Elina adalah seorang pengacara muda handal. Di usianya yang terbilang masih muda, dia sudah berhasil menyelesaikan banyak kasus penting di karirnya yang baru seumur jagung.
Demi dedikasinya sebagai seorang pengacara yang membela kebenaran, tak jarang wanita itu menghadapi bahaya ketika menyingkap sebuah kasus.
Namun kehidupan percintaannya tidak berbanding lurus dengan karirnya. Wanita itu cukup sulit melabuhkan hati pada dua pria yang mendekatinya. Seorang Jaksa muda dan juga mentor sekaligus atasannya di kantor.
Siapakah yang menjadi pilihan hati Elina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cinta Lama Belum Kelar
"Jihan," gumam Zahran pelan.
Wanita bernama Jihan itu maju ke depan. Dia menangkupkan kedua tangannya seraya melemparkan senyuman. Matanya menyapu semua orang yang ada di dalam aula. Kemudian pandangannya terhenti pada sosok pria yang pernah menjadi masa lalunya. Sama seperti Zahran, wanita itu juga terkejut melihat pria itu.
Setelah acara perkenalan berakhir, semua dipersilakan kembali ke ruangan masing-masing. Satu per satu meninggalkan aula. Jihan bergegas meninggalkan aula tanpa mempedulikan panggilan Zahran. Tahu Zahran mengikutinya, wanita itu mempercepat langkahnya seraya melepaskan cincin yang melingkari jari manisnya. Dimasukkan cincin tersebut ke dalam saku seragamnya.
Melihat beberapa pegawai mengantri di depan lift, Jihan memilih menuruni tangga untuk sampai ke lantai di mana ruangannya berada. Zahran mempercepat langkahnya lalu menahan lengan wanita itu. Zahran menghalangi langkah Jihan.
“Jihan.. kenapa kamu menghindariku?”
“Aku tidak menghindari mu. Aku harus segera kembali ke ruangan. Ini hari pertama ku bekerja di sini. Aku tidak mau meninggalkan kesan buruk di hari pertama ku.”
Jihan berusaha melewati Zahran, namun pria itu terus menghalangi langkahnya. Mau tidak mau Jihan harus menghadapi pria dari masa lalunya ini.
“Tolong jangan halangi aku.”
“Aku tidak akan menghalangi mu kalau kamu mau bicara dengan ku.”
“Apa yang mau kamu bicarakan?”
Hati Zahran tersentil ketika Jihan memanggilnya dengan sebutan kamu. biasanya wanita itu selalu memanggilnya dengan sebutan Mas. Tiga tahun menghilang, dia merasakan sikap Jihan sudah jauh berbeda dan yang jelas, wanita itu berusaha menjaga jarak darinya.
“Kemana saja kamu selama ini?”
“Setelah aku lulus seleksi menjadi Jaksa, aku ditugaskan ke luar pulau. Kamu pasti tahu kalau kita tidak bisa memilih kemana akan ditugaskan.”
“Kenapa kamu tidak memberi tahuku? Kenapa kamu menghilang tanpa kabar?”
“Maaf, aku harus pergi darimu. Sebenarnya aku tidak tahu bagaimana caranya mengakhiri hubungan kita. Aku tidak tahu harus memberi alasan apa padamu, makanya aku pergi. Aku harap tidak ada hubungan apa-apa lagi di antara kita.”
“Kamu bohong. Kamu itu tidak pandai berbohong. Aku tahu kamu, Ji.”
“Kamu tidak tahu apa-apa soal aku. Tujuanku dulu mendekatimu semata-mata agar kamu membantuku untuk menjadi Jaksa. Dan setelah tujuanku tercapai, aku tidak membutuhkan mu lagi. Jadi kita akhiri saja hubungan ini. Sekarang dan seterusnya, jika kita berada di kantor, maka kita adalah rekan kerja. Tapi di luar itu, kita adalah orang asing. Anggaplah kamu tidak pernah mengenalku sebelumnya.”
Bergegas Jihan menuruni anak tangga. Dia tidak ingin berlama-lama berbicara dengan Zahran. Dengan cepat Zahran menyusul.
“Jihan tunggu…”
“Zahran..”
