Nayanika memang tidak pandai mencari kekasih, tapi bukan berarti dia ingin dijodohkan.
Sialnya, kedua orangtuanya sudah merancang perjodohan untuk dirinya. Terpaksa Naya menikah dengan teman masa kecilnya itu, teman yang paling dia benci.
Setiap hari, ada saja perdebatan diantara mereka. Naya si pencari masalah dan Sagara si yang paling sabar.
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Kamu saya pindahkan ke posisi resepsionis."
"M-maksud nya gimana, Pak? Kenapa tiba-tiba? Apa selama ini pekerjaan saya kurang memuaskan?" tanya Nabila. Raut wajahnya khawatir bercampur panik.
Bagaimana tidak panik? Baru sampai kantor, Sagara langsung memanggilnya, yang ternyata pria itu hendak memindahkan posisinya di perusahaan ini.
"Ini tentang perasaan istri saya. Saya harap kamu tidak keberatan, Nabila," ujar Sagara.
Nabila menunduk. Dia sudah menduga kalau masalahnya bukan karena pekerjaannya, melainkan tentang masalah pribadi.
"Apa Bapak yakin?" tanya Nabila. Kedua tangannya saling meremas.
"Ya. Kalau tidak yakin, kenapa saya panggil kamu ke sini?" Sebelah alis Sagara terangkat.
"Kalau kamu tidak terima, kamu bisa mengundurkan diri dari perusahaan ini. Saya tidak keberatan," lanjutnya.
Nabila menggeleng cepat. Dia sudah nyaman bekerja di perusahaan ini. Kalau dia mengundurkan diri, mau kerja di mana? Jaman sekarang, cari kerja itu susah.
"Saya mau, Pak," ujar perempuan itu. Dia tersenyum paksa.
Sagara mengangguk. "Silakan keluar."
Lagi-lagi Nabila tersenyum paksa, dia mengangguk dan segera menuruti perintah bosnya.
Sagara bernafas lega. Setidaknya dengan begini Nabila tidak berada di dekatnya terus. Dia tidak mau membuat masalah dengan Naya lagi.
****
"Bi, tau paper bag yang aku taruh di sofa, gak?"
Naya menghentikan salah satu pelayan yang sedang beres-beres.
Pelayan tersebut menunduk. "Kemarin tuan menyuruh saya untuk membakar semuanya, Nona."
Naya melongo tak percaya. "Apa?! Dibakar?!" pekiknya. Bahkan dia baru mencicipi salah satu makanan yang ada di paper bag tersebut.
Pelayan tersebut mengangguk kaku. Bukan salahnya, dia hanya menuruti perintah sang tuan.
Naya menghela nafas kasar. Dia bisa menyimpulkan kalau Sagara tau siapa yang memberikan paper bag tersebut. Selama ini Sagara bertanya lebih dahulu tentang barangnya. Tapi paper bag itu, tanpa bertanya Sagara langsung menyingkirkan nya.
Naya berdecak kesal. Tak apa, nanti dia akan minta ganti rugi pada suaminya.
Ini masih jam sepuluh pagi, Naya bingung mau melakukan apa. Jadi, seperti biasa, dia akan menonton drama. Kali ini ditemani semangkuk sereal kesukaannya.
"Nay Nay!"
Mangkuk yang Naya pegang, hampir saja dia lempar karena mendengar teriakan yang cempreng itu.
Naya menatap Loli yang berlari ke arahnya sambil menenteng beberapa paper bag. Ah, dia lupa kalau sahabatnya itu pulang hari ini. Tapi, ini masih terlalu pagi. Harusnya Loli masih di dalam pesawat sekarang.
Naya segera meletakkan mangkuknya ke atas meja untuk menyambut pelukan Loli. Keduanya tertawa sambil berpelukan, padahal tidak ada yang lucu.
"Kok bisa udah sampai?" tanya Naya setelah pelukannya.
"Bisa lah, pakai jet pribadi daddy!"
Pantas saja sudah sampai. Haiss ... Naya lupa kalau temannya ini anak konglomerat.
"Nih oleh-oleh nya!" Loli memberikan paper bag yang dia bawa pada Naya.
"Karena sebagai teman yang baik hati, aku juga belikan buat suami kamu. Baju couple buat kalian!" seru Loli. "Ayo, coba buka. Aku yakin kamu suka!"
"Kan aku cuma minta makanan aja. Kok baju juga sih, Lol."
Loli berdecak kesal. "Harusnya kamu senang aku beliin baju, gimana sih?!"
Naya menyengir lebar. Dia pun membuka paper bag yang dimaksud Loli. Dan ya, di sana ada sepasang baju couple untuk dirinya dan Sagara.
"Gimana? Keren gak?!"
Naya mengangguk sambil melongo melihat baju tersebut. Kemudian dia menatap Loli yang tersenyum tanpa beban.
"Berapa juta harganya?"
"Rahasia~ Kamu suka, kan?" Loli bertanya.
Naya mengangguk kaku. Dia berusaha mencari label harga di baju tersebut, tapi rupanya Loli sudah melepas semuanya. Mendadak Naya merasa tidak nyaman.
