Krystal Berliana Zourist, si badgirl bermasalah dengan sejuta kejutan dalam hidupnya yang ia sebut dengan istilah kesialan. Salah satu kesialan yang paling mengejutkan dalam hidupnya adalah terpaksa menikah di usia 18 tahun dengan laki-laki yang sama sekali belum pernah ia temui sebelumnya.
Kesialan dalam hidupnya berlanjut ketika ia juga harus di tendang masuk ke Cakrawala High School - sekolah dengan asrama di dalamnya. Dan di tempat itu lah, kisah Krystal yang sesungguhnya baru di mulai.
Bersama cowok tampan berwajah triplek, si kulkas berjalan, si ketua osis menyebalkan. Namun dengan sejuta pesona yang memikat. Dan yang lucunya adalah suami sah Krystal. Devano Sebastian Harvey, putra tunggal dari seorang mafia blasteran Italia.
Wah, bagaimana kisah selanjutnya antara Krystal dan Devano.
Yuk ikuti kisahnya.
Jangan lupa Like, Komen, Subscribe, Vote, dan Hadiah biar Author tambah semangat.
Salam dari Author. 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 13 : KRYSTAL MEET DEVANO
"Saya mau kamar VIP."
Itulah satu kalimat yang lolos dari mulut Krystal setelah sejak tadi hanya diam dan mendengarkan kepala sekolah wanita Cakrawala High School ini berbicara---Miss Andini.
Dan suara Krystal itu sukses mengundang atensi semua pasang mata di ruangan ini. Selain ada Miss Andini. Juga ada dua orang guru wanita, serta seorang siswi yang kalau Krystal tidak salah dengar tadi adalah wakil ketua osis yang merangkap sebagai pengurus asrama perempuan.
Lenna.
"Apa tidak ada kamar VIP lagi?" Tanya Papa William pada Miss Andini. Bukan karena keinginan Krystal, tapi ia ingin memberikan yang terbaik pada putrinya selama bersekolah di Cakrawala High School.
"Maaf, Tuan Zourist. Tapi untuk sekarang kamar VIP sedang tidak ada yang kosong. Karena baru saja masuk tahun ajaran baru." Ujar Miss Andini penuh penyesalan.
"Tapi ada kamar strata 1 yang tidak kalah bagusnya dengan VIP. Tapi memang diisi oleh dua orang satu kamar. Mungkin nanti kami bisa menempatkan Krystal disana." Lanjut Miss Andini dengan senyuman.
Papa William mengangguk.
"Baik, mari saya antar ke kamar..."
"Tapi saya mau yang VIP." Krystal menyela dingin.
"Krys!" Peringat Papa William tegas.
Yang ditanggapi dengan tidak peduli oleh Krystal.
"VIP atau tidak sama sekali."
"Kamu suda dengarkan. Kamar VIP sedang penuh. Tolong mengerti dan jangan berulah disini." Desis Papa William tertahan.
"Anda bisa emindahkan satu murid lain yang berada di kamar VIP untuk saya." Krystal menatap dingin pada Miss Andini.
"KRYSTAL!!" Suara Papa William kali ini meninggi.
"Bisa bukan? Bisa dong. Saya membayar mahal untuk sekolah disini. Dan saya butuh privasi." Miss Andini mematung, saling lirik ragu dengan guru-guru lain.
Angkuh.
Itulah satu kalimat yang tergambar jelas sekarang dalam diri Krystal Berliana Zourist. Dan hal itu cukup menjadi sorotan untuk Lenna dan guru-guru yang lain.
"Hm, Miss..."
"Iya Lenna."
"Mungkin Krystal bisa bergabung di kamar saya untuk sementara waktu sampai kamar VIP tersedia." Ujar Lenna.
"Kamu tidak keberatan?" Bukan Miss Andini, melainkan Papa William yang bertanya.
Lenna membalas dengan senyuman ramahnya.
"Tidak masalah, Tuan. Saya..."
"Tapi masalah buat gue."
Lagi-lagi selaan sarkas Krystal, membuat ruangan berubah hening untuk sesaat. Mata dingin Krystal bertemu dengan mata lembut milik Lenna.
"Gue nggak mau satu kamar dengan siapapun."
"Krystal."
Mengabaikan peringatan sang Papa, Krystal terus berbicara.