Langkah Zahran terhenti ketika mendengar suara seseorang memanggilnya. Mau tidak mau Zahran menghampiri orang yang memanggilnya. Hal tersebut dimanfaatkan Jihan untuk menghindari pria itu. Setelah sampai di lantai di mana ruangannya berada, wanita itu lebih dulu masuk ke toilet. Jihan duduk di atas kloset, sebelah tangannya memegangi dadanya yang berdebar kencang.
Pelan-pelan dia mengeluarkan cincin dari saku seragamnya. Matanya berkaca-kaca ketika melihat cincin tersebut. Cincin itu adalah bukti cinta Zahran padanya. Selama ini cincin tersebut tak pernah lepas dari jari manisnya, karena sesungguhnya Jihan masih sangat mencintai Zahran. Tapi keadaan tak bisa membuat mereka bersama.
Jihan menarik nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan gejolak perasaannya. Dia memasukkan kembali cincin ke saku seragamnya lalu keluar dari toilet. Dengan langkah pelan, wanita itu menuju ruangannya.
***
Suara ketukan palu terdengar ketika Hakim Ketua mengatakan keputusannya dan mengakhiri sidang. Vito dapat bernafas lega berhasil menyelesaikan kasusnya dengan baik. Lewat bantuan Elina, pria itu akhirnya bisa memenangkan persidangan.
“Terima kasih untuk bantuan mu, El.”
“Sama-sama. Aku tidak berbuat banyak. Sejak awal kamu yang mengerjakan kasus ini. Jadi ini adalah kemenangan mu.”
“Ini kemenangan kita,” jawab Vito sambil tersenyum.
Setelah membereskan berkasnya, keduanya segera keluar dari ruang sidang. Saat akan meninggalkan gedung pengadilan, mata Elina menangkap Zahran baru keluar dari ruang sidang. Wanita itu bergegas mendekati Zahran.
“Bang...”
“Hai, kamu ada sidang juga?”
“Iya. Abang sendiri sudah selesai sidangnya?”
“Sudah.”
“Bagaimana kalau kita makan siang?”
“Ehmm.. okay.”
Zahran menyetujui ajakan Elina. Sudah seminggu lamanya mereka tidak bertemu. Selain sibuk menangani kasus, Zahran juga masih berusaha mendekati Jihan. Dia masih menginginkan jawaban kenapa tiba-tiba saja wanita itu pergi meninggalkannya.
“Vit, kamu bawa mobilku ya. Aku mau pergi dengan Bang Zahran,” Elina menyerahkan kunci mobilnya pada Vito.
“Oke.”
Bersama dengan Zahran, Elina segera menuju area parkir. Zahran membukakan pintu mobil untuk Elina dan tak lama kemudian kendaraan roda empat tersebut mulai bergerak maju. Untuk makan siang kali ini, Zahran membawa Elina ke salah satu café yang sering didatanginya bersama Jihan. Entah mengapa dia ingin saja makan di tempat ini.
Ketika sampai, kedatangan mereka langsung disambut oleh pelayan yang bertugas. Mereka mengambil meja yang ada di bagian tengah. Ketika Elina sedang membaca buku menu, dari arah pintu masuk muncul Jihan. Mata Zahran langsung menangkap sosok wanita itu. Merasa ada yang memperhatikan, Jihan melayangkan pandangannya. Dia terkejut melihat Zahran berada di tempat yang sama dengannya.
“Abang mau pesan apa?”
Suara Elina membuyarkan lamunan Zahran. Sontak pandangan Jihan tertuju pada Elina. Ada perasaan cemburu sekaligus perih melihat Zahran bersama dengan wanita lain. Bergegas Jihan beranjak dari tempatnya ketika melihat seseorang melambaikan tangan padanya. Sudut mata Zahran terus mengikuti langkah Jihan. Wanita itu menuju meja di bagian sudut, di mana seorang pria sedang menunggunya di sana.
“Hai, sudah lama?” tanya Jihan pada pria yang menunggunya.
“Baru lima menitan. Kamu mau makan sesuatu?”
“Aku minum saja.”
