Selama ini Amara memberikan kehidupannya kepada Dion dan mengabdikan diri sebagai istri yang sempurna. sudah 3 tahun sejak pernikahan tidak ada masalah pada rumah tangga. namun fakta lain membuat hati Amara begitu teriris. Dion berselingkuh dengan seorang wanita yang baru ia kenal di tempat kerja.
Amara elowen Sinclair berusia 28 tahun, wanita cantik dan cerdas. Pewaris tunggal keluarga Sinclair di london. Amara menyembunyikan identitasnya dari Dion Karena tidak ingin membuat Dion merasa minder. mereka menikah dan membina rumah tangga sederhana di tepi kota London.
Amara menjadi istri yang begitu sempurna dan mencintai suaminya apa adanya. Tapi saat semuanya terungkap barulah ia sadar ketulusannya selama ini hanyalah dianggap angin lalu oleh pria yang begitu ia cintai itu.
Amara marah, sakit dan kecewa. ia berencana meninggalkan kenangan yang begitu membekas di sisa sisa hubungan mereka. akankah Amara dapat menyelesaikan masalahnya?....
ikuti terus ya guysss
selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 13
POV Dion dan Vanya
Mobil terparkir di halaman rumah, Dion dan Vanya keluar dari mobil.
"Ayo." ajak Dion. Vanya berjalan di samping Dion. Vanya terlihat tak sabar ingin bertemu dengan Amara.
" Kok sepi." tanya Vanya saat tak mendapati seorang pun di rumah itu. Dion memanggil nama Amara beberapa kali, namun tak ada sahutan menandakan ia tak berada di rumah.
Vanya duduk di sofa lalu meletakkan tasnya. Dion yang lelah mencari Amara di seisi rumah memutuskan untuk duduk juga di samping Vanya.
" Kemana Amara pergi?." tanya Vanya sambil menyandarkan kepalanya di bahu Dion.
" Katanya tadi pagi pergi ke pasar. Tapi dia belum pulang sampai sekarang." ucap Dion. Ia lalu mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor Amara. "ponselnya gak aktif." keluh Dion yang merasa khawatir.
Lalu tiba tiba tangan Vanya menyentuh lembut pipinya. Vanya mengarahkan wajah Dion untuk menghadap ke arahnya. " Sayang, aku lagi pengen." rengek Vanya sambil mencium leher Dion. Dion adalah tipe pria yang mudah sekali terangsang, namun ia sadar mereka tidak bisa melakukan itu di rumah ini.
" Vanya, aku tidak bisa. Jika nanti Amara datang dan melihat kita aku benar benar tidak bisa." tolak Dion dengan melepaskan tangan Vanya yang melingkar di lehernya.
Vanya mengubah raut wajahnya menjadi cemberut. " Vanya, mengertilah." ucap Dion dengan lembut.
" Dion, jika saja aku tidak mengandung anakmu aku juga tidak begini. Kamu tidak mengerti aku. Aku tersiksa. Hiks..." Vanya berpura-pura rapuh dan menangis di hadapan Dion.
Dion mengusap wajahnya kasar menandakan dia sangat frustasi. Ia kemudian melirik jam yang menunjukkan pukul 22.00. " Baiklah, kita akan melakukannya tapi hanya sebentar oke." ucap Dion. Ia lalu meminta Vanya untuk berbaring di sofa namun Vanya tak mau.
" Aku mau di kamar." rengek Vanya dengan deraian air mata yang dibuat buat. Dion terbelalak mendengar permintaan tak masuk akal Vanya.
" Vanya, tidak mungkin kita melakukannya di kamar." Dion tahu jika perbuatan mereka sudah sangat keterlaluan jika harus ke kamar apalagi itu tempat Amara dan dirinya.
" Dion, aku tidak bisa menolak pikiranku. Anakmu yang meminta ini semua." ucap Vanya.
Dion tak punya pilihan lain, ia menggendong Vanya masuk ke dalam kamar dan sengaja tidak mengunci pintu agar tahu jika Amara sudah pulang. Namun hal tak terduga terjadi, saat ia sedang di ujung tanduk Amara malah datang dan Dion tak menyadarinya.
.
.
Amara keluar dari kamar dengan berlari. Dion mengejarnya dari belakang. " Amara tunggu." Dion berhasil menarik tangan Amara saat hendak keluar dari pintu.
"Dion, lepas. Aku sangat jijik padamu. lepas!." teriak Amara dengan histeris.
" Amara, maafkan aku." ucap Dion dengan wajah panik.
Amara terdiam lalu sedetik kemudian ia menampar Dion dengan keras. " Maaf katamu. Kamu berzina di kamar ku. Kamu nggak punya otak Dion. Dimana pikiranmu. Menjijikkan!." ucap Amara dengan tatapan kemarahan.
Dion hanya terdiam menyadari kesalahannya. " Amara, aku tahu aku salah. Tapi dengarkan dulu penjelasan ku." ucap Dion.
" Penjelasan apalagi, apa aku buta dan tidak melihat kelakuan burukmu itu. Aku tidak butuh penjelasan. Aku ingin bercerai." bersamaan dengan ucapan Amara, petir menyambar dan hujan turun saat itu juga.