"Kecuali lo mau angkat kaki dari kamar lo sekarang. Dan serahin kamar itu ke gue. Bisa?"
"KRYSTAL!!! KETERLALUAN KAMU!!" Bentak Papa William, mengagetkan semua orang.
Terlebih Mama Ambar yang sudah sangat mewanti-wanti sejak awal. Karena Krystal tidak akan menerima pemindahan paksa ini dengan mudah. Dan mempermasalahkan kamar adalah salah satu wujud pemberontakannya. lagi.
"Kenapa, Pa? Bukankah Papa ingin aku bersekolah di sini, hm? Kalau iya, Papa harusnya bisa dong memenuhi semua keinginan aku. Kalau nggak? Aku bisa balik ke Panca Dharma sekarang. Jangan Papa pikir aku nggak bisa ngelawan tiga bodyguard yang Papa bawa. Kalau Papa tetap mau aku di sini. Penuhi semua rules aku." Ujar Krystal tenang, tanpa rasa takut sedikitpun.
Krystal mungkin mengucapkannya pada Papa William. Tapi matanya tertuju pada Lenna yang mematung.
"Bagaimana Bu Wakil Ketua Osis?" Tanya Krystal dengan smirknya.
Hening cukup lama.
"Baiklah. Kystal boleh menggunakan kamar saya, Miss." Jawaban Lenna cukup mengagetkan untuk Miss Andini dan guru yang lain.
"Siapa tadi nama kamu?"
"Lenna, Tuan."
"Terimakasih. Maaf, kalau merepotkan kamu." Sungguh Papa William sangat tidak enak.
"Tidak apa-apa, Tuan. Kenyamanan siswa baru sangat kami utamakan di sekolah ini. Karena tidak mudah untuk beradaptasi." Lenna membalas dengan senyuman manisnya.
Papa William menyetujui itu.
"Kalau gitu saya beres-beres barang dulu." Pamit Lenna.
"Terimakasih, ya, Lenna." Ujar Mama Ambar. Lenna mengangguk.
"Puas, Krys?" Papa William menatap putrinya itu, sembari mengusap puncak kepala Krystal.
Krystal mendengus, bangkit berdiri hingga tangan Papa William terlepas dari atas kepalanya. Sebelum benar-benar pergi dari ruangan itu. Krystal kembali bersuara penuh ke otoriteran.
"Ganti semua seprai dan perabot nya dengan baru! Saya tidak mau memakai bekas orang lain! Satu lagi, pastikan dekorasi kamarnya tidak membosankan!"
Sialan! Harusnya kan, Papa William naik pitam dan kembali menyeretnya pulang karena banyak mau. Kenapa jadi malah ia terjebak betulan di sekolah elite ini?
Sekarang kalian sudah tahukan seberapa elite Cakrawala High School ini. Untuk kamar tidur saja, diberikan kebebasan untuk memilih. Selagi ada uang, semua aman.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Nggak diangkat juga?"
Sasa menggeleng pelan.
"Kayaknya dia beneran marah deh sama kita. Harusnya kita bantuin dia buat lepas dari pernikahan itu. Bukan malah diam aja." Sesalnya.
Carletta tidak memberikan tanggapan apapun. Sudah seminggu Krystal mengurung diri di kamar dan tidak ingin bertemu dengannya juga Sasa. Dan pagi ini berita mengejutkan terjadi di SMA Panca Dharma bahwa Krystal telah resmi keluar dari sekolah ini.
"Krystal benar pindah sekolah?"
Carletta dan Sasa serentak mengangkat kepala. Mendapati Justin berdiri di depan mereka.
"Kemana?" Tanya Justin lagi.
"Nggak tau." Balas Carletta seadanya.
"Gue serius, Carl!"
"Terus menurut lo sekarang gue lagi bercanda? Lagian buat apalagi lo nyariin dia, hm? Kalian udah putus,kan?" Balas Carletta dingin.
Justin diam.
"Move on, man. Nggak tau malu banget lo masih ngejar-ngejar mantan di saat lo udah punya cewek." Sambung Carletta.
Justin menarik nafasnya dalam.
"Gue terpaksa mutusin, Krys. Gue diancam sama seseorang." Lirihnya. Semakin menyerupai bisikan dan diakhiri dengan desahan gusar.
