Arlena dan Dominus telah menikah lebih dari enam tahun. Tahun-tahun penuh kerja keras dan perjuangan untuk membangun usaha yang dirintis bersama. Ketika sudah berada di puncak kesuksesan dan memiliki segalanya, mereka menyadari ada yang belum dimiliki, yaitu seorang anak.
Walau anak bukan prioritas dan tidak mengurangi kadar cinta, mereka mulai merencanakan punya anak untuk melengkapi kebahagian. Mereka mulai memeriksakan kesehatan tubuh dan alat reproduksi ke dokter ahli yang terkenal. Berbagai cara medis ditempuh, hingga proses bayi tabung.
Namun ketika proses berhasil positif, Dominus berubah pikiran atas kesepakatan mereka. Dia menolak dan tidak menerima calon bayi yang dikandung Arlena.
》Apa yang terjadi dengan Arlena dan calon bayinya?
》Ikuti kisahnya di Novel ini: "Kualitas Mantan."
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Kualitas Mantan 13
...~°Happy Reading°~...
Sontak Arlena memegang kedua tangan Mamanya dan mencium bergantian untuk mengalihkan perhatian Mamanya.
"Oh, mungkin tadi malam kurang tidur, Ma." Arlena terus mencium untuk mengalihkan suasana hatinya yang mulai basah.
"Kalau begitu, habis mandi, istirahat dulu. Jangan sampai Papamu pulang dan lihat kondisimu begini. Papamu bisa bawa bedil tua buat ketok suamimu yang berikan ijin naik kereta api sendiri." Mama Arlena bercanda, tapi hati Arlena makin basah.
"Arlen, mandi dulu, Ma." Arlena coba menghindar.
"Kalau begitu, ke kamar Mama, sekalian istirahat. Biar Bibi ngga buru-buru bersihkan kamarmu." Mamanya menahan diri untuk tidak bertanya lagi.
"Makasih, Ma..." Arlena langsung memeluk Mamanya lalu menarik koper ke kamar orang tuanya.
Arlena ingin beristirahat baru bicara dengan orang tuanya. Agar bisa disampaikan sekaligus, tidak berulang kali yang menguras rasa hati.
Saat sudah di kamar, baru dia mengerti Mamanya, tentang wajah tirus. Tulang pipinya terlihat jelas dan agak kusam. Tidak bisa tidur nyenyak di kereta makin memperjelas kondisi wajahnya.
Setelah mandi, dia minum minuman yang sudah disiapkan dalam kamar, lalu membaringkan tubuhnya. 'Sayang, mari kita tidur sebentar, sebelum bertemu GrandPa. Yang tadi itu GrandMa. Maaf, Mommy belum kenalkan buat GrandMa.' Arlena berkata sambil mengelus perut lalu memejamkan mata.
~*
Sementara Arlena tidur, Mamanya sibuk di dapur untuk menyiapkan makan siang bersama Bibi.
Selesai masak, Mama Arlena terkejut mendengar bunyi mobil berhenti di depan rumah dan tidak lama kemudian pintu garasi terbuka otomatis.
Mama Arlena segera membuka pintu menuju garasi untuk menyambut suaminya yang tiba-tiba pulang. Sambil menggerakan tangan dan mulut tanpa suara, Mama Arlena meminta suaminya mematikan mesin mobil.
"Ada apa, Ma?" Papa Arlena turun dari mobil dengan wajah bertanya-tanya, tidak mengerti apa yang dimaksudkan istrinya.
"Jangan berisik, Pa. Nanti ada yang bangun."
"Siapa? Ada yang datang?" Papa Arlena jadi menurunkan nada suara.
"Iya. Tapi jangan dibangunkan, kalau belum bangun, ya..." Mama Arlena tidak memyebutkan yang datang, tapi menggandeng tangan suaminya ke kamar utama.
"Kenapa ke kamar kita?" Papa Arlena heran, tapi ikut menuju kamar, karena penasaran. Siapa yang datang dan dibiarkan tinggal di kamar mereka.
Mama Arlena membuka pintu perlahan lalu masuk sambil letakan jari di bibir, kala suaminya berjalan cepat ke tempat tidur.
"Oh, ternyata putriku kita." Bisik Papa Arlena. Tanpa bisa dicegah, langsung mendekat lalu menyingkirkan helaian rambut di dahi dan mengusap kepala Arlena pelan dan sayang.
"Hhhmmmm... GrandPa..." Ucap Arlena pelan saat membuka matanya perlahan lalu kembali menutup dan membalikan badan. Dia langsung peluk guling, tanpa menyadari keadaan.
Mama Arlena menarik tangan suaminya keluar kamar lalu menutup pintu perlahan. "Sepertinya dia ngelindur. Biarkan dia tidur dulu, mungkin masih ngantuk dan capek. Dia ngga bisa tidur di kereta."
"Tidur di kereta? Dia naik kereta api ke sini? Sama siapa?" Tanya Papa Arlena beruntun dengan mata membesar.
"Iya. Dia naik kereta api sendiri ke sini."
"Lalu Dominus bikin apa? Dia biarkan istrinya naik kereta api sendiri di malam hari?" Papanya jadi emosi.
"Iya, itu yang terjadi. Tapi jangan persoalkan dengan Arlen. Papa tahu sendiri, dia akan membela suaminya dengan berbagai alasan."