Tangan pria itu melambai memanggil pelayan. Pria bernama Irfan itu memesan minuman untuk Jihan. Setelah pelayan itu pergi, perbincangan di antara keduanya berlanjut. Irfan mengeluarkan berkas dan dua buah USB dari dalam tasnya lalu memberikannya pada Jihan.
“Hanya ini yang bisa kuberikan padamu. Papa ku menitipkan ini padaku sebelum dia meninggal dunia.”
“Kapan ayahmu meninggal dunia?”
“Setahun yang lalu. Aku tahu kalau ayahku sudah melakukan kesalahan padamu, pada ayahmu. Dia tidak punya pilihan kecuali melakukan itu, mengkhianati ayahmu. Setelah ayahmu di penjara, hidupnya tidak pernah tenang. Dia jatuh sakit satu tahun setelah ayahmu di penjara, itu karena beban mental yang melandanya. Aku harap kamu mau memaafkan ayahku.”
Tidak ada jawaban dari Jihan. Jika menuruti kata hatinya, rasanya enggan memaafkan pria yang sudah mengkhianati sang ayah. Membuat ayahnya di penjara dan membuat kehidupannya jungkir balik.
“Ayahku mengatakan kalau tidak mudah untuk membuka kasus ini. Walau pun banyak bukti untuk membuktikan ayahmu tidak bersalah, tapi jalannya tidak mudah. Pasti ada banyak pihak yang mencoba menutup kasus ini. Kamu tahu benar soal itu.”
“Aku tidak peduli bagaimana pun susahnya, aku akan mencari keadilan untuk ayahku.”
“Aku hanya bisa mendoakan. Aku harap kamu bisa menggunakan apa yang ditinggalkan ayahku untuk membebaskan ayahmu.”
“Terima kasih atas bantuan mu.”
“Sama-sama.”
Irfan menghabiskan minumannya, lalu meninggalkan meja tersebut. Jihan masih bertahan di tempatnya setelah kepergian Irfan. Wanita itu membaca berkas yang diberikan Irfan. Apa yang ada di tangannya ini adalah bukti yang dibutuhkan sang ayah ketika persidangan kasusnya berlangsung tiga tahun yang lalu. Namun orang yang menyimpan bukti tersebut dan tidak pernah muncul ke persidangan. Niat awal ayah Jihan ingin membongkar kasus korupsi yang melibatkan petinggi perusahaan di mana dirinya bekerja, ternyata harus berakhir dengan vonis sang ayah sebagai pelaku korupsi.
Tanpa sadar airmata Jihan mengalir. Peristiwa pahit tiga tahun lalu terbayang jelas di pelupuk matanya. Dia harus kehilangan segalanya kala itu. Satu-satunya orang tua yang tersisa dipaksa berpisah darinya dan hidup mendekam di dalam penjara. Bahkan dia juga dipaksa meninggalkan Zahran. Tangan Jihan mengusap buliran bening yang terus keluar dari kedua matanya.
Tanpa wanita itu sadari, Zahran terus memperhatikannya. Bahkan pria itu tidak fokus mendengar apa yang dikatakan Elina. Ingin rasanya Zahran menghampiri Jihan, memeluk dan mendengarkan keluh kesahnya. Apa yang membuat wanita cantik itu bersedih dan menangis.
Selesai membaca berkas yang diberikan Irfan, Jihan membereskan berkas tersebut. Dia menghabiskan minumannya lebih dulu baru kemudian meninggalkan café. Melihat kepergian Jihan, Zahran ingin segera menyusul, namun Elina masih belum menghabiskan makanannya.
“Kamu belum selesai makannya, El?”
“Kenapa? Abang harus kembali ke kantor sekarang?”
“Iya.”
Dengan cepat Elina menghabiskan makanannya. Dia meneguk minumannya sampai habis lalu segera beranjak dari duduknya.
“Maaf ya, El.”
“Iya, ngga apa-apa, Bang.”
Keduanya segera meninggalkan café tersebut setelah Zahran membayar makanan yang dipesannya. Sepanjang perjalanan, tidak ada pembicaraan sama sekali. Elina cukup bingung melihat Zahran yang lebih pendiam hari ini. biasanya ada saja hal yang dibicarakan pria itu. Dua puluh menit kemudian mobil yang dikendarai Zahran berhenti di depan lobi kantor D&G Law Firm.