Yang sukses membuat langkah Carletta dan Sasa terhenti.
"Dan lo kemakan sama ancaman itu!" Ujar Carletta skakmat.
"Gue diancam, Carl!"
"Oh bagus. Baru diancam aja lo udah jadi pengecut nya ngebuang teman gue. Gimana nanti kalau sungguhan, hm? Apa lo akan bersembunyi di belakang tubuh Krystal dan menjadikan dia benteng untuk tertembak terlebih dulu?"
Hening.
"Pengecut!" Setelahnya Carletta benar-benar pergi bersama Sasa.
Meninggalkan Justin yang termenung dan kembali merutuki dirinya sendiri.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Krystal menatap pantulan dirinya di cermin toilet. Seragam SMA Panca Dharma sudah ia ganti dengan seragam Cakrawala High School. Sama-sama kemeja putih, namun bedanya Cakrawala High School punya ciri khas dengan menambahkan blezer abu-abu dengan rok sejengkal di atas lutut yang senada dengan blezernya, di permanis dengan motif garis-garis.
Terlihat mewah dan elegan. Ya jelas, karena biaya sekolah di sini juga bagus.
Krystal menghela nafas panjang mendapati hidupnya memang lah se drama ini. Di nikahkan paksa. Lalu sekarang dipaksa masuk boarding school.
Ketika akan berjalan keluar toilet, Krystal tiba-tiba dikagetkan dengan tangannya tiba-tiba di tarik, hingga tubuhnya terbalik dengan cepat.
Bugh!
Kepala Krystal terbentur sesuatu yang keras, tapi seratus persen ia yakin ini bukan lah tembok. Kerasnya agak beda soalnya, ada empuk-empuknya juga. Dan jangan lupakan wangi maskulin yang menyeruak masuk ke indera penciuman Krystal.
Sembari mengusap keningnya yang sakit, ia menemukan dada bidang seseorang tepat di depan matanya. Penasaran siapa yang menariknya tiba-tiba. Krystal lantas mendongakkan kepalanya karena postur tubuh cowok ini memang lebih tinggi darinya.
Dalam satu detik, matanya langsung bertemu dengan mata coklat gelap itu. Untuk sesaat Krystal terpaku menatap kedua belah mata tersebut. Bukan, bukan karena Krystal ingin terus memandanginya. Melainkan karena mata coklat gelap itu seperti mengunci pergerakan matanya dengan sorotan dingin, namun Krystal bisa merasakan ia ditatap dengan begitu intens oleh mata elang tersebut. Dan yang lebih penting ialah, Krystal merasa merinding tanpa sebab. Seakan aura disekitarnya berubah jadi aura penuh kegelapan yang mengerikan seperti ini. Hanya karena sepasang mata coklat milik cowok ini yang terasa mengintimidasinya.
Seketika matanya menyipit saat menemukan iris mata coklat yang sudah pernah dilihatnya sebelumnya. Ia mencoba mengingat-ingatnya. Dimana rasanya ia bertemu dengan iris mata coklat dengan sorotan setajam elang.
Saat berhasil mengingatnya. Mata Krystal membola sempurna. Ini cowok yang sama dengan yang menghadangnya di jalan malam itu ketika mengejar Aldi.
"Lo kan cowok yang ngibulin gue waktu itu, kan? Ngapain lo di toilet cewek?!" Pekik Krystal.
"Bukankah harusnya itu menjadi pertanyaan gue buat lo, hm? Ngapain lo di toilet cowok?"
"Toilet cowok?"
Krystal menatap sekitarnya, sebelum melongokkan kepalanya keluar toilet. Dan mata seketika membola besar. Ternyata benar Krystal yang salah masuk toilet.
"Selain balapan liar, nggak ngakuin kesalahan, serta nyolot. Ternyata lo juga mesum ya."
Suara dingin itu mengundang atensi Krystal lagi.
"Apa lo bilang?! Gue mesum?! Enak aja lo ngatain gue mesum!!"
"Berada di dalam toilet cowok. Apalagi sebutannya kalau nggak mesum?"
"Heh! Jaga ya mulut lo! Gue itu cuma salah masuk doang!"
"Selain mesum, sekarang lo juga bodoh? Nggak bisa bedain mana toilet cowok mana toilet cewek?"
