Ia melangkah pelan mendekat, lalu berlutut di hadapan gadis itu.

"Maaf... aku sama sekali tidak berniat membuatmu terjebak dalam ikatan kotor ini..." ucapnya lirih, memandang mata Zelena yang kini mulai berkaca-kaca.

"Ayahku di mana? Kenapa kau meminta maaf? Siapa mereka? Leon, jawab aku!" jerit Zelena, panik dan ketakutan.

Tangannya yang basah dan dingin ditarik oleh Leon. Dengan tangan yang sedikit bergetar, ia menyematkan cincin di jari manis Zelena. Klik. Momen itu difoto oleh salah satu bawahan, lalu dikirim langsung kepada Ahmad.

"Apa ini? Pertunangan?" bisik Zelena. Ia teringat ucapan Amara sebelumnya. Kepalanya pening, dadanya sesak.

"Ikut denganku," ajak Leon, menarik tangannya.

Zelena menolak. "Tidak! Aku menunggu ayahku. Ayah sedang kritis... aku harus..."

Ucapan itu belum selesai saat Leon tiba-tiba mencium bibirnya. Bibir lembut dan merah muda milik Zelena kini dikecup untuk pertama kalinya. First kiss yang selama ini ia impikan... namun bukan dengan Leon.

Semua orang yang berada di sana langsung pergi saat itu juga. Tugas mereka telah selesai, mau apapun yang akan Zelena dan Leon lakukan, itu bukan urusan mereka, karena tugas dari atas hanya membuat kedua nya saling bertunangan saja,

Leon membopong tubuh Zelena yang lemas dan membawanya ke dalam mobil.

"Kenakan ini. Kita ke rumah sakit sekarang." Leon memberikan jas panjangnya untuk menutupi tubuh Zelena yang basah.

Zelena mengusap bibirnya dengan kasar hingga sedikit berdarah. "Apa yang kau lakukan? Kau pikir ini sah? Kau pikir ini nyata?!" Ia memperlihatkan cincin yang melingkar di jari manisnya.

Leon memandang cincin itu. "Ya... dan kita harus menanyakan semuanya langsung pada ayahmu. Dan luka di bibirmu itu... ingin ku cium lagi?"

Zelena mendengus kesal. "Mesum!" gumamnya, lalu masuk ke dalam mobil.

Leon tersenyum tipis dan menutup pintu mobil. "Mana mungkin aku mesum pada tunanganku sendiri."

*

*

*

Rumah Sakit Swasta, Lantai Parkir

Waktu: 21.45 WIB

Mobil Leon berhenti di parkiran rumah sakit. Ia mengeluarkan sebuah kantong belanja.

"Pakai ini. Ukurannya terlalu kecil, dan aku juga tidak suka dengan corak nya, jadi tidak muat untukku. Ganti bajumu dulu, lalu hapus make up mu." Ia juga memberikan tisu basah untuk membantu membersihkan riasannya.

Leon keluar dari mobil dan menunggu di luar. Di dalam, Zelena menatap pantulan dirinya pada kaca. Wajahnya lusuh, riasannya berantakan, dan cincin di jarinya terasa berat.

"Apakah aku benar-benar sudah bertunangan? Apakah dia akan menjagaku? Apakah aku akan aman bersamanya?" pikirnya penuh keraguan.

Beberapa menit kemudian, Zelena keluar dari mobil. Rambutnya dikuncir seadanya, wajahnya bersih tanpa riasan, dan piyama kebesaran membungkus tubuhnya yang mungil.

"Ayah di mana?" tanyanya pelan namun tegas.

Leon memandang cincin di jari manis Zelena, ia mengira bahwa dia akan melepaskannya cincin itu, namun tidak, dia masih memakai nya, walau sekarang Zelena belum memasangkan cincin di jari nya leon

"Lantai enam, kamar 242," jawab Leon.

Zelena berjalan cepat mendahuluinya. Leon tersenyum lirih sambil menatap punggungnya yang menjauh.

"Calon istriku..." gumamnya pelan

*

*

*

Rumah Sakit, Kamar Rawat Ahmad

Waktu: 22.10 WIB

Pintu kamar dibuka dengan cepat.

"Ayah!" teriak Zelena sambil berlari ke ranjang. Kenzo sudah berada di sana, berdiri di sisi tempat tidur.

Ahmad tersenyum lemah, lalu mengulurkan tangan untuk mengusap wajah putrinya. Tatapannya pertama kali tertuju pada cincin di jari manisnya.

"Iya, sayang. Ayah baik-baik saja," ucapnya lembut.

Zelena menangis, tubuhnya bergetar. "Ayah sakit apa? Kenapa aku tidak diberitahu?"

"Tenang, sayang. Ayah tidak sakit parah. Kau datang dengan siapa? Di mana calon suamimu?" Ahmad melirik ke arah pintu.

Ucapan itu membuat hati Zelena mencelos. Dengan suara yang hampir tak terdengar, ia menjawab

"Aku akan menikah... jika itu yang Ayah kehendaki."

" ayah sama sekali tidak bermaksud merahasiakan ini dari mu, tetapi ini adalah jalan terbaik nya " Ahamd menatap Zelena,

" iya ayah, aku akan menikah, ayah tenang saja, apapun asal ayah sehat dan bahagia, akan ku lakukan "

Hai teman-teman, selamat membaca karya aku ya, semoga kalian suka dan enjoy, jangan lupa like kalau kalian suka sama cerita nya, share juga ke teman-teman kalian yang suka membaca novel, dan nantikan setiap bab yang bakal terus update,

salam hangat author, Untuk lebih lanjut lagi, kalian bisa ke Ig viola.13.22.26

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!