"Udah gak usah dipikirin! Anggap aja ini kado pernikahan kalian. Ya?" Loli mengambil paper bag berisi makanan. "Nah, coba lihat. Aku pilihkan yang enak sama yang cantik-cantik imut!"
Pagi itu mereka sibuk sendiri. Entah itu membahas oleh-oleh, liburan Loli di Jerman, dan cerita dari Naya.
Tak henti-hentinya Loli menyuruh Naya bulan madu ke sana. Tidak tau saja dia, kalau Naya baru akur dengan Sagara. Naya memang sengaja tidak menceritakan semua masalahnya pada Loli, karena Naya merasa itu tidak perlu. Biarlah mereka berdua saja yang mengetahuinya.
"Ngomong-ngomong, Karel lama gak keliatan. Kamu tau dia di mana?"
Mata Loli memicing mendengar pertanyaan dari Naya. Dia lebih dulu menghabiskan mie yang dia kunyah.
"Kamu naksir sama Karamel? Ingat Nay, kamu udah punya Sagara!"
Naya memutar bola matanya malas. "Aku cuma tanya!"
Loli mengendikkan bahunya. "Nggak tau juga. Kamu tau sendiri aku itu bukan tipe orang yang suka ngurusin orang lain, hehehe..."
"Iya sih." Bibir Naya mencebik.
"Kamu punya nomor dia, kan? Nah, coba hubungi aja!" saran Loli.
Naya menggeleng. Kalau menghubungi Karel lebih dulu, sama saja cari masalah dengan Sagara. "Kalau ketahuan Sagara bisa habis aku."
Loli tertawa ngakak. Dia pikir Naya adalah orang yang apa aja diterobos. Ternyata temannya ini juga bisa takut dengan seseorang.
Tak terasa mereka bercerita hingga jam 12 siang. Tentunya mereka juga akan makan siang bersama di sini. Naya berinisiatif memasak untuk makan siang mereka berdua. Tapi, dibantu pelayan juga.
"Kamu beneran udah bisa masak, Nay?" tanya Loli.
"Kalau nggak bisa, ngapain aku repot-repot masakin buat kamu?"
Loli menyengir. Dia melanjutkan mengupas bawang merah dan putih. Sebenarnya Loli bisa memasak. Memasak air.
Mereka berdua sama-sama tidak bisa masak dulunya. Tapi, seiring berjalannya waktu, Loli sudah bisa masak nasi dan menggoreng telur. Paling mentok dia cuma bisa buat sayur bening. Hingga sekarang.
Sedangkan Naya benar-benar berjuang agar bisa memasak demi suami tercinta.
"Apa yang kamu lakukan di situ, Naya?"
Bukan hanya Naya yang menoleh, tapi Loli juga ikut menoleh.
Sagara datang menghampiri Naya. Tatapan matanya begitu tajam saat melihat sang istri sudah berani memegang alat masak.
Perlahan, Loli menyingkir dari sana. Dia kabur dan lebih memilih menunggu di meja makan.
"Dibantu bibi juga kok!" Naya menunjuk salah satu pembantu yang sedang menggoreng daging ayam.
"Aku mau bikin sayur bening kesukaan kamu tau!" Naya lanjut memasukkan beberapa sayuran setelah air mendidih.
Sagara menghela nafas. "Jangan ceroboh lagi."
"Iya iya!"
"Kamu ngapain pulang jam segini?" lanjut Naya bertanya.
"Mau makan siang." Sagara melepas jas dan juga dasi nya, lalu dia membuka dua kancing teratas kemeja yang ia pakai, serta menggulung lengan kemeja hingga siku.
"Eitss ... mau ngapain?!" Mata Naya melotot saat Sagara melanjutkan memotong bawang milik Loli tadi.
"Mas Saga, ih!" Naya merebut pisau yang dipegang Sagara. "Duduk sana! Biar aku yang masak! Mending kamu ganti baju!" Naya mengibaskan tangannya mengusir Sagara.
"Aku juga mau bantu kamu."
"Gak!" Naya menatap tajam suaminya. "Pergi atau aku ..." Naya menempelkan pisau yang dia pegang ke arah pergelangan tangannya.
Sagara langsung menatapnya tajam. "Buang pisaunya!"
"Makanya jauh-jauh! Kamu lihat aja, gak usah ikut campur!" Naya meletakkan pisau tadi ke sembarang arah, lalu dia lanjut mengaduk sayur nya.
Pada akhirnya Sagara mengalah, dia memilih diam di samping Naya sambil memperhatikan istrinya yang sedang memasak. Naya tidak mempermasalahkan nya.
Pria itu seolah sedang mengawasi Naya dari peralatan dapur.
Sedangkan Loli terkikik kecil ketika berhasil mengambil foto mereka berdua.
"Buat kenang-kenangan," gumamnya lalu kembali ke meja makan. Dia tidak mau mengganggu waktu mereka berdua.
bersambung...
Yuk vote duluuu🤗