Krystal semakin dibuat naik pitam oleh cowok ini. Tidak kenal. Tapi cowok ini sudah berani mengata-ngatainya.
"HEH, GUE EMANG SALAH YA. TAPI HARUS BANGET LOE NGATA-NGATAIN GUE KAYAK GITU, HAH?! INI PERTEMUAN KEDUA, TAPI LO UDAH BERANI NGATA-NGATAIN GUE DUA KALI DALAM WAKTU KURANG DARI SETENGAH JAM!" Teriak Krystal tidak terima.
"Kayaknya hobi lo emang teriak-teriak, ya?" Cowok itu mengurungkan tubuh Krystal dengan meletakkan kedua tangannya di sisi tubuh Krystal. Lalu memandang manik mata Krystal dengan tenang.
"Suka-suka gue!" Ketus Krystal. Akan pergi, namun Krystal merasakan tangannya ditarik dan tubuh mungilnya sudah disudutkan ke tembok.
"Minggir!"
"Kalau gue nggak mau?"
"Gue bilang minggir ya minggir!"
Tetap tidak ada pergerakan dari cowok itu, sekuat apapun Krystal mendorongnya. Tubuh mereka justru semakin dekat, kini tubuh bagian depan mereka sudah saling menempel dan hanya terhalang pakaian sekolah saja. Wajah keduanya sangat dekat sekarang, tidak sampai lima senti lagi sudah dipastikan bibir mereka akan bersentuhan.
Tangan cowok itu terulur menyentuh wajah Krystal, mengangat dagu gadis di depannya ini. Memperhatikan dengan serius setiap sudut wajah Krystal, sebelum matanya jatuh pada bibir ranum merah muda itu.
Krystal yang sadar kemana arah pandang cowok itu. Langsung saja mengangkat tangan untuk menutup bibirnya.
"MAU NGAPAIN LO?! JANGAN-JANGAN TADI LO UDAH NGELIAT GEU GANTI BAJU YA?!" Sentak Krystal.
"Memang. Dalaman lo warna putih, kan?" Seringai cowok itu, mesum.
"JADI LO NGINTIP GUE?! DASAR COWOK MESUM! KAMPRET! COWOK SIALAN!!"
Amuk Krystal dengan melayangkan pukulan-pukulan nya pada cowok itu yang sepertinya tidak ada pengaruhnya sama sekali di tubuh kekarnya. Namun, Krystal tidak peduli dan terus melayangkan pukulannya.
Sampai Krystal merasakan kedua tangannya di cengkram dengan kuat. Sedetik kemudian, Krystal merasakan sebuah benda kenyal bertubrukan dengan bibirnya. Tangan Krystal yang ditahan di sisi tembok, mengepal erat. Mencoba melepaskannya namun tubuhnya sudah lebih dulu ditekan ke tembok. Benar-benar dihimpit oleh tubuh besar dihadapannya ini.
Krystal memberontak histeris ketika bibirnya dilumat begitu dalam oleh cowok itu. Mata Krystal berkaca-kaca, ini pertama kalinya dicium paksa seperti ini. Meski ia banyak mantan, jangankan ciuman, bergandengan tangan saja Krystal jarang.
Mengumpulkan tenaganya, Krystal keningnya dengan kening cowok itu. Hingga ciuman terlepas, nafas Krystal memburu, menghirup udara sebanyak-banyaknya.
PLAK!
Sebelum tangannya melayang menampar cowok kurang ajar di hadapannya. Saking kencangnya ia sampai merasakan kebas pada tangannya.
"Kamu nampar aku, hm?" Cowok itu menoleh, menatap Krystal dingin.
"LO PANTAS DAPATIN ITU! DASAR COWOK CABUL! BERANI-BERANINYA LO NYIUM GUE SEMBARANGAN. LO NGAMBIL FIRST KISS GUE YANG HARUSNYA BUAT SUAMI GUE TAHU NGGAK!!" Teriak Krystal.
Cowok itu tersenyum smirk. Memasukkan kedua tangannya ke saku celana.
"Suami? Cukup enak didengar."
Krystal mengernyit. Cowok itu baru saja menyeringai ke arahnya. Kenapa? Otak Krystal kembali bekerja dengan keras, hingga sesuatu terlintas dengan cepat dibenaknya.