" Amara, apa yang kamu katakan?. Kamu ingin bercerai. Apa aku gak salah dengar?." kini ekpresi Dion mulai berubah yang sebelumnya panik kini menjadi seseorang yang menatap tak percaya.
" Ya, aku ingin bercerai." jawab Amara dengan nada di tekan.
" Amara, seharusnya kamu berpikir dua kali sebelum berkata seperti itu." ucap Dion dengan senyuman kecil di bibirnya.
" Kamu sudah gila Dion. Aku tidak mau membuang buang waktuku untuk pria busuk sepertimu."
PLAK
Sebuah tamparan mendarat di pipi Amara. Tamparan itu cukup keras hingga membuat pipinya bengkak dan berdarah.
" Cukup Amara, selama ini aku sudah sabar dengan tidak menceraikanmu. Tapi hari ini aku akan menceraikanmu lebih dulu sebelum kamu menceraikanku." ucap Dion.
Amara menyentuh pipinya yang terasa perih dan juga dadanya yang begitu sesak.
Sementara Vanya menyaksikan pertengkaran keduanya dari ruang tamu. " rasakan Amara."
" Asal kamu tahu Amara, sebentar lagi aku akan menjadi direktur dan kamu meminta cerai dariku. Jangan menyesal Amara. Awalnya aku ingin tetap mempertahankan mu menjadi istriku, tapi setelah di pikir pikir lebih baik aku menceraikanmu. Apalagi sudah ada Vanya di sampingku. Dia sedang hamil anakku sekarang. Betapa sempurnanya hidupku." ucap Dion dengan tatapan meremehkan ke arah Amara. Seolah mengejek Amara yang mandul dan tak bisa hamil.
" Setelah empat tahun bersama, ini balasan yang kamu berikan Dion. Kamu akan membayar mahal semua ini!." ucap Amara.
" Amara, jangan naif. Jika kamu mau aku bisa menarik kembali kata kataku dan menjadikanmu istri pertama. Apalagi kamu bisa berguna untuk merawat anakku dan Vanya. Kamu kan tidak bisa apa apa selain di rumah." ucap Dion dengan ekpresi mengejek.
Disaat yang bersamaan, Anggy baru saja tiba di rumah.
" Itu benar Amara. Kalau kamu tidak mau menjadi istri pertama lagi, kamu bisa menjadi pembantu di rumah ini. Kami pasti akan membayarmu." ucap Anggy dengan nada sombong.
Amara hanya bisa menggeleng tak percaya menyaksikan betapa sombongnya orang orang yang ada di hadapannya. Amara tak bisa lagi berkata-kata.
" Amara, keputusan ada di tanganmu. Aku tunggu jawaban mu dalam lima menit. Jika masih terus bersikeras untuk bercerai, silahkan pergi dari rumah ini, malam ini juga!." ucap Dion sambil menunjuk ke arah luar. Hujan yang turun semakin lebat dan waktu juga sudah mulai larut.
Amara tertawa terbahak-bahak saat mendengar ancaman Dion. " Memang benar kata orang, kalau sudah jatuh cinta sampah pun dimatanya seperti berlian."
Dion mengepalkan kedua tangannya. " Maksud kamu apa?." tanya Dion tak mengerti dengan ucapan Amara.
" Dion, dimataku sekarang kamu hanyalah sampah yang bau. Untuk apa aku tinggal di samping sampah. Yang ada aku akan ketularan bau sampah." ucap Amara dengan tawa yang masih terdengar.
"Jaga mulutmu Amara!. Aku sudah cukup sabar. Kali ini aku benar benar kehabisan kesabaran." ucap Dion.
"bagus Dion, usir aku sekarang juga. Aku sudah muak tinggal di tempat kotor ini."
Dion berjalan cepat masuk ke dalam kamar, ia membuka lemari dan memasukkan barang barang Amara ke dalam sebuah tas. Sesaat kemudian ia kembali ke ruang tamu dan membuang tas itu di lantai.
" Pergi dari rumah ini dan jangan pernah kembali. Mulai malam ini kita sudah bercerai. Kamu bukan istriku lagi!." ucap Dion dengan nada tinggi.
Sementara Vanya tersenyum puas saat mendengar kata kata Dion.
"Oke, pegang kata katamu. Jangan menyesal Dion." ucap Amara dengan tatapan menantang.
" Cih, jangan berlagak sombong Amara. Aku tahu kamu akan tidur di jalanan malam ini. Di basahi hujan dan makanan pun tak ada. Aku tidak yakin kamu bisa bertahan dalam dua hari di luar sana. Saat kamu sekarat jangan menghubungi ku!." ucap Dion dengan melipat kedua tangan di dada.
" Kita lihat saja, siapa yang akan di posisi itu sebentar lagi."
Dion semakin geram dengan kesombongan Amara.
Sementara Anggy yang sudah tidak tahan ingin mengusir Amara langsung menarik tangan Amara dan mendorongnya keluar dari rumah. Anggy juga melempar tas Amara hingga mengenai tubuh Amara yang membuatnya terjatuh.
Sementara di pinggir jalan di dalam sebuah mobil, tangan Leonard mengepal keras menahan marah saat melihat Amara di dorong dan terjatuh. Namun ia menahan diri untuk tidak mendekat.
" Kalian semua akan membayar mahal semua ini!." ucap Amara sebelum ia pergi.