“Maaf, aku ngga bisa jemput kamu nanti.”
“Ngga apa-apa, Bang. Aku tahu Abang lagi sibuk. Santai aja.”
Sebuah senyuman diberikan oleh Zahran seraya mengusap puncak kepala Elina. Wanita itu membuka pintu mobil lalu keluar dari dalamnya. Tangannya melambai ketika kendaraan roda empat itu melaju. Ketika memasuki lobi, pandangannya tertuju pada seorang pria berpakaian rapih sedang berdiri di depan meja resepsionis.
“Saya ingin bertemu dengan Pak Gerald,” ujar pria itu dengan nada sopan.
“Mohon maaf, Pak. Pak Gerald sedang tidak berada di kantor.”
“Kira-kira kapan beliau kembali?”
“Pak Gerald sedang berada di luar negeri saat ini. Untuk kepulangannya saya masih belum tahu.”
“Kalau Pak Damian ada?”
“Ada. Mohon maaf, apa Bapak sudah buat janji sebelumnya.”
“Belum. Apa saya tidak bisa bertemu dengannya? Tolong bilang padanya kalau Roni Raharja ingin bertemu.”
“Baik, Pak. Tunggu sebentar.”
Mendengar nama Roni Raharja, Elina segera menghampiri pria itu. Dia pernah mendengar Gerald menyebut nama pria itu beberapa kali. Dulu Roni adalah seorang Jaksa Penuntut Umum yang menangani kasus pidana criminal.
“Pak Roni,” tegur Elina.
Roni membalikkan badannya mendengar namanya dipanggil. Pria itu hanya terdiam melihat wanita cantik di depannya. Dia belum pernah bertemu Elina sebelumnya.
“Kamu..”
“Saya Elina. Mohon maaf, apa Bapak dulunya seorang Jaksa?”
“Bagaimana kamu tahu?”
“Bang Ge pernah menceritakan tentang Bapak.”
“Kamu mengenal Ge?”
“Ya, dia mentor sekaligus atasan saya.”
“Benarkah? Apa kamu bisa membantu saya bertemu dengan Damian? Tolong, ada hal penting yang mau saya bicarakan dengannya. Sebenarnya saya ingin bertemu Gerald, tapi karena dia sedang tidak ada, aku harap Damian bisa membantu.”
“Pak Roni, silakan naik ke lantai empat. Pak Damian menunggu Bapak di ruangannya,” suara sang resepsionis menginterupsi pembicaraan Roni dengan Elina.
“Biar saya antar, Pak.”
Elina memandu Roni menuju lift. Wanita itu memijit tombol empat dan kotak besi yang mereka masuki mulai bergerak naik. Tak sampai lima menit, mereka sudah sampai di lantai empat. Damian menyambut hangat kedatangan Roni.
“Bagaimana kabar Pak Roni?”
“Alhamdulillah, baik.”
“Apa yang bisa kubantu?”
“Sebenarnya aku perlu bertemu dengan Ge. Maaf, bukan aku meremehkan kemampuan mu, tapi aku tahu kalau kamu lebih fokus dengan kasus corporate. Sementara aku butuh bantuan untuk kasus kriminal dan aku hanya mempercayai Ge untuk masalah ini.”
“Ge masih berada di Dublin, aku sendiri belum tahu kapan dia akan kembali. Tapi coba katakan kasus apa yang harus ditangani, siapa tahu aku bisa membantu. Oh iya, kenalkan ini Elina. Dia adalah murid terbaik Ge. Dia sudah banyak memenangkan kasus kriminal.”
“Benarkah? Sambil menunggu Ge pulang, bisakah kamu mempelajari dulu kasusnya?” Roni melihat pada Elina.
***
Weh dapet kasus baru, kayanya mau duet sama Bang Ge, uhuy😁
Belum tercerahkan akan rasa hatinya🫣🫣🫣
Untuk menebus kesalahannya terhadap Elina, Zahran di suruh menjauhi Jihan kaget kan....
Tenang tenang Elinna sebenarnya Ge sudah bucin sama kamu, cuma dia ingin memastikan lebih lagi
dan aku yakin Zahran tak akan sanggup untuk memenuhinya .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