"Tunggu! Tunggu! Nama lo siapa?" Tanya Krystal cepat. Jantungnya mulai berdebar tidak karuan, menatap sepasang mata elang yang memandanginya intens itu.
"Devano Sebastian Harvey."
"Ma... Marga lo...." Krystal membulatkan matanya.
"Harvey." Devano mempertegaskan.
Tersenyum miring lalu melangkah mendekati Krystal hingga jarak diantara mereka semakin tidak ada. Menunduk, lalu berbisik di telinga Krystal.
"Yes, it's me. Your Husband."
Degh!
Tubuh Krystal berubah kaku.
"Bahkan aku berhak mendapatkan lebih dari sekedar ciuman, bukan?" Bisik Devano lagi.
Bolehkah Krystal pingsan sekarang? Tubuhnya mendadak lemas.
"Kalian lagi ngapain?"
Suara itu membuat Krystal menoleh ke arah pintu toilet. Dan mendapati Lenna berdiri canggung dengan wajah shock sekaligus bingungnya.
"Gue salah masuk toilet." Jawab Krystal datar, memecah keheningan.
"Oh gitu. Lo dicariin bokap lo. Kamarnya udah siap." Lenna sedikit tergagap, lalu tersenyum canggung.
Mengangguk seadanya, Krystal melangkah pergi begitu saja tanpa melirik lagi pada sepasang mata yang masih betah memandanginya sejak tadi. Krystal tahu, ia bisa merasakan aura intimidasinya. Dan Krystal cukup berterimakasih dengan kehadiran Lenna yang menyelamatkannya dari situasi yang membuatnya ingin pingsan itu.
"Dev, kamu nggak papa?" Tanya Lenna hati-hati pada Devano yang sejak tadi hanya diam. Meski daim, bukanlah hal yang baru dalam diri cowok itu.
"Hm..." Dan balasan singkat Devano sudah membuat Lenna terbiasa.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Yes, it's me. Your Husband."
Ucapan itu terus terngiang di pendengaran Krystal. Bagaimana bisa cowok tadi adalah suaminya? Oh god! Sungguh, kenapa hidupnya mendadak sudah seerti drama korea? Laki-laki yang dijodohkan dengannya ternyata juga bersekolah di sini. Dan yang lebih lucu lagi, ternyata Krystal pernah bertemu dengannya sebelum ini.
Devano memang tampan, untuk itu Krystal tidak akan ragu mengakuinya. Namunm aura yang dipanarkan oleh cowok itu entah kenapa terasa menyeramkan untuk Krystal. Bahkan sampai sekarang saja ia masih merinding jika mengingat-ingat kejadian di toilet cowok tadi. Bagaimana cowok itu menatapnya, seringaian itu, bahkan bagaimana cara cowok itu dalam menciumnya?
Tangannya tanpa sadar terangkat menyentuh bibirnya, yang bahkan masih menyisakan rasa bibir Devano di sana. Seketika ia bergidik ngeri.
"Ini kamar kamu, Krystal. Bagaimana?"
Lamunan Krystal buyar karena suara Miss Andini. Ia baru sadar jika sedang menjadi pusat perhatian Papa William, Mama Ambar dan Miss Andini.
"Ayo masuk. Dan lihat apakah sudah sesuai dengan yang kamu mau?" Kali ini Papa William yang bersuara.
Barulah Krystal melangkah memasuki kemar dengan luas 32 m2 itu. Matanya menyusuri setiap sudut kamar yang terlihat sangat mewah. Sungguh, Krystal tidak bebohong, kamar ini bisa digolongkan sudah sangat mewah untuk ukuran asrama sekolah. Ya, meski belum seluas dan semegah kamarnya di Mansion Zourist.
Not bad.
Ada satu ranjang king size, TV kabel, dispenser, kulkas, AC, sofa bed, lampu tidur, meja belajar, lemari pakaian dan pastinya ada kamar mandi juga. Dan Fee WIFI. Fasilitas yang cukup lengkap dan jangan lupakan dinding kamar yang sudah didekorasi sedemikian rupa sesuai dengan warna kesukaan Krystal.
