Fuan, seorang jenderal perempuan legendaris di dunia modern, tewas dalam ledakan yang dirancang oleh orang kepercayaannya. Bukannya masuk akhirat, jiwanya terlempar ke dunia lain—dunia para kultivator. Ia bangkit dalam tubuh Fa Niangli, permaisuri yang dibenci, dijauhi, dan dihina karena tubuhnya gemuk dan tak berguna. Setelah diracun dan dibuang ke danau, tubuh Fa Niangli mati... dan saat itulah Fuan mengambil alih. Tapi yang tak diketahui semua orang—tubuh itu menyimpan kekuatan langit dan darah klan kuno! Dan Fuan tidak pernah tahu caranya kalah...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Setelah keberhasilan menemukan Tanda Ketiga, Fa Niangli dan rombongan kembali ke Lembah Langit Tertinggi. Perjalanan pulang mereka terasa berbeda. Bukan hanya karena ketiga tanda telah terkumpul, tapi juga karena aura di sekitar mereka semakin kuat, semakin selaras satu sama lain.
Mereka kembali menaiki kapal spiritual yang melayang di atas kabut. Yuyu duduk di dek dengan tenang, menyulam bendera baru bertuliskan:
“Sekte Langit Tertinggi: Bukan untuk Dicemooh!"
Tong Lian menunjuk dan tertawa, “Aku suka gaya promosinya!”
Zhu Feng berdiri di bagian depan kapal, tangan di pinggang. “Aku akan jaga dari sini. Tidak akan ada batu bicara yang membuatku terpeleset lagi.”
Mo Qingluan menggenggam Xiao Kuai yang kini mengenakan jubah mini. “Akhirnya... pulang ke rumah lagi.”
Jiang Yuan duduk di samping Fa Niangli. “Setelah tiga tanda, pintu gerbang akan muncul, ya?”
“Ya,” jawab Fa Niangli pelan. “Dan setelah itu... dunia mungkin tidak akan sama.”
---
Saat mereka tiba di lembah, suasananya seperti menyambut kedatangan pahlawan. Para murid, tetua dan bahkan akar bambu di taman belakang bergoyang seperti menyapa.
Fa Jinhai sudah menunggu mereka di gerbang masuk, bersama sang ibu dan Jenderal Fa.
“Selamat kembali,” ucap Fa Jinhai.
Jenderal Fa menatap putrinya. “Waktu berjalan cepat, tapi tekadmu lebih cepat lagi. Kau bukan lagi putriku yang dulu... kau sudah menjadi cahaya di langit.”
Fa Niangli tersenyum dan memeluk mereka bergantian. “Aku hanya mengikuti jalan yang sudah kalian tunjukkan.”
---
Malam itu, lembah bersinar.
Tiga tanda diletakkan di tengah altar utama. Ketika mereka bersatu, cahaya dari ketiganya naik ke langit dan membentuk sebuah pusaran lembut, nyaris seperti bintang yang jatuh perlahan ke bumi.
“Ini hanya awal dari terbukanya Gerbang Langit Tersembunyi,” ujar Jiang Yuan.
Fa Niangli berdiri tenang di bawah cahaya tersebut. Matanya memandang jauh—melampaui lembah, melampaui dunia. Seolah ia bisa merasakan sesuatu... atau seseorang.
Tiba-tiba, angin berhembus, membawa potongan daun emas.
Dan dari balik bayangan tebing, sesosok pria muncul perlahan.
---
Ia berjalan perlahan mendekat. Pakaian hitam sederhana, rambut perak pucat seperti embun, dan mata yang—meski tampak biasa—memantulkan cahaya bintang.
Fa Niangli menoleh pelan. “Aku... pernah melihatmu,” ucapnya.
Pria itu menunduk hormat. “Aku melihat langit berubah... dan kakiku membawaku kemari.”
“Namamu?” tanya Fa Niangli
“Lu Zhen.” jawab pria itu
Fa Niangli dan Lu Zhen saling menatap sesaat. Tak ada yang aneh—tapi sesuatu terasa... cocok. Seperti daun yang kembali ke batangnya.
Yuyu berdiri di belakang dan berbisik, “Hoo... calon suami?”
Tong Lian menyenggol Zhu Feng. “Cepat ambil kuali perak! Ini saat penting!”
Zhu Feng: “Kenapa semua hal penting harus ditemani kuali?”
---
Fa Niangli menoleh lagi ke langit. Cahaya pusaran itu mulai melambat. Kini bentuknya menjadi lonceng raksasa... namun transparan, melayang di udara.
Jiang Yuan mendekat. “Itu bukan portal. Itu adalah panggilan.”
“Panggilan?” tanya Fa Niangli
“Untuk semua yang pernah terhubung dengan Sekte Langit Tertinggi... yang masih hidup, yang terlupakan, bahkan yang dibuang. Mereka akan datang. Mereka akan kembali.” jawab Jiang Yuan
---
Dan benar saja.
Dalam beberapa hari ke depan, siluet-siluet mulai muncul dari berbagai penjuru dunia. Para murid tersembunyi, tetua tua yang dulu menghilang, dan bahkan beberapa orang aneh yang membawa pusaka milik sekte datang satu per satu.
Ada yang datang menaiki burung naga. Ada yang muncul dari air terjun. Ada pula yang muncul dari dalam pot tanaman... (yang kemudian langsung diusir oleh Yuyu).
Tong Lian berteriak dari kejauhan, “Sekte kita jadi seperti pasar malam!”
Mo Qingluan: “Tapi semuanya merasa pulang…”
---
Di tengah semua ini, Fa Niangli berdiri di aula utama, memandangi orang-orang yang datang.