"Ini tidak bisa dibiarkan. Dia tidak tahu ada banyak kecelakaan yang terjadi di kereta malam? Baru-baru ini ada yang alami luka karena orang lempar kereta?"
"Ssssstttt... Tadi Mama sudah bilang, tapi ngga usah dimarahi. Yang penting Arlen sudah tiba dengan selamat." Mama Arlena coba menenangkan.
"Mana telponku. Kalau terjadi sesuatu di jalan, gigit jari pun percuma." Papa Arlena makin emosi.
Papa Arlena kembali ke mobil untuk ambil tas kerja dan ponsel. Tidak lama kemudian mengotak-atik telpon, lalu duduk di sofa ruang keluarga. "Kenapa dia tidak angkat telponku?" Papa Arlena melihat layar ponsel.
"Siapa, Pa?" Mama Arlena heran melihat mimik wajah dan dahi suaminya yang berkerut.
"Dominus..." Papa Arlena memperlihatkan layar ponselnya.
"Mungkin sedang sibuk. Coba Papa telpon lagi."
"Sudah. Justru sekarang tidak bisa dihubungi. Ada apa dengannya? Biasanya kalau ngga bisa terima telpon, dia akan kirim pesan. Ini malah dimatiin."
"Apa mereka sedang marahan?" Papa Arlena menduga.
"Mungkin. Tapi jangan dibahas dulu, sebelum kita makan."
"Apa Arlen belum cerita tentang proses bayi tabungnya?"
"Belum. Tadi tiba, ngga sempat bicara banyak. Mama ijinkan dia istirahat, karena wajahnya agak tirus."
"Apa prosesnya tidak berhasil lagi?" Papa Arlena penasaran.
"Ya, mau bagaimana? Itu kan, bukan salah Arlen saja. Tapi kita sabar dulu, nanti dengar dari dia." Ucapan Mama Arlena membuat suaminya menarik nafas panjang.
"Nah, itu dia sudah bangun." Ucap Mama Arlena yang melihat putrinya masuk ke ruang keluarga dengan wajah mengantuk.
"Oh, Papa sudah pulang?" Arlena berubah cerah melihat Papanya yang sudah berdiri menyambutnya.
"Oh, masih kenal ini Papamu?" Protes Papanya sambil membuka tangan untuk memeluknya.
"Ya, kenal'lah, Pa. Papa handsome sejagat raya." Arlena balik memeluk erat Papanya.
"Handsome? Lalu tadi bilang apa? Papa sudah tua seperti Opamu?" Papanya protes lalu mencium dahi Arlena dengan sayang.
"Emang Arlen bilang apa dan di mana?" Arlena heran mendengar protes Papanya.
"Tadi di kamar, saat kami masuk kamar...." Mamanya menceritakan yang terjadi di kamar.
Sontak Arlena menutup mulutnya. 'Apa anakku sudah menyebut GrandPanya?' Arlena membatin sambil melihat Papanya.
"Kenapa? Tadi melihat Papa seperti Opa?"
"Ngga, sih, Pak. Papa terlihat makin muda."
"Ma, boleh Arlen makan? Sudah sangat lapar. Tadi kaget bangun karna lapar." Arlena mengalihkan topik pembicaraan untuk hindari protes Papanya lagi.
"Sebentar, Mama bicara dengan Bibi untuk siapin makan siang kita." Mama Arlena berdiri ke belakang. Arlena juga ikut ke belakang, karena tidak tahan melihat tatapan selidik Papanya.
Tidak lama kemudian, mereka bertiga duduk makan tanpa suara. Arlena melahap semua menu, tanpa komentar. Hal itu membuat Mama dan Papanya saling bertatapan.
"Mmmm... Yuamiii... Sudah sangat lama ngga makan masakan Mama." Ucap Arlena sambil merapikan sendok dan garpu di dalam piring.
"Apa Tari sudah tidak bisa masak enak lagi?" Mama Arlena ingat sudah mengajari kepala pelayan memasak sesuai selera Arlena.
"Masih, Ma. Cuma kan beda tangan, beda rasa." Arlena coba bersikap santai
"Ar, apa Dom sekarang sangat sibuk? Apa dia punya bisnis baru?" Papa Arlena tidak tahan untuk bertanya sambil makan buah.
"Masih yang lama, kok. Ada apa, Pa?"
"Masih yang lama? Lalu mengapa dia tidak mengantarmu pulang?" Arlena tertegun.
"Bukannya waktu pulang dari New York, kau bilang, kalian berdua akan pulang ke sini?" Pertanyaan Papa membuat Arlena terdiam dan kelabakan.
"Baru tidak terima telpon Papa dan tidak telpon balik atau kirim pesan." Papa Arlena melanjutkan protesnya.
"Kapan Papa telpon, Dom?" Mata Arlena membesar dan jantung berdetak tidak teratur.
...~*~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
semoga lancar dan gampang yg arlena.. ❣️
semoga debay dan mama nya sehat selalu.. dilancarkan sampe halnya..
aamiin🤲 ❣️
terimakasih outhor. Sehat sehat ya..
aduh untung pas urgent bnyk org baik termasuk polisi yang bantu kasih jalan
ahhh ayoo gass lagi penasaran sama si baby pas launching.
duh tari untung cepet ngabari jadi bisa ikut nyonyamu lagi .
waduhh makin ga sabar nunggu ponakan online yang kutunggu lewat kuota launching