Sialan! William benar-benar memenuhi fasilitasnya di sini. Padahal niat awalnya ingin meminta kamar VIP hanya untuk pemberontakan saja. Sebenarnya Krystal bukan tipe orang kaya yang sombong dan suka merampas hak milik orang lain. Bisa dibilang, ia tidak begitu peduli dengan statusnya yang sebagai anak konglomerat Zourist. Selagi hidupnya tentram, damai dan tidak terkekang rasanya lahir dari keluarga semiskin apapun tidak menjadi masalah untuk Krystal.
"Bagaimana, Krys?" Tanya Papa William, masih menunggu komentar putrinya itu.
Tak bersuara, Krystal hanya mengangguk samar. Dan itu sukses membuat semua orang disana bernafas lega seakan baru saja menyelesaikan tuas negara yang begitu berat.
"Syukurlah kalau kamu menyukainya. Semoga kamu betah ya, Krys." Ujar Miss Andini dengan senyuman hangatnya.
Krystal hanya membalas ucapan Miss Andini itu dengan dengusan pelan. Betah? Ya tentu saja tidak.
"Kalau kamu butuh sesuatu atau punya kesulitan, kamu bisa temui saya atau bisa melalui Lenna, dia adalah pengurus asrama putri. Kalau begitu Tuan, Nyonya saya permisi dulu."
Terimakasih ya, Miss. Sudah banyak membantu." Seru Mama Ambar mengulas senyum ramahnya. Sembari berjabat tangan sebentar dengan kepala sekolah Cakrawala High School itu.
"Sama-sama, Nyonya."
Setelah kepergian Miss Andini.
"Jadi ini alasan Papa mindahin aku ke sini?" Krystal langsung bersuara to the point.
"Apa?" Papa William mengernyit.
"Nggak usah pura-pura bodoh, Pa." Krystal mendengus sinis.
Papa William terdiam untuk sesaat. Matanya tidak berkedip menatap Krystal.
"Kamu sudah bertemu dengannya?" Tanya Papa William.
Krystal mengalihkan pandangannya ke arah lain, sembari menyugar rambutnya.
"Sebenarnya tujuan Papa ngelakuin ini aku apa, sih? Kadang aku berpikir, Pa. Aku ini benar anak Papa atau bukan." Ada nada lelah bercampur kecewa di sana. Dan Krystal memutar poros tubuhnya menatap sang Papa dengan datar.
"Krys..."
"Dari dulu, perlakuan Papa selalu beda ke aku. Dibandingkan Keyzia yang jauh lebih pintar, Papa lebih memprioritaskan dia di atas aku. Sampai akhirnya kejadian satu tahun lalu yang menimpa Keyzia membuat Papa kecewa berat. Dan sekarang melimpahkan semua rasa kecewa itu ke aku, kan?"
"Kamu salah paham, Papa ngga ada maksud apapun sama sekali kecuali yang terbaik buat kamu."
"Ini yang terbaik menurut Papa?" Papa William terpaku melihat untuk kesekian kalinya air mata putrinya itu mengalir di depan matanya dan selalu karena dirinya.
"Kenapa baru sekarang Papa memikirkan yang terbaik buat aku? Saat aku ninggalin Mansion di umur 14 tahun. Kenapa Papa nggak pernah bujuk aku untuk pulang? Kenapa Papa biarin aku pergi? Kenapa, Pa? Apa karena dulu Keyzia masih jadi anak yang Papa banggakan di rumah? Iya? Jadi Papa dulu nggak butuh aku." Suara Krystal tercekat dan serak karena air mata yang mulai menguasainya. Matanya telah berubah berkabut menatap sang Papa. Air mata Krystal tak lagi terbendung. Dadanya sesak dan tenggorokan nya sakit karena menahannya.
"Krys, bukan gitu. Papa sayang sama kamu. Papa nggak pernah bedain kamu sama Keyzia. Papa..."
"NYATANYA KAYAK GITU, PA! KEYZIA UDAH NGGAK SEPERTI APA YANG PAPA HARAPKAN. BARU PAPA MENCARI AKU. AKU NGGAK LEBIH CUMA BAN SERAP DAN BONEKA BUAT, PAPA!" Teriak Krystal. Setelahnya Krystal menutup pintu kamarnya.
Meninggalkan Papa William yang berdiri terpaku dibaliknya. Begitu pun dengan Mama Ambar yang juga tidak bisa berkata-kata.
Karena ini adalah puncak rasa kecewa Krystal.