“Dulu aku sendiri,” katanya pelan. “Kini, kita pulang... bersama.”
Lu Zhen berdiri di sisi belakang, memperhatikan dalam diam. Hatinya merasa asing, tapi... damai.
Dan langit, malam itu, tampak lebih cerah dari biasanya. Karena cahaya yang dulu padam... kini menyala kembali.
---
Langit di atas Lembah Langit Tertinggi kini tak lagi sunyi. Malam hari dihiasi cahaya-cahaya spiritual dari simbol-simbol sekte yang dulu tersembunyi. Burung roh, awan suci, dan bahkan lonceng langit yang bergetar pelan—semuanya menyambut kebangkitan yang tak pernah dibayangkan akan terjadi kembali.
Fa Niangli berdiri di altar tengah, memandangi aula utama yang kini penuh oleh orang-orang dari berbagai penjuru. Mereka adalah sisa-sisa masa lalu Sekte Langit Tertinggi. Ada yang tua dan lemah, ada yang muda dan kuat. Tapi semua datang karena satu hal: mereka merasa dipanggil.
---
“Apakah... semua ini karena tiga tanda?” tanya Fa Jinhai sambil menyisir rambutnya yang kini mulai penuh uban di samping telinga.
“Bukan hanya tanda,” jawab Jiang Yuan sambil menatap ke arah Fa Niangli. “Tapi juga karena seseorang bersinar seperti matahari pagi.”
Yuyu berdiri di pojok aula dengan nampan kue beras. “Kukira semua orang datang karena aku buat bubur spesial...”
Tong Lian berdiri di samping Mo Qingluan, memeluk bendera sekte dan menangis lebay. “Ini... ini seperti reuni raksasa! Aku suka! Tapi... kenapa aku merasa seperti ketua OSIS yang dilupakan...?”
Mo Qingluan hanya menjawab, “Karena kamu memang bukan ketuanya.”
---
Lu Zhen duduk agak menjauh, di bawah pohon bunga giok yang tumbuh di tepi lembah. Ia memandangi langit malam.
Suara langkah pelan menghampiri. “Lu Zhen,” ucap Fa Niangli.
Pria itu menoleh. “Kau ingat namaku.”
“Tentu. Aku selalu ingat nama orang yang datang tepat saat langit mulai berubah.” jawab Fa Niangli
Mereka duduk berdua di bawah pohon, tanpa bicara untuk beberapa saat. Angin malam membelai rambut mereka, dan kelopak bunga giok berguguran perlahan seperti hujan bintang kecil.
“Apa kau... merasa memiliki tujuan, tapi belum tahu bentuknya?” tanya Fa Niangli akhirnya.
Lu Zhen mengangguk. “Aku tidak tahu kenapa aku datang. Tapi saat aku di sini, aku merasa seperti... bagian dari sesuatu yang besar.”
“Begitu juga aku,” jawab Fa Niangli pelan.
---
Keesokan paginya, Fa Niangli mengadakan upacara resmi untuk menyambut para murid lama dan baru. Tong Lian, Mo Qingluan, Zhu Feng, bahkan Xiao Er yang masih belajar membaca, semua berdiri tegak mengenakan jubah sekte yang disulam ulang oleh Yuyu semalam.
Yuyu mengeluh, “Aku cuma punya dua tangan, tapi harus jahit buat tiga puluh orang!”
Jenderal Fa berdiri di sisi barisan tetua. Ia memandangi semua murid, lalu menatap Fa Niangli. “Putriku... kau telah membangkitkan gunung yang tertidur.”
Fa Niangli menjawab dengan suara yang tegas namun lembut, “Aku hanya membuka jalan. Langit yang memilih untuk terang kembali.”
---
Saat semua orang berkumpul, sebuah simbol bersinar di langit. Lambang naga dan bulan kembali tampak jelas. Dan pada momen itu, secara otomatis, batu lonceng pusaka di tengah lembah berdentang satu kali.
DENG!
Suara itu seperti gema dari ribuan tahun lalu—dan semua orang mendengarnya.
Lu Zhen yang berdiri di barisan belakang mendongak. “Apa itu... tanda?”
Jiang Yuan menjawab cepat. “Tanda bahwa pintu itu... akan terbuka dalam waktu dekat.”
---
Malam itu, mereka semua menyambut gerbang besar takdir dengan tarian dan nyanyian. Tong Lian menyanyikan lagu ciptaannya sendiri yang entah bagaimana memasukkan kata “ayam” sebanyak delapan kali. Zhu Feng diminta jadi pemukul genderang, tapi ia malah menghancurkan satu alat musik karena terlalu semangat.
Mo Qingluan dan Xiao Kuai tampil dalam pertunjukan “Binatang Roh dan Jamur Roh Menari Bersama”. Yuyu mengatur makanan. Jenderal Fa dan Fa Jinhai duduk sambil bermain catur sambil minum teh spiritual.
Fa Niangli duduk di altar tinggi, melihat semuanya dari kejauhan.
“Apa ini... yang dulu selalu ingin aku miliki?” gumamnya.
Lu Zhen datang berdiri di sampingnya. “Kalau ini bukan rumah... aku tak tahu lagi apa artinya rumah.”
---
Dan malam itu, langit Lembah Langit Tertinggi bersinar seperti siang. Tak ada peperangan. Tak ada darah.
Hanya tawa, musik, dan secercah cahaya harapan.
Fa Niangli menutup matanya dan membisikkan sesuatu pada langit. “Sekte Langit Tertinggi... kita hidup kembali. Dan kali ini, tak akan ada yang bisa memadamkan cahaya kita.”
Bersambung
trimakasih ya Thor 👍 semangat buat karya lainnya💪❤️🙂🙏